Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 17 Januari 2024 | 21:45 WIB
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DPD DIY Deddy Pranowo Eryono - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Kementerian Keuangan menetapkan kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen pada 2024 ini. Kebijakan ini digulirkan untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah yang selama ini banyak masih bergantung kepada pemerintah pusat.

Menanggapi hal ini, Perhimpunan Hotel dan Restauran (PHRI) DIY memprotes keputusan tersebut. Penerapan kebijakan tersebut dinilai ngawur.

"Itu kebijakan ngawur, Ngawurnya tanpa ada pembahasan dengan asosiasi yang terkait," ujar Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono di Yogyakarta, Rabu (17/1/2024).

Deddy menyindir, bila pajak hiburan dinaikkan, kenapa pemerintah tidak meningkatkan hingga 100 persen. Dengan demikian sektor pariwisata bisa mati sekalian.

Baca Juga: Sorotan PHRI DIY saat Libur Nataru, Jasa Indekos Harian hingga Minim Event di Luar Hotel

Alih-alih menguntungkan, menurut Deddy, kenaikan pajak hiburan bisa menjadi bumerang. Sebab Indonesia, termasuk DIY memiliki target meningkatkan angka kunjungan wisatawan.

Apalagi di negara lain, pajak hiburan justru diturunkan. Hal itu dilakukan untuk menarik wisatawan datang ke negara mereka.

"Negara tetangga seperti thailand, malaysia, singapura, filipina, mereka malah menurunkan pajaknya untuk menarik wisatawan datang ke negaranya. Selain itu beban konsumen tidak terlalu tinggi," katanya.

Deddy berharap pemerintah menarik pajak sewajarnya yakni di angka 10 sampai 20 persen. Pemda DIY pun diharapkan tidak setuju dengan kenaikan pajak hiburan.

"Pajak itu kewajiban kita tapi yang wajar-wajar. Apa bedanya dengan kami pajak hiburan. Ini yang jadi keberatan dan kami menolak," tandasnya.

Baca Juga: PHRI DIY Optimis Okupansi Hotel saat Nataru 2023 Lebih Baik dari Tahun Lalu

Deddy menambahkan, kenaikan pajak hiburan tersebut disebut kontradiktif dengan kebijakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang ingin meningkatkan angka kunjungan wisata ke Indonesia. Terlebih wisatawan ke Indonesia tidak sekedar berlibur namun juga mencari hiburan.

Apalagi banyak anggota PHRI yang juga mempunyai usaha di bidang hiburan. Karenanya kebijakan itu diyakini mengakibatkan dampak yang besar bagi bisnis mereka.

"Banyak anggota kita yang di sektor hiburan," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More