Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Minggu, 09 Oktober 2022 | 11:07 WIB
Suporter Arema FC (Aremania) berdoa di Patung Singa Stadion Kanjuruhan, Malang, jawa Timur, Minggu (2/10/2022). [ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc]

SuaraJogja.id - Dinas Kesehatan Sleman mengirimkan tim psikolog ke Kabupaten Malang. Diketahui, kota tersebut baru saja dilanda tragedi Kanjuruhan, yang menyebabkan seratusan lebih suporter sepakbola meregang nyawa.

Tragedi itu diawali kericuhan akibat sejumlah suporter merangsek ke dalam area lapangan, usai laga Arema kontra Persebaya, 1 Oktober 2022.

Namun, teknik penanganan kepolisian yang menembakkan gas air mata saat kericuhan, menimbulkan begitu banyak korban nyawa.

Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Sleman, dr.Seruni Anggreini Susila mengatakan, tim yang diberangkatkan ke Malang terdiri dari sembilan orang. Lima orang merupakan tenaga psikolog dari Puskemas Moyudan, Godean 1, Berbah, Ngaglik 2 dan Seyegan.

Baca Juga: Terjawab Kapan Jadwal BRI Liga 1 Kembali Akan Dirilis, Hasil Pertemuan 18 Klub dan PT LIB

Sementara itu empat orang lainnya dari Dinas Kesehatan Sleman. Tim itu tergabung dalam tim Mata Hati (Masyarakat Tangguh Sehat Jiwa).

"Tim dari Sleman diterima dengan senang hati oleh Dinkes Kabupaten Malang dan Dinkes Provinsi Jawa Timur, serta Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Jawa Timur di Pusat Krisis Kementerian Kesehatan di Kabupaten Malang," ucapnya, Sabtu (8/10/2022).

Kedatangan tim diawali dengan menemui pemangku kepentingan di daerah tersebut kemudian menyampaikan misi dan kegiatan.

"Tim kemudian berpencar ke rumah warga, termasuk menuju empat Puskemas di Malang untuk menemui para korban," ucap ketua Tim Mata Hati itu.

Seruni mengatakan, meskipun korban yang disambangi tidak mengalami luka fisik, tetapi mereka rata-rata memendam trauma luar biasa.

Baca Juga: FIFA Minta Jadwal Liga 1 Jadi Sabtu dan Minggu, Jangan Malam Hari Pikirkan Keselamatan dan Keamanan

"Ada yang bisa meredam trauma itu, dan bisa pulang ke rumah. Namun ada beberapa korban terpaksa harus mondok atau dirawat di Puskesmas," terangnya.

"Karena kesulitan makan, tidak bisa tidur dan kadang berhalusinasi. Kami datang, kami dampingi," jelas Seruni.

Seruni menyebut, gejala-gejala yang dialami oleh para korban terdampak psikisnya akibat tragedi Kanjuruhan itu, masuk dalam jenis trauma kategori sedang.

Tetapi, gejala itu bisa berujung berat jika tidak segera ditangani secara tepat.

Ia mengatakan, para korban dalam tragedi Kanjuruhan umumnya memiliki luka batin. Dan proses pemulihan mentalnya tidak seperti luka fisik.

"Butuh pendampingan yang intens. Ini yang menjadi konsen dari tim Mata Hati Kabupaten Sleman dalam upaya membantu memberikan layanan," ujarnya.

Load More