Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 09 Desember 2021 | 18:10 WIB
Ilustrasi - korupsi. ANTARA/Shutterstock/am.

SuaraJogja.id - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman memberikan sejumlah catatan terkait dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Saran tersebut diberikan bersamaan dengan momentum Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati setiap 9 Desember.

Salah satu yang menjadi fokusnya adalah peran presiden untuk ikut aktif di dalam upaya pemberantasan korupsi itu sendiri. Tidak hanya dalam pencegahan saja tetapi juga untuk melakukan penindakan.

"Jika memang ingin ada percepatan pemberantasan korupsi maka menurut saya yang harus dilakukan adalah adanya kepemimpinan dari presiden untuk pemberantasan korupsi baik dalam arti pencegahan maupun penindakan," kata Zaenur kepada awak media, Kamis (9/12/2021).

Disampaikan Zaenur, komitmen presiden itu bisa ditunjukkan dengan mendorong dan mengusulkan kepada DPR terkait Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana.

Baca Juga: Ma'ruf Amin: Korupsi Seperti Karat Menggerogoti Besi

Selain juga memperbaiki ketentuan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), di sana nantinya harus disertai dengan sanksi dan terhubung dengan Undang-undang Perampasan Aset Tindak Pidana.

"Ada juga Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal (RUU PTUK). Itu bisa menjadi indikator bahwa memang pemerintah atau negara punya komitmen untuk pemberantasan korupsi," ucapnya.

"Memang kalau sudah diusulkan pemerintah nanti kemudian bolanya ada di DPR, lalu kemudian nanti kita tagih DPR," sambungnya.

Menurut Zaenur, komitmen Presiden Jokowi seharusnya juga bisa ditunjukkan menghormati independensi KPK. Ditambah dengan mendukung KPK misal dengan anggaran dan sumber daya manusia yang cukup.

"Yang sudah terlewati dalam TWK itu kan sebenarnya juga tidak bisa dibenarkan, karena rekomendasi Ombudsman itu kan belum dilaksanakan oleh pemerintah dan itu seharusnya dilaksanakan," ujarnya.

Baca Juga: Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Pukat UGM: Indonesia Masih Suram

Kemudian, ia menyoroti pentingnya peran presiden dalam memimpin reformasi institusi penegak hukum khususnya Kepolisian dan Kejaksaan. Sebab dua institusi tersebut memang berada di bawah presiden.

Dua institusi itu punya kewenangan memberantas korupsi. Namun sayangnya, lanjut Zaenur, dua institusi ini masih terus terlilit kasus-kasus korupsi.

"Kasus pinangki, jenderal napoleon itu kan juga merupakan bukti nyata kedua institusi ini masih lekat dengan korupsi," sebutnya.

Selanjutnya dari sisi pencegahan, Zaenur berujar memang penting untuk mereformasi birokrasi untuk dilakukan secara nyata. Agar birokrasi bisa efektif, efisiensi, profesional, bersih dari korupsi.

"Nah sekarang itu belum terjadi. Tentunya pencegahan korupsi yang penting juga memperbaikinya sistem pengadaan barang dan jasa untuk mempersempit ruang gerak korupsi, juga perizinan," ujarnya.

Load More