SuaraJogja.id - Kelompok Kerja (Pokja) Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM meminta masyarakat tidak lengah terhadap sebaran varian Covid-19 Omicron. Terlebih kepada anak-anak yang juga tetap berpotensi tertular.
Ketua Pokja Genetik FKKMK UGM Gunadi menuturkan, frekuensi penularan Omicron kepada anak sendiri tercatat mulai ada peningkatan. Walaupun memang diperlukan penelitian lebih lanjut terkait dengan dampak akibat paparan tersebut.
"Ya memang data menunjukkan bahwa beberapa meningkat ya frekuensinya kepada anak-anak tapi kemudian perlu penelitian lebih lanjut apakah kemudian terhadap fatalitasnya," ujar Gunadi kepada awak media, Senin (24/1/2022).
Akibat data penelitian yang masih minimal tersebut. Kemudian, kata Gunadi, hal perlu untuk terus digencarkan adalah vaksinasi Covid-19 khususnya kepada anak-anak.
Baca Juga: Gejala Umum Virus Omicron yang Bisa Dikenali Menurut CDC
Hal tersebut bertujuan untuk bisa terus menjaga anak-anak dari paparan Omicron. Sehingga dampak lebih buruk bisa lebih diminimalisir.
"Jadi karena datanya masih minimal untuk anak-anak terhadap severitas, yang bisa dilakukan saat ini oleh kita semua termasuk pemerintah adalah vaksinasi kepada anak-anak," ucapnya.
Dalam kondisi ini, Gunadi berharap tidak hanya anak-anak di usia enam tahun ke atas saja yang bisa mendapatkan vaksinasi Covid-19. Melainkan juga anak-anak usia enam tahun ke bawah.
"Harapannya mungkin di bawah enam tahun harusnya ya tapi kan kita masih menunggu dari WHO juga karena yang di atas enam ke atas sudah tapi mungkin mudah-mudahan WHO sudah dalam waktu dekat sudah approve untuk di bawah enam tahun ya," terangnya.
Vaksinasi bagi semua masyarakat termasuk kelompok anak-anak di bawah enam tahun, kata Gunadi menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Sebab di satu kelompok masyarakat yang belum menerima vaksinasi Covid-19 akan masuk dalam sisi rentan.
Baca Juga: Dipindah dari Bali ke Jakarta, Wagub DKI: Sekalipun Ada Varian Omicron Tak Ganggu Pelaksanaan G20
"Karena kalau bagaimana pun ada salah satu populasi di antara masyarakat yang belum tervaksinasi kan ada sisi rentan juga ya. Sebaliknya dari enam sampai usia tua sudah tapi ada populasi anak-anak di bawah 5 tahun ke bawah belum. Ini kan tentu menjadi titik poin virus itu bersirkulasi," jelasnya.
Lebih lanjut, sisi rentan dari sebuah kelompok masyarakat itu bisa jadi titik poin dari virus tersebut kemudian bersirkulasi. Jika sudah bersirkulasi bukan tidak mungkin virus tersebut akan bermutasi ke berbagai varian virus lainnya.
"Dimana semakin sering virus itu bersirkulasi di masyarakat maka makin mungkin menimbulkan mutasi-mutasi baru. Itu kan teorinya seperti itu dan ini terjadi pada Omicron pada Delta, dia bersirkulasi cepat maka kemudian timbul lah mutasi varian-varian baru," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya lima organisasi profesi medis mendesak pemerintah untuk mengevaluasi proses pembelajaran tatap muka atau PTM 100 persen di sekolah karena kasus Covid-19 mulai melonjak akibat varian Omicron.
Kelima organisasi tersebut yakni Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Indonesia Intensif Indonesia (PERDATIN), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Ketua PERKI Isman Firdaus menambahkan, anak-anak berpotensi mengalami komplikasi berat jika terpapar Covid-19 varian Omicron.
"Yaitu multisystem inflammatory syndrome in children associated with COVID-19 (MIS-C) dan komplikasi long COVID-19 lainnya sebagaimana dewasa yang akan berdampak pada kinerja dan kesehatan organ tubuh lainnya," jelas Isman.
Oleh sebab itu, kelima organisasi profesi medis ini meminta pemerintah untuk memperbolehkan anak-anak atau orang tuanya untuk memilih belajar di rumah atau tatap muka di sekolah, bukan wajib PTM 100 persen.
"Anak-anak yang sudah melengkapi vaksinasi COVID-19 dan cakap dalam melaksanakan protokol kesehatan dapat mengikuti PTM," jelasnya.
Kemudian, anak-anak yang memiliki komorbid dihimbau untuk memeriksakan diri terlebih dahulu ke dokter yang menangani.
Pemerintah juga diminta untuk transparan terkait kasus Covid-19 di sekolah agar memberi kenyamanan bagi orang tua murid untuk mengirim anaknya belajar tatap muka di sekolah.
Berita Terkait
-
Panduan Membentuk Pola Makan Sehat untuk Balita, Cerdaskan Si Kecil dengan Gizi Optimal
-
Bolehkah Teh untuk Balita? Ketahui Dampaknya untuk Kesehatan
-
Viral Pengasuh Cekoki Balita Obat Steroid Biar Gemoy dan Nafsu Makan, Ortu Wajib Tahu Bahayanya buat Anak!
-
Viral Balita Dicekoki Streroid Agar Gemuk, IDAI Minta Pengawasan Penjualan Obat Keras Diperketat
-
Penurunan Stunting di Indonesia: PR Jokowi untuk Pemerintahan Prabowo
Terpopuler
- Respons Sule Lihat Penampilan Baru Nathalie Tuai Pujian, Baim Wong Diminta Belajar
- Berkaca dari Shahnaz Haque, Berapa Biaya Kuliah S1 Kedokteran Universitas Indonesia?
- Pandji Pragiwaksono Ngakak Denny Sumargo Sebut 'Siri na Pace': Bayangin...
- Beda Penampilan Aurel Hermansyah dan Aaliyah Massaid di Ultah Ashanty, Mama Nur Bak Gadis Turki
- Jadi Anggota DPRD, Segini Harta Kekayaan Nisya Ahmad yang Tak Ada Seperempatnya dari Raffi Ahmad
Pilihan
-
Profil Sean Fetterlein Junior Kevin Diks Berdarah Indonesia-Malaysia, Ayah Petenis, Ibu Artis
-
Kritik Dinasti Politik Jadi Sorotan, Bawaslu Samarinda Periksa Akbar Terkait Tuduhan Kampanye Hitam
-
Bakal Dicopot dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Siapa yang Dirubah Engga Tahu!
-
Pegawai Komdigi Manfaatkan Alat AIS Rp250 M untuk Lindungi Judol, Roy Suryo Duga Ada Menteri Ikut 'Bermain'
-
Trump Effect! Wall Street & Bursa Asia Menguat, IHSG Berpotensi Rebound
Terkini
-
Ferry Irwandi vs Dukun Santet: Siapa Surasa Wijana Asal Yogyakarta?
-
Terdampak Pandemi, 250 UMKM Jogja Ajukan Hapus Hutang Rp71 Miliar
-
Dari Sumur Bor hingga Distribusi Pupuk, Harda-Danang Siapkan Jurus Atasi Krisis Pertanian di Sleman
-
Jagung dan Kacang Ludes, Petani Bantul Kewalahan Hadapi Serangan Monyet
-
AI Ancam Lapangan Kerja?, Layanan Customer Experience justru Buat Peluang Baru