Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Minggu, 02 Januari 2022 | 16:34 WIB
Lava pijar berguguran dari puncak Gunung Merapi terlihat di Turi, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (25/4/2021). [ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah]

SuaraJogja.id - Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida memastikan tidak ada perubahan terkait dengan prakiraan bahaya dari erupsi Gunung Merapi hingga saat ini. Prakiraan bahaya itu sendiri sudah dibuat berdasarkan data yang ada dengan memperhitungkan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.

"Jadi yang kita gunakan berdasarkan kita menentukan prakiraan bahaya ini belum berubah. Mungkin ini sudah lama kita sampaikan karena memang dari data-data pemantauan yang kita sampaikan ini potensinya masih sama ya," kata Hanik kepada awak media, Minggu (2/1/2022).

Disampaikan Hanik, prakiraan bahaya itu termasuk dengan potensi runtuhnya dua kubah lava yang dimiliki Merapi saat ini. Baik di sektor barat daya maupun tengah yang juga masih terus tumbuh.

"Kita buat (prakiraan bahaya) volume kubah di sisi barat dengan 3 juta (meter kubik) akan longsor. Padahal sekarang kan volumenya 1,65 juta meter kubik. Ini artinya bahwa kita sudah membuat satu model yang worst scenario," ungkapnya.

Baca Juga: Awal Tahun 2022, Gunung Merapi Luncurkan 3 Kali Lava Pijar

Penentuan besaran tiga juta material kubah lava di barat yang akan longsor itu, kata Hanik juga telah dirancang berdasarkan data yang ada. Melihat permodelan itu, ancaman bahaya jika memang skenario itu terjadi, longsoran material bakal meluncur sejauh 5 kilometer.

"Jadi sudah ada faktor-faktor lain sehingga kita coba menjadi 3 juta berdasarkan data-data itu tadi. Kalau 3 juta longsor maka awan panas akan masuk Sungai Boyong, Bebeng, Krasak, Putih sejauh 5 km," paparnya.

Sementara itu untuk kubah lava yang ada di tengah jika ternyata longsor dengan volume sebesar 1 juta meter kubik. Maka jarak luncur material itu akan menjangkau hingga 5 kilometer juga.

BPPTKG sendiri menentukan skenario bahaya itu dengan berbagai dasar dan data yang diperhatikan. Di antaranya meliputi data historis sejarah erupsi, data pemantauan saat ini, kondisi morfologi dan pemodelan fisis.

Tidak hanya luncuran material atau awan panas saja yang diperhitungkan, tetapi juga potensi guguran lahar dari puncak Merapi yang juga penting untuk diamati.

Baca Juga: BPPTKG: Erupsi Merapi Belum Akan Berhenti Dalam Waktu Dekat

"Jadi material guguran dan awan panas erupsi terakumulasi di lereng barat daya di ketinggian 1.400 - 2.000 mdpl dan di tenggara di ketinggian 1.700 - 2.000 mdpl masing-masing sekitar 1 juta meter kubik," jelasnya.

Dari data tersebut, Hanik menyampaikan BPPTKG kemudian membuat pemodelan terkait luncuran lava itu. Dari model volume yang 1 juta meter kubik tersebut akan meluncur ke sungai-sungai sejauh lebih dari 10 kilometer.

"Tapi masih ada di alur sungai. Jadi potensi terjadi lahar saat ini adalah di alur sungai. Apabila ada kegiatan-kegiatan di alur sungai sebaiknya untuk dihindari," tuturnya.

Kendati demikian, Hanik tetap mengimbau masyarakat untuk senantiasa meningkatkan kewaspadaan. Terlebih kondisi alam yang kadang tidak bisa diprediksi begitu saja.

"Tadi yang kita modelkan adalah kondisi sekarang, kadang-kadang alam ini ada yang sifatnya tiba-tiba tidak terkendali, misalnya ada suplai dari dalam itu bisa juga terjadi. Tapi sekali lagi dengan data-data sekarang ini belum ada tanda-tanda untuk ke sana," terangnya.

Ditambahkan Hanik, pengamatan terhadap curah hujan di puncak Merapu juga penting untuk dilakukan. Sebab akan berpengaruh juga dengan kestabilan lereng yang ada dan dampak berupa banjir lahar hujan.

"Jadi kita biasanya mewaspadai adanya curah hujan yang tinggi di puncak itu terjadi ketika curah hujan 20-30 mm lebih dari dua jam. Nah itu mungkin yang perlu kita perhatikan," tandasnya.

Load More