SuaraJogja.id - Wacana hukuman mati bagi para pelaku tindak pidana korupsi kembali muncul. Belum lama ini Jaksa Agung RI ST Burhanuddin tengah menyoroti penerapan hukuman mati tersebut kepada para koruptor.
Menanggapi hal ini, Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman menegaskan selalu mendukug penindakan tegas terhadap koruptor. Namun terkait wacana hukuman mati itu, ia menilai lebih baik para penegak hukum berfokus pada lain hal yakni tentang bagaimana mengembalikan kerugian negara.
"Menurut saya energi dan sumber daya yang dimiliki itu lebih baik difokuskan untuk secara optimal dapat mengembalikan kerugian keuangan negara. Daripada membuat satu isu baru yang isu tersebut sebenarnya masih sangat dipertanyakan akan dilaksanakan atau tidak," kata Zaenur saat dikonfirmasi awak media, Selasa (2/11/2021).
Hal tersebut berkaca pada pengalaman sebelumnya terkait dengan penanganan kasus korupsi belum lama ini. Salah satunya dalam kasus korupsi dana bansos oleh mantan Mensos Juliari Batubara.
Baca Juga: DPR soal Peluang Koruptor Jiwasraya-Asabri Dituntut Mati: Bukan Solusi Malah Picu Masalah
"Dulu ada misalnya ketua KPK pernah mengatakan akan menuntut mati siapa yang korupsi bansos. Tapi bahkan eks menteri Juliari hanya dituntut 11 tahun oleh KPK sehingga itu menjadi lip service tanpa ada realisasi," tuturnya.
Menurutnya ketimbang para penegak hukum menghabiskan tenaga dan waktu untuk sesuatu yang masih belum jelas. Lebih baik difokuskan untuk mengejar harta-harta para pelaku tindak pidana korupsi agar bisa dikembalikan kepada keuangan negara.
"Karena selama ini penegakan hukum tindak pidana korupsi itu masih sangat jauh ya, seringnya gagal untuk bisa secara optimal mengembalikan keuangan negara," ujarnya.
Selain itu wacana hukuman mati bagi para koruptor juga menimbulkan pro kontra. Ada sebagian pihak yang kemudian keberatan terhadap hukuman mati tersebut dengan pertimbangan aspek Hak Asasi Manusia (HAM).
Ditambah lagi, kata Zaenur, tidak ada korelasinya antara penerapan hukuman mati dan berkurangnya angka korupsi. Hal itu ditunjukkan dalam riset-riset dibanyak negara termasuk di Cina.
Baca Juga: Insiden Penyerangan Joker di Kereta Jepang, Polisi Ungkap Pelaku Ingin Dihukum Mati
"Di Cina penerapan hukuman mati untuk tipikor tetapi indeks korupsinya cukup rendah, hanya 42 dari 100 poin," imbuhnya.
Berita Terkait
-
Hakim Tipikor 'Main Mata' dengan Koruptor? Pukat UGM: Jangan-jangan Ini Puncak Gunung Es
-
Amnesty Sebut Penolakan Prabowo Jadi Modal Penghapusan Hukuman Mati di Indonesia
-
Presiden Prabowo Tolak Hukuman Mati Bagi Koruptor, Komisi XIII DPR Dukung
-
Presiden Prabowo Tolak Ada Hukuman Mati, Menteri Hukum: Belum Kita Bicarakan
-
Yusril Tegaskan Pidana Mati Tidak Dihapus dalam KUHP Nasional, Digunakan Hanya untuk Upaya Akhir
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
- Kata Anak Hotma Sitompul Soal Desiree Tarigan dan Bams Datang Melayat
Pilihan
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Laga Sulit di Goodison Park: Ini Link Live Streaming Everton vs Manchester City
-
Pemain Keturunan Jawa Bertemu Patrick Kluivert, Akhirnya Gabung Timnas Indonesia?
-
Jadwal Dan Rute Lengkap Bus Trans Metro Dewata di Bali Mulai Besok 20 April 2025
-
Polemik Tolak Rencana Kremasi Murdaya Poo di Borobudur
Terkini
-
Insiden Laka Laut di DIY Masih Berulang, Aturan Wisatawan Pakai Life Jacket Diwacanakan
-
Tingkatkan Kenyamanan Pengguna Asing, BRImo Kini Hadir dalam Dua Bahasa
-
Ribuan Personel Polresta Yogyakarta Diterjunkan Amankan Perayaan Paskah Selama 24 Jam
-
Kebijakan Pemerintah Disebut Belum Pro Rakyat, Ekonom Sebut Kelas Menengah Terancam Miskin
-
Soroti Maraknya Kasus Kekerasan Seksual Dokter Spesialis, RSA UGM Perkuat Etika dan Pengawasan