"Artinya dari satu kasus pembanding ini, FIFA memang
cenderung menyampaikan dengan kalimat yang bernada hati-hati. Nah terkadang kalimat-kalimat yang berhati-hati ini justru bisa menimbulkan multitafsir," lanjut dia.
Selanjutnya ia ditanya mengenai apakah idealnya FIFA memiliki bahasa yang lebih tegas dalam isi surat, mengenai penyebab pembatalan ini. Yakni disebabkan karena sikap Indonesia atas situasi politik Israel dan Palestina, atau karena tragedi Kanjuruhan. Berikut jawaban Nara:
"Penegasan itu perlu, karena FIFA sebagai lembaga yang resmi, memberikan keputusan, perlu memberikan pernyataan yang tidak multitafsir. Idealnya seperti itu," ungkapnya.
Sementara kala ditanya soal potensi sanksi yang diterima Indonesia, menurut Nara langkah itu bisa saja ditempuh oleh FIFA.
"Tapi bisa saja tidak, masih 50-50. Jika terkena sanksi, tentu saja nanti akan berimbas pada keikutsertaan tim nasional Indonesia di ajang-ajang di bawah kalender FIFA," kata dia.
"Tapi kalau untuk multievent yang terdekat seperti SEA Games 2023 di Kamboja, itu tidak berpengaruh. Timnas Indonesia, sekalipun kena sanksi, tetap bisa ikut serta, karena SEA Games tidak di bawah kalender resmi FIFA," sebutnya.
Saat ada sanksi FIFA, kompetisi lokal Liga Indonesia tentu masih bisa berjalan, lanjutnya.
Dari konteks reputasi sepakbola Indonesia di hadapan dunia, menurut Nara tentu pembatalan ini akan memberikan pengaruh. Terutama dalam hal kepercayaan untuk menyelenggarakan event olahraga internasional.
"Tidak hanya tentang di sepakbola, tapi mungkin juga ketika Indonesia akan mengadakan kejuaraan dunia olahraga cabang lain," imbuhnya.
"Apalagi ada cabang olahraga lain yang juga Indonesia menjadi host-nya seperti tahun ini ada kejuaraan dunia Bola Basket, ada World Superbike, MotoGP, Indonesia Open bulutangkis, dan lain-lain," ujar Nara.
Dengan demikian, perbaikan dari segi pengelolaan, memang federasi olahraga di Indonesia senantiasa perlu melakukan perbaikan. Misalkan soal fasilitas stadion, prosedur pengamanan pertandingan, dan lain-lain.
Namun untuk mengantisipasi kasus penolakan serupa, tentu federasi olahraga internasional sebagai induk olahraga juga perlu mencari solusinya. Artinya, penyelesaian tidak hanya dari pengurus olahraga di Indonesia saja.
Kontributor : Uli Febriarni
Tag
Berita Terkait
-
Nama Israel Luput, Tragedi Kanjuruhan Oktober 2022 Tertulis Jelas Jadi Alasan FIFA Batalkan Indonesia sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U-20
-
Indonesia Gagal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20, El Rumi: Memalukan, Memilukan dan CHUAKZZ!!
-
Mengambil Hikmah dari Kegagalan Tampil di Piala Dunia U-20, Trio Pemain Persib Fokus pada Kompetisi Selanjutnya
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 10 Rekomendasi Skincare Wardah untuk Atasi Flek Hitam Usia 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
Terkini
-
Pakar Soroti Peluang Kerja Luar Negeri, Kabar Gembira atau Cermin Gagalnya Ciptakan Loker?
-
Menko Airlangga Sentil Bandara YIA Masih Lengang: Kapasitas 20 Juta, Baru Terisi 4 Juta
-
Wisatawan Kena Scam Pemandu Wisata Palsu, Keraton Jogja Angkat Bicara
-
Forum Driver Ojol Yogyakarta Bertolak ke Jakarta Ikuti Aksi Nasional 20 November
-
Riset Harus Turun ke Masyarakat: Kolaborasi Indonesia-Australia Genjot Inovasi Hadapi Krisis Iklim