SuaraJogja.id - Mantan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2005-2015 Profesor KH Muhammad Din Syamsuddin jadi penceramah tarawih di Masjid Kampus UGM pada Selasa (12/4/2022). Tema ceramah yang disampaikan yaitu Mengembangkan Toleransi Membangun Indonesia Maju.
Dalam ceramahnya, Din menyebut bahwa negara Indonesia adalah negara yang majemuk baik dari agama, suku, ras, hingga golongan. Kemajemukan ini bak pisau bermata dua apabila tidak dikelola dengan baik.
"Kemajemukan yang dimiliki Indonesia bisa menjadi peluang tapi sekaligus bisa menjadi ancaman yang membawa perpecahan," ucapnya.
Kemajemukan bisa menjadi perpecahan, sambungnya, kalau muncul sektarianisme. Ini akan menjadi faktor kelemahan yang bisa berujung pada perpecahan bangsa.
"Kalau muncul sebuah sektarianisme bisa berujung pada perpecahan di tengah masyarakat," katanya.
Untuk itu, kemajemukan harus dirawat dan dikelola sebaik mungkin agar jadi kekuatan untuk memajukan bangsa.
"Modal sosial bangsa untuk bisa terus eksis dan merajut kemajemukan yang ada ini. Susah diamalkan tapi mudah dikatakan," ungkap dia.
Ia menyatakan kemajemukan tersebut selama ini hanya selalu diungkapkan dalam slogan pancasila dan kebhinnekaan. Menurutnya, ungkapan seperti itu adalah sebuah ekspresi yang bersifat eksklusif.
"Oleh karena itu tidak bisa diklaim sepihak (yang mengaku paling Pancasila) tapi harus dihayati betul oleh individu, umat beragama, kelompok kesukuan, organisasi kemasyarakatan, dan pemerintah," terangnya.
Dia menekankan, yang paling bertanggung jawab tentang kemajemukan ialah pemerintah. Alasannya karena pemerintah mendapat mandat dari rakyat.
"Maka isi sila keempat maknanya sangat dalam tapi ini justru yang diabaikan," katanya.
Sila keempat, ujarnya, padat isi perihal Keislaman di mana terdapat kata rakyat. Dijelaskannya bahwa rakyat merupakan serapan dari Bahasa Arab yakni ro'iyah yang berarti kepemimpinan.
"Maka rakyat hakekatnya pemimpin tertinggi daripada penguasa, maka harus ada keseimbangan. Hubungannya paling tidak ada dimensi cinta, penguasa harus mencintai rakyatnya, tanggung jawab, dan
tidak boleh menelantarkan rakyatnya. Itulah dimensi relasi rakyat dan penguasa," paparnya.
Dengan begitu, pemerintah harus berada di atas semua golongan serta jadi pemersatu dalam keragaman.
"Sekali saja (pemerintah) berpihak kepada kelompok tertentu, di situlah akan terjadi ketidakseimbangan," ujarnya.
Berita Terkait
-
Din Syamsuddin Deklarasikan Partai Pelita, Viral Rombongan Supermoto Masuk Tol
-
Selain Amien Rais, Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin Kembali ke Gelanggang Politik, Kini Gabung Partai Pelita
-
Ungkap Akan Ada Purnawirawan TNI-Polri Gabung Partai Pelita, Din Syamsuddin: Rata-rata Jenderal
-
Partai Pelita Resmi Dideklarasikan, Din Syamsuddin Disebut Jabat Ketua MPP
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Konser "Jogja Hanyengkuyung Sumatra": Kunto Aji hingga Shaggydog Ikut Turun Gunung
-
Danantara dan BP BUMN Siagakan 1.000 Relawan untuk Tanggap Darurat
-
Bantu Korban Sumatera, BRI Juga Berperan Aktif Dukung Proses Pemulihan Pascabencana
-
Anak Mantan Bupati Sleman Ikut Terseret Kasus Korupsi, Kejaksaan Buka Suara Soal Peran Raudi Akmal
-
Imbas Jembatan Kewek Ditutup, Polisi Siapkan Skema Dua Arah di Sekitar Gramedia-Bethesda