SuaraJogja.id - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta mencatat penurunan kualitas udara di wilayahnya sejak memasuki bulan Agustus ini. Pembakaran sampah oleh masyarakat diduga menjadi salah satu penyebabnya.
Kepala UPT Laboratorium Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Sutomo menuturkan jika menggunakan tolok ukur Particulate Matter (PM2.5) maka pencemaran udara di bulan Agustus ini memang meningkat.
Sebagai informasi PM2.5 merupakan partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 mikrometer atau 36x lebih kecil dari diameter sebutir pasir. Sementara itu polusi PM2.5 dapat menimbulkan beragam masalah kesehatan mulai dari asma, batuk, sesak napas, hingga jantung koroner.
"Jadi kalau pencemaran udara sekarang itu yang jadi tolok ukur lebih ke PM2.5 maka saya pakai parameter itu. Kalau pakai parameter itu di Kota Jogja yang di sensor kami untuk Agustus sampai tanggal 10 ini rata-rata harian meningkat dibanding bulan-bulan sebelumnya," ungkap Sutomo saat dihubungi, Kamis (10/8/2023).
Baca Juga: Pilihan Kost Murah dan Nyaman Dekat Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Disampaikan Sutomo, pihaknya belum bisa memastikan secara pasti penyebab penurunan kualitas udara itu. Namun sejumlah aktivitas masyarakat diduga menjadi penyumbang polusi udara itu.
Salah satu yang tidak terlepas dari penurunan kualitas udara itu adalah aktivitas membakar sampah. Mengingat saat ini masyarakat Kota Jogja tengah dipusingkan dengan penutupan TPST Piyungan sejak 23 Juli 2023 kemarin.
Selain perilaku membuang sampah yang kemudian menjadi sembarangan. Aktivitas warga yang akhirnya memilih membakar sampahnya masing-masing itu juga berpengaruh pada kualitas udara.
"Ya bakar sampah pasti juga akan ngaruh. Cuma kan kita juga lihat musim kemarau juga. Kemudian apakah ada peningkatan di volume kendaraan di jalanan itu berpengaruh juga," tuturnya.
"Tapi memang secara logika kalau bakar sampah memang menambah beban udara," imbuhnya.
Baca Juga: Tugu Jogja sebagai Simbol Sejarah dan Identitas Yogyakarta
Kendati demikian, Sutomo menyatakan bahwa sampai saat ini pencemaran udara di Kota Jogja masih dalam kategori sedang. Artinya masih tidak berbahaya jika kemudian dihirup oleh makhluk hidup.
"Kalau misalnya kita bikin indeks dari pemantau yang konsentrasi ini itu masih kategori sedang. Sedang artinya memang Kota Jogja direntan, kalau tidak baik ya sedang paling maksimal. Jadi itu masih oke tidak berbahaya bagi makhluk hidup," tandasnya.
Berita Terkait
-
Parah! Hari Kedua Masuk Kerja usai Lebaran, Polusi Udara Jakarta Masuk Kategori Terburuk di Dunia
-
Berkah Lebaran: Polusi Udara di Jakarta Turun Signifikan Selama Ditinggal Pemudik
-
DLH DKI Klaim Kualitas Udara di Jakarta Membaik saat Libur Lebaran
-
Libur Lebaran Usai, Jakarta Macet Lagi
-
Jakarta Ditinggal Warganya Mudik, Bagaimana Kualitas Udara H+2 Lebaran?
Terpopuler
- Pemilik Chery J6 Keluhkan Kualitas Mobil Baru dari China
- Profil dan Aset Murdaya Poo, Pemilik Pondok Indah Mall dengan Kekayaan Triliunan
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Jairo Riedewald Belum Jelas, Pemain Keturunan Indonesia Ini Lebih Mudah Diproses Naturalisasi
Pilihan
-
Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
-
Solusi Pinjaman Tanpa BI Checking, Ini 12 Pinjaman Online dan Bank Rekomendasi
-
Solusi Aktivasi Fitur MFA ASN Digital BKN, ASN dan PPPK Merapat!
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB, Terbaik untuk April 2025
-
Gelombang Kejutan di Industri EV: Raja Motor Listrik Tersandung Skandal Tak Terduga
Terkini
-
Guru Besar UGM Dipecat karena Kekerasan Seksual: Polisi Belum Terima Laporan
-
Solusi Anti-Pesing Ala Jogja: Pampers Kuda untuk Andong Malioboro, Ini Kata Kusir
-
IHSG Masih Jeblok Jadi Momentum Berinvestasi? Simak Tips dari Dosen Ekonomi UGM
-
Jogja Hadapi Lonjakan Sampah Pasca Lebaran, Ini Strategi Pemkot Atasi Tumpukan
-
Revitalisasi Stasiun Lempuyangan Diprotes, KAI Ungkap Alasan di Balik Penggusuran Warga