SuaraJogja.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA). Kali ini ada Hakim Yustisial Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo yang menjadi tersangka ke 14 dalam perkara tersebut.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menilai bahwa penambahan tersangka baru ini membuktikan bobroknya tubuh MA. Terlebih terkait dengan tindak pidana korupsi yang terus ditemukan di dalamnya
"Sudah 14 tersangka di MA terkait suap jual beli perkara. Ini menunjukkan bahwa mafia peradilan telah menggurita di dalam tubuh MA dan badan peradilan di bawahnya, sudah sangat akut sakit yang diderita oleh institusi keadilan kita," kata Zaenur kepada awak media, Rabu (21/12/2022).
Ia menyebut perlu ada perhatian serius dari negara untuk dapat melakukan reformasi terhadap institusi peradilan. Agar ke depan institusi tersebut diharapkan bisa menjadi lebih baik dan bersih dari korupsi.
Jika melihat kasus suap itu terjadi di badan peradilan maka secara hitungan dimungkinkan besar suap itu tidak hanya diberikan kepada satu orang saja. Mengingat setidaknya ada minimal tiga majelis hakim dalam satu perkara.
"Untuk bisa membeli putusan maka paling minim harus membeli dua putusan dari majelis hakim. Oleh karena itu jika terjadi suap di tubuh peradilan maka memang di situ ada jejaringnya," terangnya.
"Mulai dari para penghubung, pengatur suap dan penerima. Melibatkan pegawai paling bahwa, bahkan tukang parkir, level pegawai bawah sampai menengah hingga ke hakim," imbuhnya.
Termasuk dengan kasus yang saat ini tengah ditangani oleh KPK. Terlihat para tersangka itu juga berasal dari hampir semua level jabatan.
Mulai dari hakim agung, hakim yustisial, PNS di level menengah sampai level bawah. Hal itu berarti tindak pidana korupsi itu memang sudah sangat sistemik.
Baca Juga: Kasus Suap Hakim Sudrajad Dimyati, KPK Periksa Pengacara Hingga Pegawai MA
"Saya melihat penyebab ini masih terus terjadi karena memang suap ini adalah satu tradisi buruk yang sudah berlangsung lama dan higga saat ini belum hilang," ucapnya.
Berita Terkait
-
Luhut Sebut OTT Melulu Tak Baik Bikin Negara Jelek, Pukat UGM Bela KPK: Penindakan Jangan Kendur
-
Sentil Luhut yang Sebut OTT Bikin Jelek Negara, Pukat UGM Sebut Pencegahan Saja Belum Cukup
-
OTT Adalah Keharusan Bukan Opsi, Pukat UGM Sebut Ucapan Luhut Sangat Kontraproduktif dengan Upaya Pemberantasan Korupsi
-
Waduh! Sekjen Relawan Jokowi-Prabowo Dipanggil KPK Terkait Kasus Suap Hakim MA
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Rusunawa Gunungkidul Sepi Peminat? Ini Alasan Pemkab Tunda Pembangunan Baru
-
Kominfo Bantul Pasrah Tunggu Arahan Bupati: Efisiensi Anggaran 2026 Hantui Program Kerja?
-
Miris, Siswa SMP di Kulon Progo Kecanduan Judi Online, Sampai Nekat Pinjam NIK Bibi untuk Pinjol
-
Yogyakarta Berhasil Tekan Stunting Drastis, Rahasianya Ada di Pencegahan Dini
-
Tangisan Subuh di Ngemplak: Warga Temukan Bayi Ditinggalkan di Kardus