"Hal yang lucu yang pernah dilakukan bapak saya itu adalah, bapak saya mencari monyet atau kera di hutan dari daerah Jawa Timur. Monyetnya dalam bis ucul [lepas]. Keluar dari kerangkeng, jadi heboh, tapi itu bagian dari kelucuan yang pernah saya alami, dan monyet itu harus dimasak sedemikian rupa, dan saya harus makan dagingnya," kenangnya.
"Selain harus pergi ke dukun, saya pernah 3-7 bulan di Blitar untuk berobat. Jadi lucu, semuanya kita lakukan untuk kesembuhan saya," lanjut perempuan kelahiran 21 Maret 1973 ini.
Walaupun dibohongi bahwa olahan daging kera itu merupakan abon sapi, Risnawati mengerti, apa yang dilakukan orang tuanya tersebut demi kesembuhannya. Ia bahkan salut dengan perjuangan orang tuanya, yang, kata dia, meski hanya lulusan SMA, memprioritaskan pendidikan anak agar bisa tumbuh menjadi pribadi berkualitas.
Karena polio yang dia alami sejak umur 4 tahun, kegiatan sehari-hari Risnawati pun dibantu dengan kruk. Cara dia berjalan lalu menjadi bahan ejekan teman-temannya di SD. Kendati begitu, Risnawati kecil sudah tahu cara membela dirinya melawan perundungan.
Baca Juga: Kisah Risnawati dalam Memperjuangkan Hak Disabilitas (Bagian 2-Selesai)

"Saya di-bully dikatakan pincang, tapi sebenarnya yang salah bukan saya karena memang saya jalannya seperti ini, jadi harusnya tidak boleh dihina dong. Saya pukul teman laki-laki sekelas saya sebagai justifikasi bahwa saya berhak untuk berjalan dengan cara saya sendiri," ungkap Risnawati.
Dua kali ia dipanggil guru BP karena memukul temannya dengan kruk. Namun, itu bukan masalah baginya. Bagi Risnawati, tindakan itu merupakan bukti bahwa ia tak mau tunduk begitu saja terhadap bullying, terlebih ia bukan sembarang siswi di sekolah meskipun memiliki cara berjalan yang tak sama dengan teman-temannya.
"Itu bentuk perlawanan saya saat saya masih anak-anak dan juga saya berprestasi, saya selalu ranking 1-3, maksimal ranking 3 di sekolah waktu SD, tidak pernah tidak ranking karena saya ingin membuktikan meskipun saya difabel, saya juga berprestasi sama seperti anak-anak yang lain. Orang tua saya pasti kasih hadiah kalau saya ranking," jelas Risnawati.
Perjuangan hak disabilitas melalui pendidikan

Beranjak dewasa, Risnawati lulus SMP dan SMA dengan nilai akhir yang memuaskan, mengantarnya lulus seleksi nasional masuk Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Ia mengambil jurusan Ilmu Hukum di sana.
Baca Juga: Liputan Khusus: Kisah Risnawati dan Perjuangan Hak Disabilitas (Part 1)
Pengalaman selama kuliah juga turut andil mengokohkan semangatnya memperjuangkan aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas. Selama empat tahun menempuh pendidikan di perguruan tinggi, Risnawati harus naik-turun di kampusnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Advokat Hotma Sitompul Meninggal Dunia di RSCM
- Hotma Sitompul Wafat, Pengakuan Bams eks Samsons soal Skandal Ayah Sambung dan Mantan Istri Disorot
- 10 HP Midrange Terkencang Versi AnTuTu Maret 2025: Xiaomi Nomor 1, Dimensity Unggul
- 6 Rekomendasi Parfum Indomaret Wangi Mewah Harga Murah
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
Pilihan
-
Hasil BRI Liga 1: Comeback Sempurna, Persib Bandung Diambang Juara
-
RESMI! Stadion Bertuah Timnas Indonesia Ini Jadi Venue Piala AFF U-23 2025
-
Jenazah Anak Kami Tak Bisa Pulang: Jerit Keluarga Ikhwan Warga Bekasi yang Tewas di Kamboja
-
6 Rekomendasi HP Murah dengan NFC Terbaik April 2025, Praktis dan Multifungsi
-
LAGA SERU! Link Live Streaming Manchester United vs Lyon dan Prediksi Susunan Pemain
Terkini
-
Kisah Udin Si Tukang Cukur di Bawah Beringin Alun-Alun Utara: Rezeki Tak Pernah Salah Alamat
-
Dari Batu Akik hingga Go Internasional: Kisah UMKM Perempuan Ini Dibantu BRI
-
Pertegas Gerakan Merdeka Sampah, Pemkot Jogja Bakal Siapkan Satu Gerobak Tiap RW
-
Lagi-lagi Lurah di Sleman Tersandung Kasus Mafia Tanah, Sri Sultan HB X Sebut Tak Pernah Beri Izin
-
Rendang Hajatan Jadi Petaka di Klaten, Ahli Pangan UGM Bongkar Masalah Utama di Dapur Selamatan