Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW
Selasa, 21 Juni 2022 | 12:26 WIB
Pendiri OHANA sekaligus anggota Komite CRPD PBB Risnawati Utami - (Suara.com/Galih Fajar)

"Hal yang lucu yang pernah dilakukan bapak saya itu adalah, bapak saya mencari monyet atau kera di hutan dari daerah Jawa Timur. Monyetnya dalam bis ucul [lepas]. Keluar dari kerangkeng, jadi heboh, tapi itu bagian dari kelucuan yang pernah saya alami, dan monyet itu harus dimasak sedemikian rupa, dan saya harus makan dagingnya," kenangnya.

"Selain harus pergi ke dukun, saya pernah 3-7 bulan di Blitar untuk berobat. Jadi lucu, semuanya kita lakukan untuk kesembuhan saya," lanjut perempuan kelahiran 21 Maret 1973 ini.

Walaupun dibohongi bahwa olahan daging kera itu merupakan abon sapi, Risnawati mengerti, apa yang dilakukan orang tuanya tersebut demi kesembuhannya. Ia bahkan salut dengan perjuangan orang tuanya, yang, kata dia, meski hanya lulusan SMA, memprioritaskan pendidikan anak agar bisa tumbuh menjadi pribadi berkualitas.

Karena polio yang dia alami sejak umur 4 tahun, kegiatan sehari-hari Risnawati pun dibantu dengan kruk. Cara dia berjalan lalu menjadi bahan ejekan teman-temannya di SD. Kendati begitu, Risnawati kecil sudah tahu cara membela dirinya melawan perundungan.

Baca Juga: Kisah Risnawati dalam Memperjuangkan Hak Disabilitas (Bagian 2-Selesai)

Pendiri OHANA sekaligus anggota Komite CRPD PBB Risnawati Utami - (Suara.com/Galih Fajar)
Kantor Perhimpunan OHANA milik Risnawati Utami - (Suara.com/Galih Fajar)

"Saya di-bully dikatakan pincang, tapi sebenarnya yang salah bukan saya karena memang saya jalannya seperti ini, jadi harusnya tidak boleh dihina dong. Saya pukul teman laki-laki sekelas saya sebagai justifikasi bahwa saya berhak untuk berjalan dengan cara saya sendiri," ungkap Risnawati.

Dua kali ia dipanggil guru BP karena memukul temannya dengan kruk. Namun, itu bukan masalah baginya. Bagi Risnawati, tindakan itu merupakan bukti bahwa ia tak mau tunduk begitu saja terhadap bullying, terlebih ia bukan sembarang siswi di sekolah meskipun memiliki cara berjalan yang tak sama dengan teman-temannya.

"Itu bentuk perlawanan saya saat saya masih anak-anak dan juga saya berprestasi, saya selalu ranking 1-3, maksimal ranking 3 di sekolah waktu SD, tidak pernah tidak ranking karena saya ingin membuktikan meskipun saya difabel, saya juga berprestasi sama seperti anak-anak yang lain. Orang tua saya pasti kasih hadiah kalau saya ranking," jelas Risnawati.

Perjuangan hak disabilitas melalui pendidikan

Kantor Perhimpunan OHANA milik Risnawati Utami - (Suara.com/Galih Fajar)
Kantor Perhimpunan OHANA milik Risnawati Utami - (Suara.com/Galih Fajar)

Beranjak dewasa, Risnawati lulus SMP dan SMA dengan nilai akhir yang memuaskan, mengantarnya lulus seleksi nasional masuk Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Ia mengambil jurusan Ilmu Hukum di sana.

Baca Juga: Liputan Khusus: Kisah Risnawati dan Perjuangan Hak Disabilitas (Part 1)

Pengalaman selama kuliah juga turut andil mengokohkan semangatnya memperjuangkan aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas. Selama empat tahun menempuh pendidikan di perguruan tinggi, Risnawati harus naik-turun di kampusnya.

Load More