Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Minggu, 09 Oktober 2022 | 11:07 WIB
Suporter Arema FC (Aremania) berdoa di Patung Singa Stadion Kanjuruhan, Malang, jawa Timur, Minggu (2/10/2022). [ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc]

"Karena kesulitan makan, tidak bisa tidur dan kadang berhalusinasi. Kami datang, kami dampingi," jelas Seruni.

Seruni menyebut, gejala-gejala yang dialami oleh para korban terdampak psikisnya akibat tragedi Kanjuruhan itu, masuk dalam jenis trauma kategori sedang.

Tetapi, gejala itu bisa berujung berat jika tidak segera ditangani secara tepat.

Ia mengatakan, para korban dalam tragedi Kanjuruhan umumnya memiliki luka batin. Dan proses pemulihan mentalnya tidak seperti luka fisik.

Baca Juga: Terjawab Kapan Jadwal BRI Liga 1 Kembali Akan Dirilis, Hasil Pertemuan 18 Klub dan PT LIB

"Butuh pendampingan yang intens. Ini yang menjadi konsen dari tim Mata Hati Kabupaten Sleman dalam upaya membantu memberikan layanan," ujarnya.

Setelah menemui para korban, pihaknya juga memberikan disaster plan atau bagaimana upaya penanganan pasca bencana. Terutama dalam upaya pemulihan mental. Mulai dari alur, hingga standar penanganan.

Trauma yang dirasakan dalam tragedi Kanjuruhan bukan hanya korban, tetapi juga keluarga korban. Apalagi, beberapa korban juga sebelumnya pernah berada di kelompok rentan, imbuhnya.

Salah satu kerentanan itu yakni ada korban yang sudah memiliki pengalaman depresi hingga mau bunuh diri. Kemudian, mereka mengalami tragedi Kanjuruhan.

"Sehingga, tragedi ini menjadi semacam pukulan besar bagi mereka. Kami lihat, kami saksikan trauma luar biasa," kata Seruni.

Baca Juga: FIFA Minta Jadwal Liga 1 Jadi Sabtu dan Minggu, Jangan Malam Hari Pikirkan Keselamatan dan Keamanan

Menurut dia, rata-rata yang menjadi korban dalam tragedi ini adalah usia produktif.

Load More