Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian bisa menggantinya dengan melakukan pekerjaan di perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk culturstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 bulan.
Keunggulan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat.
Kerusakan atau kerugian sebagai dampak gagal panen yang bukan karena kealpaan petani seperti bencana dunia dan terserang hama akan ditanggung pemerintah Belanda.
Penyerahan teknik penerapan aturan tanam paksa kepada kepala desa.
Kritik Terhadap Tanam Paksa
Kritik kaum liberal
Usaha kaum liberal di negeri Belanda supaya tanam paksa dihapuskan berhasil pada tahun 1870, dengan diberlakukannya UU Agraria, Agrarische Wet. Namun demikian, tujuan yang ingin dicapai oleh kaum liberal tidak hanya terbatas pada penghapusan tanam paksa.
Kaum liberal di negeri Belanda berpendapat seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam perkara ekonomi. Mereka menghendaki supaya perkara ekonomi ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana, menegakkan hukuman, dan menjamin keamanan serta ketertiban.
Baca Juga: Saksi Bisu Praktik Korupsi dan Tanam Paksa di Zaman Kolonial Belanda
UU Agraria ini memperbolehkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta menyewa lahan-lahan yang luas dengan jangka waktu paling lama 75 tahun bagi tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit, tarum (nila). Sedangkan untuk tanaman semusim seperti tebu dan tembakau dalam wujud sewa jangka pendek.
Kritik kaum humanis
Kondisi kemiskinan dan penindasan sejak tanam paksa dan UU Agraria, ini mendapat kritik dari para kaum humanis Belanda. Asisten Residen di Lebak, Banten, Eduard Douwes Dekker mengarang buku Max Havelaar (1860). Dalam bukunya Douwes Dekker memakai nama samaran Multatuli. Dalam buku itu dikatakan kondisi masyarakat petani yang menderita akibat tekanan pejabat Hindia Belanda.
Anggota Raad van Indie, C. Th van Deventer membuat tulisan berjudul Een Eereschuld yang membeberkan kemiskinan di tanah jajahan Hindia-Belanda. Tulisan ini dimuat dalam majalah De Gids yang terbit tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada pemerintah Belanda, supaya memperhatikan penghidupan rakyat di tanah jajahannya. Dasar pemikiran van Deventer ini selanjutnya mengembang dijadikan politik etis.
Bidang pertanian
Terpopuler
- 9 Potret Rumah Eko Patrio Seharga Rp150 Miliar, Ada Rooftop Pool di Lantai 4
- Rumah Ahmad Sahroni Dijarah Massa, Bocah Pamer dapat Jam Tangan Rp 11 Miliar
- Eko Patrio dan Uya Kuya Resmi Mundur dari Anggota DPR RI
- Kronologi Penangkapan Mahasiswa Unri Khariq Anhar di Jakarta
- Rumah Sahroni Digeruduk, Nilai SMP Dibongkar! Karma 'Orang Tolol Sedunia'?
Pilihan
-
Tiga Lembaga Ekonom Kritik Pemerintah: Gelombang Demo Cerminan Gagal Kelola Ekonomi Berkeadilan!
-
Helikopter Rute Kotabaru-Palangka Raya Hilang Kontak di Area Hutan Kalimantan
-
Viral Ramuan 'Cuci Paru-paru' Pakai Daun Kelor, Dokter Tegaskan Itu Hoaks!
-
PDIP Bela Deddy Sitorus dan Sadarestuwati saat Partai Lain Beri Sanksi 'Kader Bermasalah'
-
FYP Penuh Berita Rusuh Bikin Auto Cemas? Ini Cara Biar Nggak Mental Gak Ikutan Chaos
Terkini
-
Terungkap! Aliansi Jogja Memanggil Sebut Aksi di Polda DIY Tak Terkendali Akibat Ini
-
Aliansi Jogja Memanggil Desak Negara Berbenah, Zainal Arifin Mochtar: Ini Momentum, Jangan Hilang
-
70 Mahasiswa Kesehatan Unisa Siaga di Lapangan: Antisipasi Kerusuhan Demo, Prioritaskan Keselamatan
-
Demo di UGM: Tuntut Usut Tuntas Kematian Ojol & Mahasiswa, Tolak Represi Negara!
-
Videonya Viral, Ini Penyebab Mahasiswa Amikom Meninggal Dunia pasca Demo di Jogja