Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 02 November 2022 | 10:40 WIB
Ilustrasi sekolah (Pixabay/Gustavo Ferreira Gustavo)

SuaraJogja.id - Setelah bertemu dengan pihak sekolah serta wali murid yang mengaku sebagai korban dugaan intimidasi, Dinas Pendidikan (Disdik) Sleman menyatakan bahwa apa yang terjadi adalah kesalahpahaman atau miskomunikasi. 

Sekretaris Disdik Sleman Sri Adi Marsanta mengungkap, dua pihak sudah memberikan klarifikasi atas kabar yang beredar luas itu. 

"Itu hanya miskomunikasi saja. Mereka akan ketemuan [lagi] pada Kamis (3/11/2022)," ungkapnya, Selasa (1/11/2022). 

Untuk mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, atas kabar dugaan intmidasi terhadap wali murid oleh kepala sekolah itu, Adi meminta agar seluruh pihak bisa menunggu pertemuan itu terlaksana di kantor Disdik Sleman.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca di Jogja 2 November 2022, Sleman dan Kulon Progo Diguyur Hujan Ringan

Ia memastikan, kalaupun pertemuan di antara pihak berselisih paham itu mundur, tetap akan teragendakan dalam pekan ini. 

Diberitakan sebelumnya, seorang wali murid berinisial DS di salah satu SD Negeri yang berada di Kapanewon Kalasan, mendatangi Kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY, Senin (31/10/2022) pagi.

Kedatangannya bermaksud untuk melaporkan dugaan intimidasi yang dilakukan pihak sekolah terhadapnya.

Relawan sekaligus tetangga yang mendampingi DS, Katarina Susi Indraswari menerangkan, peristiwa itu berawal dari munculnya pesan berantai terkait dengan proposal pembangunan sekolah senilai Rp300 juta. Pesan itu diterima oleh korban.

Pesan berantai yang tidak diketahui identitas pengirimnya itu lalu diterima DS. Sebenarnya, kata Susi, DS hanya ingin bertanya di sebuah grup yang berisi para wali murid di sekolah itu terkait kebenaran pesan tersebut pada 12 Oktober 2022.

Baca Juga: Viral Video Hujan Uang di Kaliadem Cangkringan Sleman, Pengunjung Saling Berebut

Lalu pesan itu diteruskan ke dalam grup tersebut untuk meminta diselesaikan. Agar tidak berkembang lebih jauh, hingga mengganggu program belajar mengajar di sekolah.

Namun tiba-tiba, korban kemudian dipanggil kepala sekolah untuk bertemu. Korban mengira, pertemuan itu akan membahas tentang anaknya.

"Tapi ternyata dia di sana langsung dihadapkan oleh komite dan kepala sekolah. Lalu ditanyain tentang ini, macam-macam dicecar pertanyaan dan ancaman," tuturnya.

Pemanggilan pertama itu terjadi pada tanggal 22 Oktober 2022. Saat itu DS diminta untuk mengakui atau klarifikasi terkait dengan penyebaran pesan berantai itu.

"Nah sampai pada penugasan dia harus mencari ini orang siapa untuk membuktikan bahwa bukan dia yang menyebarkan," ucapnya.

Kemudian pada 27 Oktober 2022, DS kembali ke sekolah. Saat itu DS sudah ditemani oleh Susi sebagai pendampingnya.

Pihak sekolah disebut Susi juga melakukan ancaman kepada DS. Mereka mengancam akan melaporkan DS ke dinas terkait hingga polisi.

Akibat berbagai intimidasi serta ancaman itu, DS sempat mengalami tekanan mental. Hingga akhirnya memutuskan untuk melapor ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More