Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW
Sabtu, 02 Juli 2022 | 20:37 WIB
Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) usai menyampaikan pernyataan bersama di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Kamis (30/6/2022). ANTARA FOTO/BPMI-Laily Rachev

Dikatakan pula bahwa Jokowi disebut sebagai juru damai yang tulus dan juru damai yang tidak memiliki kepentingan selain berharap agar mereka yang berkonflik segera berdamai.

Posisi itu, menurut dia, berbeda dengan negara-negara besar dan negara-negara yang memiliki nuklir yang tergabung dalam aliansi militer yang syarat kepentingan.

"Turki pernah, Israel pernah, Prancis pernah tetapi mereka tidak genuine (tulus). Jadi, mereka memihak. Oleh karena itu, dipandang dari sisi Rusia mereka dianggap tidak netral. Kita dalam posisi yang netral dan sejak awal kita memiliki konsistensi sikap yang seperti itu," ujarnya.

Riza mengakui kunjungan memang tidak bisa menghadirkan perdamaian dengan segera, tetapi setidaknya mampu menurunkan tensi ketegangan.

Baca Juga: Jalankan Misi Perdamaian ke Ukraina dan Rusia, Pakar Hukum Internasional Sebut Jokowi Lakukan Hal Luar Biasa

Agenda paling penting lainnya dari kunjungan Presiden Jokowi adalah memitigasi dampak terhadap pemulihan ekonomi.

Mengenai mitigasi itu, Riza optimistis bisa tercapai karena sudah ada beberapa inisiatif, misalnya akan dibukanya koridor untuk suplai pangan.

Koridor suplai pangan yang terkait dengan rantai pasok pangan ini, menurut dia, sangat penting karena Ukraina selama ini kehilangan akses ekspor.

"Hal ini saya kira yang mengganggu sektor pangan di dunia. Kalau nanti disepakati paling tidak ada pernyataan awal dari kedua belah pihak menggagas koridor terkait rantai pasok pangan, dan saya kira itu capaian yang besar dari Pak Jokowi. Kita tunggu juga yang menyangkut energi," ujarnya. [ANTARA]

Baca Juga: Disinggung Putin di Depan Jokowi, Apa Saja Jasa Rusia buat Indonesia?

Load More