Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Kamis, 16 Juni 2022 | 12:49 WIB
prosesi eksekusi lahan dan bangunan milik pengusaha bus asal Gunungkidul. [Kontributor / Julianto]

SuaraJogja.id - Kericuhan warnai eksekusi bangunan dan lahan di kawasan Jalan Raya Jentir-Sukoharjo, Kalurahan Sambirejo, Kapanewon Ngawen yang dilakukan Pengadilan Negeri Wonosari Gunungkidul, Kamis (16/6/2022).

Eksekusi dilakukan terhadap bangunan milik Eko Haryanto, pengusaha otobus (PO) Rista Jati. Lahan dan bangunan terpaksa dieksekusi karena sudah ada pelelangan usai Eko tak mampu melunasi hutangnya.

Saat akan dilakukan eksekusi, belasan anggota keluarga sudah berjaga di bangunan tersebut sejak pagi. Pukul 09.00 WIB petugas masuk ke area bangunan. Di dalam area bangunan nampak terparkir 3 bus pariwisata, sebuah truk dan dua mobil pick up serta beberapa sepeda motor.

Puluhan personil gabungan bersenjata lengkap mengawal proses pengosongan lahan ini yang berada di perbatasan Gunungkidul-Klaten yaitu di pintu gerbang pintu masuk Gunungkidul. Dalam eksekusi ini, pihak Eko Haryanto nampak tidak bersedia mengosongkan lahan. 

Baca Juga: Viral Pelajar Kepergok Saat Mesum di Parkiran Masjid Gunungkidul, Ternyata Sudah 3 Kali Melakukan di Tempat yang Sama

Juru sita Pengadilan Negeri Wonosari sempat memberikan waktu kepada Eko untuk mengosongkan lahan dan bangunan miliknya setelah sempat membacakan putusan untuk pengosongan lahan. Namun waktu 30 menit berlalu belum ada pergerakan dari pemilik lahan.

Negosiasi terus dilakukan namun berlangsung cukup alot, istri Eko Haryanto Arini Wulandari berteriak menolak pengosongan lahan. Kericuhan sempat mewarnai proses eksekusi ini. Pemilik lahan bersikukuh tidak ingin mengosongkan lahannya.

Bahkan beberapa kali pemilik lahan bersama keluarga sampai menyandera mobil towing dan mengusir truk yang akan digunakan memindahkan barang. Ibu Eko Haryanto dan beberapa anggota keluarga lain ada yang masuk ke kolong truk.

Terlihat pihak pemilik lahan sempat memarahi sopir yang membawa mobil towing tersebut yang nampaknya saling kenal. Bahkan ada salah satu keluarga yang harus diamankan karena sempat menyerang petugas.

Eko Haryanto menuturkan, menolak eksekusi lahan tersebut karena ia sudah memiliki niat baik untuk melunasi hutangnya yang masih tersisa. Karena beberapa bulan lalu dia telah membayar cicilan sebesar Rp 36,5 juta ke pihak bank. Namun ia heran karena lahannya tetap dieksekusi.

Baca Juga: Penuhi Syarat, 184 Calon Jamaah Haji di Gunungkidul Berangkat 18 Juni

Sebenarnya, lanjut dia, sudah berkali-kali mengajukan kredit ke Bank BTPN Pedan. Untuk yang pertama ia mengajukan kredit Rp150 juta dan mampu dilunasi. Kemudian mengajukan kembali Rp400 juta dan lunas. Terakhir Rp600 juta namun usaha dia mengalami pailit.

"Saya mengajukan restrukturisasi jadi Rp400 juta. Dan kemudian saya mencicilnya sisa Rp218 juta," jelas dia.

Namun setelah itu, ia memang mengalami kesulitan bayar nyaris 5 tahun. Kemudian, akhir tahun 2021 yang lalu tiba-tiba ada pemberitahuan jika 4 sertifikat yang dijadikan agunan akan dilelang oleh pihak Bank melalui KPKNL. 

Karena akan dilelang, ia kemudian berusaha membayar cicilan. Karena usaha tengah lesu, Eko terpaksa menjual dua unit busnya secara rongsokan dan laku Rp36,5 juta. Uang hasil penjualan akan ia gunakan untuk membayar cicilan.

Ia lantas menghubungi pihak bank untuk menanyakan jika dia membayar Rp36,5 juta apakah akan mengurangi pokok hutang tersebut dan tidak dilakukan lelang. Saat itu oknum pihak bank mengatakan bisa menitip uang dan akan mengurangi pokok hutang. 

"Karenanya saya langsung nitip ke oknum bank tersebut,"papar dia.

Namun ia kaget, karena ternyata bulan Januari ada pelelangan dan dimenangkan oleh seseorang. Tanggal 22 Februari kemudian ada permintaan dari pengadilan untuk melakukan pengosongan lahan secara sukarela.

Meski masuk ke tabungan, namun berkali-kali ia meminta print out buku tabungan pihak bank tidak pernah memberikannya. Hingga akhirnya ia sering didatangi pemenang lelang yang memintanya untuk meninggalkan bangunannya.

Pengacara Eko Haryanto, Agus Anton Surono mengatakan pihaknya melakukan penolakan eksekusi tersebut karena ada proses yang mereka nilai salah. Kliennya memang belum bisa melunasi hutangnya namun ada inisiatif untuk melunasinya.

"Saat ini pihaknya sudah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Wonosari. Dan saat ini proses sidang tengah berlangsung,"tambahnya.

Tetapi di tengah proses itu, ternyata eksekusi lahan seluas 1886 meter persegi dan 523 meter persegi Sambirejo Ngawen tetap dilakukan. 

Kontributor : Julianto

Load More