SuaraJogja.id - Dilaporkan media pemerintah KCNA, sedikitnya satu orang Korea Utara yang dikonfirmasi positif Covid-19 meninggal dunia. Selain itu, 350.000 orang lainnya menunjukkan gejala demam.
Sebanyak 187.800 orang dirawat di ruang isolasi setelah demam yang tidak diketahui asalnya "menyebar secara luas ke seluruh negeri" sejak akhir April, tetapi KCNA tidak menyebutkan berapa banyak di antara mereka yang dinyatakan positif COVID-19.
Sedikitnya enam orang yang menunjukkan gejala demam meninggal dunia. Salah satu di antaranya dipastikan sebelumnya tertular varian virus Omicron, kata KCNA.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengunjungi pusat komando antivirus pada Kamis (12/5) untuk memeriksa situasi.
Ia sebelumnya menyatakan "keadaan darurat paling parah" dan memerintahkan penguncian wilayah (lockdown) secara nasional pada hari yang sama.
Korut mengatakan wabah itu dimulai di Ibu Kota Pyongyang pada April.
Media pemerintah tidak memerinci penyebab wabah itu, tetapi Pyongyang menyelenggarakan beberapa acara publik besar-besaran pada 15 dan 25 April, termasuk parade militer dan pertemuan besar, saat kebanyakan orang tidak memakai masker.
Kim mengkritik bahwa penyebaran demam secara terus-menerus dengan wilayah ibu kota sebagai pusat wabah menunjukkan bahwa ada titik rentan dalam sistem pencegahan epidemi yang telah dibuat negara itu.
Kim mengatakan mengisolasi dan merawat secara aktif orang-orang yang demam merupakan prioritas utama.
Baca Juga: Terapkan Lockdown, Korea Utara Laporkan Kematian Pertama Akibat COVID-19
Ia juga menyerukan metode dan taktik perawatan ilmiah "dengan tempo kilat" dan memperkuat langkah-langkah untuk memasok obat-obatan.
Dalam laporan lain, KCNA mengatakan otoritas kesehatan berusaha mengatur sistem pengujian dan perawatan serta meningkatkan upaya desinfeksi.
Penyebaran virus yang cepat menyoroti potensi krisis besar di negara yang kekurangan sumber daya medis itu. Korut menolak bantuan internasional untuk vaksinasi dan telah menutup perbatasannya.
Kalangan analis mengatakan wabah COVID-19 tahun ini dapat memperburuk krisis pangan serta di negara yang terisolasi itu.
Lockdown, kata mereka, akan menghambat perjuangan keras melawan kekeringan dan mobilisasi tenaga kerja di negara itu.
Korut, yang telah menolak pasokan vaksin dari program berbagi vaksin global COVAX dan China, mungkin membuat sebagian besar orang dalam masyarakat yang relatif muda berisiko lebih tinggi terinfeksi.
Berita Terkait
-
Terapkan Lockdown, Korea Utara Laporkan Kematian Pertama Akibat COVID-19
-
Update Covid-19 Global: Korea Utara Laporkan Kematian Pertama
-
Korea Utara Terserang Covid-19 untuk Pertama Kali, Terindikasi Kasus Omicron di Pyongyang
-
Kasus Pertama Covid-19 Ditemukan, Korea Utara Berada di Darurat Nasional Terparah
-
Sudah 2 Tahun Pandemi, Korut Umumkan Wabah Pertama Covid-19, Perintahkan Lockdown Total!
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
Terkini
-
BRI Gelar RUPSLB, Aset Tembus Rp2.123 Triliun Hingga Q3 2025
-
BRI Pastikan Pembayaran Dividen Interim Saham 2025 pada Januari 2026
-
Pohon Tumbang Jadi Momok saat Cuaca Ekstrem, BPBD DIY Waspadai Dampak Siklon Mendekat
-
Antisipasi Scam di Wisata Keraton Jogja saat Nataru, BPPD DIY Perketat Pengawasan
-
100 Tahun Perjuangan Perempuan Masih Jauh dari Keadilan, Stigma Korban KDRT Masih Seputar Pakaian