Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 21 Februari 2022 | 15:16 WIB
Ketua SBSI Korwil DIY, Dani Eko Wiyono menyampaikan orasi menolak Permenaker nomor 2/2022 di Kantor Disnakertrans DIY, Senin (21/2/2022). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Puluhan pekerja yang tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Korwil DIY mendesak pemerintah untuk segera mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022. Penolakan tersebut dilakukan dengan aksi penyampaian pendapat di Kantor Disnakertrans DIY, Senin (21/2/2022) dengan mendatangkan mobil Komando. 

Ketua SBSI Korwil DIY, Dani Eko Wiyono menegaskan kedatangannya ke kantor Disnakertrans ini meminta untuk menyampaikan keluhan para buruh dengan dicabutnya Permanaker No 19/2015 yang diganti dengan Permenaker yang baru. 

"Jadi kami menyayangkan mengapa pemerintah bertindak demikian. Jelas-jelas Permenaker yang lama itu sudah baik untuk kesejahteraan pekerja. Hari ini Menterinya sendiri mengubah dan imbasnya kepada buruh juga," ujar Dani dalam orasinya di depan halaman Kantor Disnakertrans DIY. 

Ia mengatakan Permenaker Nomor 2/2022 yang mengatur usia pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) sendiri sangat merugikan pihak pekerja. Berbeda dengan pegawai di pemerintahan yang lebih terjamin terhadap masa tuanya nanti. 

Baca Juga: Desas-Desus Partai Buruh Dihidupkan Kembali, Begini Kata Ketua SBSI DIY

"Usia 56 tahun teman-teman buruh itu baru bisa mencairkan JHT. Sedangkan mereka kan sudah dipotong gaji dan berhak menerima JHT ini jika dia membutuhkan. Ini kan uang rakyat, kenapa harus ditahan-tahan?, pemerintah ini tidak jelas," ujar dia. 

Dani menjelaskan sejak awal Permenaker 2/2022 ini muncul, tidak ada transparansi dari pemerintah. Meski disebutkan dalam jangka tertentu akan diinvestasikan, SBSI tetap menolak. 

"Sekarang apa alasannya mereka menunda-nunda hingga 56 tahun?, tidak ada yang membuat buruh untung. Itu jelas hak mereka tapi tertunda karena peraturan ini. Kalau pun ada investasi yang diklaim akan menguntungkan buruh, kami tetap menolak," kata dia. 

Dani mengatakan bahwa nilai uang di tahun-tahun selanjutnya akan berubah. Artinya jika pekerja harus menunggu hingga usia 56 tahun untuk bisa mencairkan JHT, belum tentu dengan hasil yang diterima nanti mampu digunakan untuk manfaat yang lebih baik. 

"Katakanlah mereka sudah keluar dari pekerjaannya di usia 40 tahun. Artinya dia harus menunggu waktu hingga 16 tahun lagi untuk dicairkan. Jika JHT bisa diambil hari ini, berapa banyak manfaat yang bisa dia dapatkan, bisa saja membuka usaha karena masih produktif, jadi tidak perlu menunggu usia 56 tahun," ungkap dia. 

Baca Juga: Pemerintah Dinilai Lambat Tangani Pandemi Covid-19, SBSI DIY Beri Opsi Penanganan

Dani juga menyayangkan aturan pemerintah yang ditetapkan di tengah pandemi ini dinilai banyak merugikan masyarakat. Setelah UU Cipta Kerja disahkan, pada saat ini Permenaker nomor 2/2022 disahkan. 

"Sekali lagi kami tegas menolak adanya Permenaker ini. Banyak pekerja yang mengeluhkan kepada kami bagaimana nasib mereka yang keluar dari perusahaan akibat pandemi kemarin dan tidak bisa mencairkan JHT," kata dia. 

Seorang pegawai warung makan di Jogja, Dot (30), mengaku sejak keluar dari tempat kerjanya Juli 2021 lalu dia sudah mengurus JHT. Namun tak kunjung mendapat jawaban dari Disnakertrans, mengingat warung makannya telah menunggak pajak dan tidak bisa memastikan kapan JHT cair. 

"Parahnya malah keluar peraturan baru ini. Semakin sulit saya kalau meminta JHT ini cair. Sekarang saya hanya freelance, tidak ada pekerjaan tetap. Saya minta hak saya terbentur dengan usia yang harus 56. Kami hanya bisa berharap ke pemerintah bisa mempertimbangkan kasus seperti saya dan teman-teman saya ini," kata Dot yang enggan menyebutkan nama aslinya itu. 

Tidak hanya dirinya, sejumlah pegawai lain juga merasakan hal yang sama, Fitriya Amali (31) juga tak tahu nasibnya dengan JHT yang harus ia terima nanti.

"Maka dari itu kami juga bersama SBSI ini, mendesak agar ada pemerintah memberi opsi lain setelah kami keluar dari perusahaan kami. Menunggu usia 56 tahun itu tidak pasti juga, siapa yang akan menjamin kami masih bisa hidup?," keluh dia.

Load More