SuaraJogja.id - Sejumlah warga yang tergabung di Forum Peduli Tanah DIY demi NKRI (Forpeta NKRI) mendesak Komisi II DPR RI segera membentuk panitia khusus (pansus). Hal itu untuk mengevaluasi UU Keistimewaan (UUK) terkait pertanahan di DIY.
Perwakilan Forpeta NKRI, Siput Lokasari mengatakan bahwa tidak ada persoalan pertanahan sebelum lahirnya UU no 13/2012 (UUK). Namun setelah UUK berlaku, menurutnya banyak terjadi persoalan termasuk kesulitan memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) yang berada di atas tanah negara.
"Mengapa sebelum ada UUK itu tenang semua. Setelah UUK (berjalan) kok jadi seperti?," ujar Siput saat mendatangi Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY, Mergangsan, Kota Jogja, Selasa (2/11/2021).
Ia melanjutkan setelah berjalannya UUK, aturan terkait pertanahan, seolah-olah dikuasai oleh satu lembaga hukum privat. Forpeta menuding kesalahan ini terjadi di tubuh BPN DIY yang menyusun dan menetapkan pertanahan.
"Hal itu kan tidak benar. Jika memang ada aturannya tunjukkan kepada kami. Sampai sekarang mana?, kan tidak ada. Kami tentu khawatir jika persoalan ini tidak selesai," katanya.
Forpeta, kata Siput juga akan bertolak ke Jakarta untuk mendesak Komisi II DPR RI memberikan tanggapan. Pihaknya juga akan melakukan audiensi dengan BPN DIY terkait masalah pertanahan di Jogja.
"Kami ingin menyampaikan dengan situasi di Jogja saat ini ke Komisi II (DPR RI) agar segera membuat pansus," jelas dia.
Lebih lanjut, Siput menuding bahwa adanya UUK itu juga menjadi akar sulitnya warga yang memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) memperpanjang atau meningkatkan status sertifikat tersebut. Bahkan muncul oknum yang dianggap sebagai mafia tanah di BPN DIY.
"Macetnya mengurus HGB ini pasti ada oknum yang sudah mafia (tanah). Oknum BPN-nya ada oknum Pemprov-nya ada. Termasuk oknum dari Kasultanan UUK," ujar dia.
Baca Juga: Sertipikat HGB Apartemen MGR I Diperpanjang 20 Tahun
Siput mengatakan memang dalam mengurus atau memanfaatkan tanah Kasultanan dan Kadipaten oleh orang lain harus meminta persetujuan dari dua lembaga hukum tersebut. Aturan itu tertuang dalam Pasal 33 ayat 4 UU no 13/2012.
"Kalau aturan itu iya kami sepakat, tapi ada dalam klausul di surat tanggapan yang kami terima dari Sekretariat Pemda DIY bahwa ada Pasal 4 huruf a yang menyatakan pengakuan atas hak asal-usul. Jadi tanah kami dianggap tanah kasultanan. Ini seperti diselewengkan karena tidak ada urusannya dengan tanah HGB kami," jelas Siput.
Pihaknya sudah melayangkan surat audiensi kepada Kanwil BPN DIY untuk menyelesaikan kondisi pertanahan yang berpotensi menghilangkan hak tanah warga itu. Namun Siput belum diberikan kepastian waktu audiensi tersebut.
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik