Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 25 Februari 2022 | 18:24 WIB
Sebuah gedung tampak hancur usai dihantam roket yang dilepaskan tentara Rusia di wilayah timur Ukraina, Kamis (24/2/2022). (Foto: AFP)

"Nah, ini menjadi faktor sensitif karena Rusia seperti terkepung nantinya, dia akan terisolir dan sebagainya-sebagainya. Oleh karena itu di dalam perundingan-perundingan awal ketika krisis ini di awal, itu kan Rusia menekankan pentingnya jaminan bahwa NATO tidak akan memasukkan Ukraina ke dalam keanggotaan NATO nanti. Itu yang tidak mau dilakukan oleh Amerika," paparnya.

Amerika di satu sisi ingin bahwa hal itu dilakukan tanpa syarat. Rusia harus menarik pasukannya dari sana tanpa syarat apapun. 

"Jadi ini sebenarnya sikap yang take it or leave it itu kan hanya bisa dilakukan oleh negara dengan kekuatan yang tidak seimbang. Jadi kalau kita bernegosiasi dengan dasar yang tidak seimbang misal saya dalam posisi superior gitu saya mengatakan, kamu mau ini atau tidak? Ya kan, tapi persoalannya Rusia tidak seinferior itu," terangnya.

Di sini, kata Muhadi, Rusia punya kebutuhan yang serius bahwa negaranya membutuhkan jaminan keamanan itu. Dengan tidak menjadikan Ukraina menjadi bagian dari NATO tetapi itu yang tidak diinginkan Amerika.

Baca Juga: Bisnis dan Kekayaan Roman Abramovich, Taipan Rusia yang Dipaksa Hengkang dari Chelsea

"Sebenarnya kalau kita mau berbicara tentang perdamaian, perdamaian itu negosiasinya ya harus kita memperhatikan concern dari lawan itu. Nah saya tidak mengatakan invasi Rusia itu betul tetapi Rusia itu punya alasan yang mungkin banyak yang tidak mempertimbangkan itu," ujarnya.

Di sisi lain, NATO juga tidak bisa masuk ke dalam konflik tersebut. Pasalnya Ukraina sendiri belum tergabung dalam NATO. 

"Makanya yang bisa dilakukan hanyalah mensuplai senjata atau memberi bantuan," sebutnya.

Muhadi mengungkapkan keadaan saat ini yang dinilai cukup merisaukan adalah Amerika yang juga mengirimkan pasukan ke Eropa. Hal itu membuat adanya potensi eskalasi konflik yang menambah runyam persoalan tersebut.

"Ini kalau kita bicara tentang perang dunia ketiga itu ya di situ itu kemungkinannya. Eskalasi itu, misalkan rudal Rusia ternyata masuk ke wilayah salah satu negara NATO, kan Ukraina itu sebelahnya sudah NATO semua itu. Nah itu kalau satu negara anggota NATO itu terkena, ya sudah NATO punya alasan untuk masuk ke sana," urainya.

Baca Juga: Petinju Bersaudara Klitschko Kobarkan Genderang Perang Melawan Rusia, Siap Angkat Senjata!

"Jadi ruang itu terbuka sekali. Nah bayangannya Ukraina itu selama ini kan agak keras kepala juga gitu ya. Jadi dia membayangkan NATO akan masuk tapi kan gak bisa begitu saja. Kecuali kemudian NATO kemudian merasa terancam karena ada rudal yang masuk ke salah satu negara anggota NATO, kemudian semua negara anggota NATO bisa masuk," sambungnya.

Load More