Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 02 Juni 2022 | 12:29 WIB
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan terdapat tren peningkatan kasus kekerasan seksual pada tahun ini. Hingga pertengahan tahun 2022 ini saja tercatat sudah ada 400 kasus yang masuk ke LPSK.

"Akhir-akhir ini tren yang naik ini adalah tren kekerasan seksual pada perempuan maupun anak," kata Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo kepada awak media ditemui di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Kamis (2/6/2022).

"Untuk kekerasan seksual ada baru sampai ini udah 400-an di seluruh Indonesia untuk tahun ini. Rata-rata memang pada anak dan perempuan terutama itu," sambungnya.

Disampaikan Hasto, LPSK terus berupaya untuk mendampingi semua korban kekerasan seksual tersebut. Meskipun memang hingga sekarang belum dapat mencakup semua korban.

Baca Juga: Lindungi Anak dari Kejahatan Seksual, Ulasan 'Anakku Sayang Anakku Aman'

"Dari 400 yang sudah didampingi sebagian besar kita dampingi," ucapnya.

Hal itu, kata Hasto, akibat dari tekanan-tekanan yang dialami oleh para korban. Sehingga tidak jarang kasus asusila itu hanya dianggap aib saja.

"Cuma kan kalau kasus-kasus asusila gitu biasanya orang malu. Orang menganggap ini aib jadi cenderung untuk tidak melakukan apa-apa," terangnya.

Sebelumnya, Tenaga Ahli Pusat Studi Wanita, Sri Wiyanti Eddyono menuturkan tidak hanya kekerasan seksual secara langsung saja yang perlu diperhatikan. Namun kekerasan seksual secara online juga menjadi persoalan yang serius dan layak mendapat perhatian lebih.

Terlebih angka kekerasan berbasis gender online melonjak drastis selama pandemi Covid-19.

Baca Juga: Keras! Kak Seto Minta PN Semarang Hukum Maksimal Ayah yang Cabuli Anak Tirinya

"Soal kekerasan berbasis online ini kan luar biasa sekarang. Malah peningkatannya selama Covid-19 ya, (data) salah satu LBH dan Komnas (perempuan) kasus kekerasan seksual berbasis online itu (naik) 400 persen," kata perempuan yang akrab disapa Iyik tersebut ditemui di Balairung UGM, Selasa (17/5/2022).

Dosen Fakultas Hukum UGM itu menuturkan penanganan untuk kasus kekerasan seksual berbasis online saat ini juga masih susah untuk dilakukan. Hal itu berkaitan dengan penegakan hukum atas kasus itu sendiri.

"Nah problemnya adalah penegakan hukumnya itu. Susah sekali membawa kasusnya, banyak yang meminta kasusnya untuk didrop," ujarnya.

Disebutkan Iyik, perlu peran dari ahli teknologi dalam menangani kasus kekerasan seksual berbasis online ini. Misalnya saja untuk ikut mencari keberadaan pelaku dan sebagainya.

Banyak pihak dari lintas sektoral yang perlu terlibat dalam penanganan kasus tersebut. Mengingat pesat dan kompleksnya perkembangan teknologi informasi di masa sekarang ini.

"Untuk ditracking itu butuh para ahli-ahli teknologi yang harus banyak lintas sektor ini, banyak pihak yang harus berperan dan bahkan pendefinisian bagaimana penanganan informasi dokumem elektronik itu sendiri. Nah itu memang menurut saya menjadi problem yang harus segera ditangani," tegasnya.

Load More