Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 26 November 2023 | 17:40 WIB
Petugas melakukan pemilahan sampah di TPS 3R di Bangunjiwo, Yogyakarta, Sabtu (25/11/2023) sore. [Kontributor Suarajogja.id/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Pemda DIY meminta kabupaten Bantul, Sleman dan Kota Yogyakarta segera menerapkan desentralisasi dalam pengelolaan sampah. Salah satunya dengan membangun Tempat Pengelolaan sampah (TPS) Reduce, Reuse, Recycle (3R) di tingkat kalurahan.

"Ke depan kami dorong masing-masing kalurahan untuk ada TPS3R, khususnya di sleman dan bantul setelah penerapan desentralisasi karena [tpst] piyungan tidak bisa lagi menampung sampah," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, Kusno Wibowo dikutip, Minggu (26/11/2023).

Menurut Kusno, pengembangan TPS 3R menjadi tanggungjawab kalurahan mulai 2024 mendatang. Pemkab bisa bekerjasama dengan akademisi, masyarakat dan dunia usaha dalam mengelola TPS 3R.

Masing-masing kalurahan nantinya secara mandiri mengelola sampah, termasuk mengembangkan bank sampah dan pengelolaan sampah. Contohnya di Bantul, sebanyak 29 TPS 3R sudah berhasil dikembangkan dan mampu mengelola sekitar 75 ton sampah per hari pada 2023 ini.

Baca Juga: Minta Seluruh Parpol Daftarkan Akun Medsos Resmi, Ini Kata Ketua KPU DIY

"Jadi nantinya sampah di kalurahan tidak akan keluar namun diolah sendiri secara mandiri," jelasnya.

Bagi kalurahan yang tidak memiliki lahan yang memadai untuk membangun TPS 3R, Pemda mempersilahkan kerjasama dengan kalurahan sekitar. Mereka bisa mengelola sampah secara bersama, termasuk meningkatkan nilai ekonomi dari pengolahan sampah organik maupun non organik di bank sampah.

"Ya nanti sampah bisa ditampung untuk beberapa kalurahan, kan satu tps 3r bisa menampung tidak hanya satu ton per hari tapi dua atau tiga ton per hari, jadi bisa untuk sekitarnya," jelasnya.

Sementara Firdaus Juli, pendiri Yayasan Benih Baik, mengungkapkan instalasi pengelolaan sampah organik dengan memanfaatkan Maggot atau Black Soldier Fly (BSF) dikembangkan di TPS 3R Bangunjiwo. Pengolahan sampah organik dan non organik untuk makan maggot yang nantinya bisa jadi pakan ternak tidak hanya memberikan hasil finansial yang baik tetapi juga memiliki dampak positif terhadap lingkungan.

"Maggot telah terbukti menjadi pilihan ekonomis yang menguntungkan. Meskipun harganya di pasar hanya sekitar 60 ribu per kilogram, nilai ini cukup signifikan. Dengan harga yang terjangkau, maggot menjadi alternatif yang menarik, terutama jika dibandingkan dengan pilihan lain yang lebih mahal," paparnya.

Baca Juga: Sejumlah Pelaku Usaha Tanggapi Kenaikan UMP DIY 2024: Mungkin Tahun Depan Mulai Naikkan Gaji Karyawan

Maggot, lanjut Firdaus juga bisa berkontribusi luar biasa terhadap mitigasi perubahan iklim. Sebab pengurangan gas metana yang keluar dari tumpukan sampah bisa dilakukan sehingga pengelolaan sampah secara berkelanjutan bisa dilakukan.

"Manfaat dari pengelolaan sampah akan bermuara pada peningkatan perekonomian keluarga dan masyarakat, dimana keuntungan ekonomi dapat digunakan untuk kebutuhan pokok keluarga maupun untuk keperluan umum seperti membangun fasilitas penerangan jalan," lanjutnya.

Pengolahan maggot di TPS 3R Bangunjiwo, tambah Presdir Maybank Indonesia Taswin Zakaria dibangun di lahan seluas 150 meter persegi. Instalasi ini mampu mengelola sekitar 500 kg sampah organik per hari.

"Fasilitas pengelolaan sampah organik dan budidaya maggot ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan pengelolaan seluruh sampah organik di TPS-3R sehingga pengelolaan sampah di yogyakarta bisa dilakukan secara berkelanjutan," katanya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More