Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 27 Oktober 2022 | 16:09 WIB
Jumpa pers dan konsolidasi para pedagang Stasiun Wates yang telah digusur di Kantor LBH Yogyakarta, Kamis (27/10/2022). [Hiskia Andika Weadcaksana / Suarajogja.id]

SuaraJogja.id - Para pedagang di Stasiun Wates melakukan konsolidasi ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta pasca penggusuran kios yang sudah dilakukan sejak Jumat (12/8/2022) lalu. Mereka menyesalkan penggusuran yang dilakukan secara tergesa-gesa dan tanpa dasar hukum yang jelas itu.

Perwakilan pedagang Stasiun Wates, Utami Budi Wiharti menceritakan sebelum berada di area depan Stasiun Wates, ia bersama pedagang lain sempat berjualan di dalam stasiun. Namun kemudian digeser keluar setelah ada penataan tahun 2014 silam.

Saat itu para pedagang dijanjikan akan dibangunkan 15 kios untuk berdagang di Stasiun Wates dari PT KAI. Sembari menunggu itu Pemkab Kulon Progo pun mengizinkan pemilik kios di Stasiun Wates areal trotoar yang berada di selatan Stasiun Wates.

"Namun pada 12 Agustus 2022 Pemkab Kulon Progo melalui Satpol PP menggusur kami, padahal waktu itu yang menempatkan juga Pemkab tahun 2014 terus menggusur kami dengan surat perintah penggusuran dari KAI karena itu diakui tanah milik KAI. Padahal tanah yang kita tempati itu milik Kadipaten Pakualaman," ujar Utami di Kantor LBH Yogyakarta, Kamis (27/10/2022).

Baca Juga: Cerita Sepatu Wanda Hamidah, Saksi Bisu Perlawanan Terhadap Penggusuran

Dari situ, para pedagang merasa Pemkab Kulon Progo telah menggusur mereka tanpa ada dasar hukum yang jelas. Utami menilai bahwa langkah itu tidak mencerminkan semangat dari slogan HUT ke-71 Kulon Progo belum lama ini.

Padahal para pedagang juga tengah berjuang untuk bangkit dari pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir. Slogan itu sendiri berbunyi 'Bangkit Bersama Ekonomi Tertata Sejahtera Tercipta'.

"Nah itu kan tapi malah kita digusur istilahnya malah dimatikan, kita jadi pengangguran. Tidak punya pekerjaan dan tidak bisa berjualan, tidak punya pemasukan jadi tidak sejahtera, itu kan berlawanan sekali dengan slogan 71 tahun Kulon Progo," ucapnya.

"Jadi saat ini kan sejak 12 Agustus itu kita jadi tidak bisa berdagang, tidak bisa jualan dan tidak punya pemasukan seperti itu saat ini yang terjadi dengan kami," sambungnya.

Pedagang lainnya, Kelik mengaku prihatin dengan kondisi yang terjadi. Menurutnya tidak ada pemberitahuan yang jelas terkait dengan penggusuran kios-kios tersebut.

Baca Juga: Sambil Lesehan Temui Massa KOPAJA, Anies Klaim Pencabutan Pergub Penggusuran Terpentok Birokrasi

"Saat itu Pak Sekda yang notabenenya sudah mau pensiun memberikan surat, yang surat itu tidak berdasar. Harusnya ada sosialisasi, ada surat SP1, SP2 SP3 tapi tidak diberikan, tidak ada sama sekali, tiba-tiba langsung mengeksekusi tanpa memberitahu kita," ungkap Kelik.

Belum lagi, setelah itu para pedagang turut menerima surat terkait dengan ancaman pidana. Ia menilai perlakuan Pemkab Kulon Progo tersebut sangat ironis.

Kelik dan para pedagang lainnya meminta supaya Pemkab Kulon Progo bisa bertanggung jawab terhadap penggusuran ini. Sehingga tidak menyengsarakan rakyatnya seperti sekarang.

"Saya pengen ini segera saja pertanggungjawaban apapun itu harus ada karena ini bisa jadi satu contoh hal yang buruk di tingkat pemerintahan," kata dia.

Load More