SuaraJogja.id - Cahaya misterius nampak melintas di langit Yogyakarta pada Kamis (14/09/2023) malam kemarin. Fenomena alam yang berlangsung beberapa detik ini dan terlihat hingga ke daerah lain ini bahkan terekam video amatir dan ramai diperbincangkan di sosial media (sosmed).
Direktur Indonesia Space Science Society (ISSS) Venzha Christ pun memberikan tanggapan terkait fenomena tersebut. Venzha meyakini benda tersebut bukanlah space debris atau sampah antariksa yang memasuki atmosfir bumi.
"Semalam itu adalah meteor yang sering disebut sebagai meteor terang. Banyak kemungkinan objek ini bertabrakan dan masuk ke atmosfer bumi. Ini adalah kejadian yang relatif umum karena jumlahnya sangat banyak," paparnya kepada wartawan, Jumat (15/09/2023).
Menurut seniman space art ini, dia yakin benda tersebut bukan sampah antariksa karena beberapa alasan. Tidak ada peta dan laporannya yang muncul hingga saat ini.
Sebab keberadaan sampah antariksa bisa dengan mudah dipantau. Apalagi sampah antariksa merupakan obyek yang dibuat manusia dan berada di orbit bumi.
"Sampah antariksa tidak lagi berfungsi atau berguna. Tapi obyek [yang terlihat kamis] semalam bisa juga disebut sebagai fireball," jelasnya.
Sebagai orang Indonesia pertama yang mengikuti simulasi hidup di Mars dalam program kolaborasi NASA, SpaceX, NHK Japan, Sony Corporation, MUSK Foundation (Elon Musk Foundation) di Mars Desert Research Station (MDRS) Utah, Amerika, Venzha mengetahui perbedaan visual antara sampah antariksa dan meteor.
Meski keduanya bisa sangat mirip dan tampak seperti bola api atau benda terang yang jatuh, ada beberapa perbedaan dalam cara mereka muncul. Obyek buatan manusia jauh lebih dapat dideteksi dan diprediksi daripada meteor.
"Ini karena perilaku objek buatan manusia dapat diprediksi dengan lebih baik karena orbitnya yang diketahui dan bisa diawasi," ungkapnya.
Baca Juga: Viral Cahaya Misterius Terbang di Atas Langit Yogyakarta, BMKG Beri Penjelasan
Sedangkan sampah antariksa, lanjut Venzha terdiri dari obyek yang tidak lagi berfungsi dengan baik atau tidak berguna. Diantaranya satelit yang sudah tidak aktif atau bagian-bagian roket.
"Saat sampah antariksa ini mengalami fragmentasi atau ledakan, ia dapat menghasilkan awan partikel kecil yang berpotensi merusak karena ukurannya yang sangat kecil. Bahaya lainnya adalah kemungkinan tumbukan dengan satelit yang masih aktif," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Dari Lorong Sempit Jadi Ladang Rezeki: Kisah Emak-Emak Rejosari Ubah Kampung Jadi Produktif di Jogja
-
Kondisi Lapangan Palu Bikin Pemain PSS Sleman 'Sesak Napas'? Ini Kata Pelatih
-
Jangan Sampai Ketinggalan, Ini Cara Jitu Klaim DANA Kaget & Ciri-Ciri Tautan Palsu
-
Ansyari Lubis Ungkap Resep Kemenangan PSS: Disiplin Bertahan dan Serangan Balik Jadi Momok Lawan
-
PSS Sleman Menggila, Modal Penting Raih Mimpi Promosi ke Super League