SuaraJogja.id - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), King Faisal Sulaiman menyebutkan, putusan MK meloloskan Gibran Rakabuming Raka melenggang jadi cawapres Prabowo Subianto bisa merusak tatanan demokrasi di Indonesia.
Putusan MK yang menetapkan kepala daerah di bawah usia 40 tahun itu bisa menjadi capres atau cawapres asalkan mereka pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah tersebut sensitif dan beraroma politis.
"Sebab terkait dengan momentum Pilpres 2024 dan sarat akan konflik kepentingan," paparnya, kemarin.
Menurut King, putusan soal batas usia capres-cawapres ini dinilai King menjadi pertaruhan terhadap eksistensi dan marwah MK. Padahal MK seharusnya menjadi lembaga penegak hukum yang memerankan diri sebagai lembaga yang independen dan imparsial.
Baca Juga: Adu Mewah Koleksi Mobil Capres-Cawapres: Anies-Cak Imin Punya 1, Prabowo 6
Namun apa yang dilakukan MK dapat memengaruhi tingkat kepercayaan terhadap MK. Sebab keputusan tersebut menjadikan MK justru jadi tim sukses salah satu capres dan cawapres.
"Jangan-jangan MK sudah masuk angin, malah jadi “tim sukses”, inikan berbahaya sekali. Orang tidak lagi percaya terhadap lembaga kekuasaan yudikatif MK yang sejak awal ketika pembentukan spiritnya adalah untuk menegakkan konstitusi. Tapi faktanya dia tidak mampu memerankan lembaganya secara baik," tandasnya.
Karenanya MK perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh. Sebab menurut King, putusan MK tersebut tidak sah secara hukum.
King berharap agar penyelenggara pemilu, khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), memeriksa secara cermat argumen hukum yang mendasari putusan mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Karena putusan itu bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Kalau dari kacamata UU 48 Tahun 2009 dapat dikatakan demikian. Dapat dibatalkan, tidak mengikat. Tapi kan problem kita ini satu, sifat putusan MK itu tidak bernilai eksekutorial, tidak bisa dieksekusi dengan upaya paksa. Kalau MK ini kan memutuskan sengketa norma jadi tidak ada keharusan,” ungkapnya.
Baca Juga: Bukan Gibran, Fahri Hamzah Akui Prabowo Mulanya Mau Dipasangkan dengan Puan: Pak Jokowi Maunya...
King mengusulkan agar pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan Presiden agar mempertimbangkan kembali pendekatan kebijakan hukum terbuka. Jika DPR memandang putusan MK bertentangan dengan hukum atau kebijakan yang ada, mereka tidak perlu mengubah undang-undang sesuai dengan putusan tersebut karena tidak ada kewajiban yang mengharuskan mereka melakukannya.
“inikan sanksi secara etik dan moral, soal kepatutan secara hukum,” imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Kerugian AFF usai Menolak Partisipasi Persebaya dan Malut United di ASEAN Club Championship
- Mengenal Klub Sassuolo yang Ajukan Tawaran Resmi Rekrut Jay Idzes
- Moto G100 Pro Resmi Debut, HP Murah Motorola Ini Bawa Fitur Tangguh dan Baterai Jumbo
- 5 HP Harga Rp1 Jutaan RAM 8/256 GB Terbaik 2025: Spek Gahar, Ramah di Kantong
- 45 Kode Redeem FF Max Terbaru 4 Juli: Klaim Gloo Wall, Bundle Apik, dan Diamond
Pilihan
-
Daftar 6 Sepatu Diadora Murah untuk Pria: Buat Lari Oke, Hang Out Juga Cocok
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Baterai Jumbo Terbaik Juli 2025, Lebih dari 5.000 mAh
-
7 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaru Juli 2025, Multitasking Pasti Lancar!
-
Sekali klik! Link Live Streaming Piala Presiden 2025 Persib vs Port FC
-
7 Rekomendasi Tumbler Kekinian, Kuat Antikarat Dilengkapi Fitur Canggih
Terkini
-
Kicking Off a New Horizon: BRI Mulai Perjalanan Transformasi Berkelanjutan
-
Tak hanya Takbirdha, Dua Orang Penganiaya Driver ShopeeFood di Sleman Juga jadi Tersangka
-
Ricuh Kurir ShopeeFood di Sleman hingga Rusak Mobil, Dua Orang Ditetapkan jadi Tersangka
-
Mengamankan Diri dari Desakan Massa, Penganiaya Driver ShopeeFood di Sleman jadi Tersangka
-
Dalang Penggantian Plat BMW Maut Sleman Terungkap: Kenal Dekat dengan Keluarga Tersangka?