Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 18 September 2023 | 16:20 WIB
Acara simposium internasional tentang pengurangan dampak (harm reduction) tembakau dengan lokakarya penelitian ekonomi tembakau, di Hotel Novotel Yogyakarta, Senin (18/9/2023). [Hiskia Andika Weadcaksana/Suarajogja.id]

SuaraJogja.id - Indonesian Development Foundation (IDF) menggelar acara simposium internasional tentang pengurangan dampak (harm reduction) tembakau dengan lokakarya penelitian ekonomi tembakau. Sejumlah peneliti dari berbagai negara dihadirkan langsung untuk membahas persoalan rokok dan tembakau secara luas.

Salah satu isu yang menjadi pembahasan adalah tentang meningkatnya jumlah perokok aktif. Hal itu yang kemudian berdampak pula pada biaya kesehatan akibat efek penggunaan rokok.

Beberapa study terkait strategi pengurangan resiko kesehatan bagi perokok aktif bermunculan. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan studi-studi tersebut adalah penggunaan produk-produk rendah resiko seperti rokok elektronik, heated tobacco products (HTP), Nicotine Patch, dan sebagainya.

Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa penggunaan produk-produk tersebut dengan kadar zat berbahaya yang rendah didalamnya, seperti TAR. Lalu didukung dengan system kuota pembelian dapat menurunkan biaya kesehatan bagi perokok aktif.

Baca Juga: Kasus Begal Payudara Terjadi Lagi di Sleman, Pelaku Berhasil Kabur

Berdasarkan penelitian yang ia lakukan aturan atau regulasi tentang produk baru itu diperlukan untuk memastikan bahwa produk tersebut aman. Termasuk rokok elektronik yang disebut dapat membantu perokok dewasa untuk berhenti dan sekaligus mendukung pengurangan dampak buruk.

"Jadi saya melakukan banyak penelitian dan mencari cara untuk mendorong perokok agar beralih ke produk pengurangan dampak buruk yang jauh lebih baik bagi mereka daripada tembakau," kata Profesor Donald Kenkel dari Cornell University USA ditemui disela acara di Hotel Novotel Malioboro, Senin (18/9/2023).

"Menurut kami hal ini menawarkan potensi yang besar sehingga apa yang harus dilakukan oleh kebijakan publik adalah mempertimbangkan semua trade-off antara mengenakan pajak pada produk baru seperti rokok elektronik," sambungnya.

Donald memberi contoh salah satunya Inggris yang sudah menerapkan sistem ini. Di sana telah dijalankan uji klinis yang menunjukkan bahwa rokok elektronik adalah salah satu cara paling efektif untuk membantu perokok aktif berhenti.

Bahkan, layanan kesehatan nasional Inggris sudah merekomendasikan rokok elektronik sebagai cara untuk berhenti merokok. Mereka bahkan mengadakan penjualan rokok elektronik di rumah sakit.

Baca Juga: Korban Kecelakaan di Sleman Viral Jadi Perbincangan, Netizen: Terjatuh dengan Elegan

Di Indonesia sendiri, Donald menilai ada potensi untuk peralihan rokok itu. Mengingat perokok aktif di Indonesia juga masih relatif tinggi terutama di kalangan laki-laki.

"Di Indonesia dapat ditelusuri bahwa kebiasaan merokok merupakan penyebab utama penyakit seperti kanker paru-paru, tetapi juga penyakit jantung, stroke dan lain sebagainya. Semua itu dapat dikurangi jika semakin banyak perokok Indonesia yang beralih ke rokok elektronik dan produk pengurangan dampak buruk lainnya," terangnya.

Namun memang di satu sisi, peralihan ini akan menjadi tantang bagi kebijakan publik. Terutama untuk membantu para perokok tanpa kemudian merugikan petani tembakau.

"Kita tidak bisa menyelesaikan masalah ini [rokok] tanpa menimbulkan gangguan. Kita tahu ini adalah teknologi baru yang berpotensi mendisrupsi industri rokok," tegasnya.

Hal ini kemudian menjadi tugas dari pemangku kebijakan untuk membantu semua pihak melakukan transisi. Baik dari segi petani tembakau dan perokok aktif itu sendiri.

Sementata itu, Managing Director IDF Foundation Harris Siagian menuturkan forum ini tak lupa membahas analisis manfaat biaya dari isu ekonomi dan kesehatan. Serta penyakit tidak menular yang ujungnya menjadi penghambat pembangunan.

"Kita banyak membahas pajak rokok, biaya pengobatan penyakit akibat rokok. Belum pernah ditengok kebijakan mengenai apa alternatif dari rokok ini yang bisa menurunkan penyakit dan pengeluaran pemerintah terhadap penyembuhan penyakit dan penyakitnya sendiri," terang Harris.

Harris menilai bahwa kebijakan itu tidak bisa serta merta diputuskan tanpa mengetahui dampak bagi konsumen. Melalui acara symposium ini beberapa peneliti dari beberapa negara akan memaparkan studi-studi mereka terkait strategy harm reduction ini yang mencakup studi prilaku konsumen, perpajakan, regulasi pemerintah serta dampak kesehatan akibat rokok.

"Bagaimana kebijakan itu bisa diarahkan tetapi juga yang menerima kebijakan juga mengetahui dampak pemilihan dia," cetusnya.

Royal Malaysian Customs Department Dato' Sri Subromaniam Tholasy yang sekaligus Former Director General of Customs menambahkan simposium ini penting untuk menjadi diskusibpara pakar dari berbagai negara. Guna melihat kajian-kajian yang ada untuk mengimplementasikannya ke kebijakan.

"Jadi adakah strategi untuk melarang rokok elektronik atau itu satu policy (kebijakan) ada manfaat atau tidak. Itu yang perlu kaji. Dalam simposium yang diajukan oleh IDF ini kita akan lihat kajian-kajian dari berbagai pakar dari berbagai negara," tambah Tholasy.

Load More