SuaraJogja.id - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut angka kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) masih cukup tinggi. Berdasarkan catatan yang ada saat ini secara rata-rata nasional masih berada di angka 17 persen.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebut ada sejumlah faktor yang menyebabkan angka KTD itu masih cukup tinggi. Salah satunya masyarakat yang abai terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi.
"Kehamilan yang tidak diharapan itu masih cukup tinggi ya. Secara nasional angkanya kan masih 17 persen rata-rata. Karena banyak orang yang mengabaikan dalam arti, mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi tapi percaya diri menjaga agar tidak hamil tapi ernyata hamil. Nah kehamilan ini tidak terlalu diharapkan," kata Hasto saat dihubungi awak media, Selasa (19/10/2021).
Dijelaskan Hasto, angka KTD sebesar 17 persen itu tercatat selama masa pandemi Covid-19 berlangsung hingga sekarang. Sedangkan untuk ibu hamil sendiri secara keseluruhan tercatat kurang lebih 4,8-5 juta orang.
Baca Juga: Angka Kelahiran Naik, BKKBN & DKT Indonesia Usung ILM Gerakan KB Mandiri
"Jadi kalau 17 persennya bisa dihitung. Kalau 10 persennya saja sudah 480 ribuan. Jadi kalau 17 persen bisa kurang lebih 700 ribuan (ibu hamil yang masuk dalam kategori KTD)," ungkapnya.
Mantan Bupati Kulon Progo menyatakan angka sebaran KTD di setiap daerah itu tidak sama satu dengan lainnya. Serta, kata Hasto, pandemi Covid-19 juga tidak membuat peningkatan secara signifikan dalam rata-rata prosentase KTD nasional.
"Tidak sama antar daerah satu dan daerah lain tapi sebetulnya pandemi tidak membuat peningkatan yang terlalu signifikan. Kalau 17 persen itu kan tidak rata (semua daerah). DKI itu lebih tinggi, bisa pakai 26 persen. Jogja itu kedua di 24 persen," terangnya.
Lebih lanjut, ditambahkan Hasto, masyarakat yang enggan untuk menggunakan alat kontrasepsi bukan menjadi satu-satunya faktor angka KTD itu tinggi.
Ia mengatakan pandemi Covid-19 turut memberikan pengaruh pada angka KTD itu. Pasalnya sempat ada kekhawatiran yang membuat masyarakat tidak datang ke fasilitas layanan kesehatan (fasyankes).
Baca Juga: Faktor Hormonal Saat Kehamilan Bisa Bikin 'Gila'
"Iya itu salah satu faktor yang mengapa orang butuh pakai kontrasepsi. Biasanya suntik, terus waktu pandemi fasyankes berkurang untuk waktu dan jumlah pelayanan sehingga ada banyak yang putus pemakaian kontrasepsi," tuturnya.
Tag
Terpopuler
- Advokat Hotma Sitompul Meninggal Dunia di RSCM
- Jay Idzes Ditunjuk Jadi Kapten ASEAN All Star vs Manchester United!
- Kejutan! Justin Hubner Masuk Daftar Susunan Pemain dan Starter Lawan Manchester United
- Sosok Pria di Ranjang Kamar Lisa Mariana Saat Hamil 2021 Disorot: Ayah Kandung Anak?
- Hotma Sitompul Wafat, Pengakuan Bams eks Samsons soal Skandal Ayah Sambung dan Mantan Istri Disorot
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Murah dengan NFC Terbaik April 2025, Praktis dan Multifungsi
-
LAGA SERU! Link Live Streaming Manchester United vs Lyon dan Prediksi Susunan Pemain
-
BREAKING NEWS! Indonesia Tuan Rumah Piala AFF U-23 2025
-
Aksi Kamisan di Semarang: Tuntut Peristiwa Kekerasan terhadap Jurnalis, Pecat Oknum Aparat!
-
Belum Lama Direvitalisasi, Alun-alun Selatan Keraton Solo Dipakai Buat Pasar Malam
Terkini
-
Pertegas Gerakan Merdeka Sampah, Pemkot Jogja Bakal Siapkan Satu Gerobak Tiap RW
-
Lagi-lagi Lurah di Sleman Tersandung Kasus Mafia Tanah, Sri Sultan HB X Sebut Tak Pernah Beri Izin
-
Rendang Hajatan Jadi Petaka di Klaten, Ahli Pangan UGM Bongkar Masalah Utama di Dapur Selamatan
-
Dari Perjalanan Dinas ke Upah Harian: Yogyakarta Ubah Prioritas Anggaran untuk Berdayakan Warga Miskin
-
PNS Sleman Disekap, Foto Terikat Dikirim ke Anak: Pelaku Minta Tebusan Puluhan Juta