SuaraJogja.id - Malaria tetap menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia sebagai penyakit endemik. Meskipun mengalami penurunan signifikan antara tahun 2010-2014, situasinya kemudian stagnan pada tahun 2015 dan mulai meningkat kembali sejak tahun 2019 hingga 2022.
Elsa Herdiana Murhandarwati, Guru Besar Parasitologi di FKKMK UGM, menyoroti tantangan dalam upaya eliminasi malaria di Indonesia. Ia mengidentifikasi tiga faktor utama yang berkontribusi pada kejadian malaria, yaitu faktor agen (penyebab), host (tuan rumah/penjamu), dan lingkungan, yang saat ini tidak seimbang.
"Munculnya kontributor baru dalam tiap faktor tersebut membuat pengendalian malaria semakin mengalami tantangan," sebut Elsa dikutip dari laman resmi UGM, Senin (29/1/2024).
Menurutnya, pemerintah telah merumuskan Rencana Aksi Nasional Percepatan Eliminasi Malaria 2020-2026 dengan tujuan mencapai eliminasi malaria pada tahun 2030. Terdapat lima intervensi utama, seperti memastikan akses universal untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan malaria, serta mengubah surveilans malaria menjadi intervensi utama.
Elsa menekankan peran akademisi dan peneliti dalam memberikan kontribusi melalui inovasi dan penelitian yang dapat diimplementasikan dalam intervensi nasional.
Sebagai contoh, belajar dari pengalaman pandemi COVID-19, ia menggarisbawahi pentingnya dukungan digital health provider tidak hanya untuk COVID-19 tetapi juga untuk masalah kesehatan lain, termasuk malaria.
Selain itu, Elsa membahas upaya timnya dalam mengawal tata kelola regulatory sandbox, sebuah ruang eksperimen terkendali untuk menguji teknologi baru yang dikembangkan oleh provider/start-up dalam berbagai aspek, termasuk diagnosis malaria, penjaminan mutu, pengobatan, surveilans, dan e-learning.
Regulatory sandbox ini diharapkan dapat memberikan solusi inovatif dengan mendukung eksperimen yang terkendali tanpa terhambat oleh regulasi yang ketat.
Elsa menyampaikan bahwa pada tahun 2023, uji coba Regulatory Sandbox e-Malaria telah diadopsi dan ditingkatkan oleh Kementerian Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/1280/2023 tentang Pengembangan Ekosistem Digital Kesehatan melalui Regulatory Sandbox.
Baca Juga: Hanya dengan Kulit Mangga, Empat Mahasiswa UGM Ciptakan Larva Alami Pembunuh DBD
"Harapan ke depannya, regulatory sandbox ini dapat menjadi solusi inovatif yang bermanfaat dalam mengatasi masalah kesehatan, termasuk malaria," ujar dia.
Berita Terkait
-
Gibran Terlalu Banyak Gimmcik di Debat Cawapres, Pakar Politik UGM: Tidak Elegan, Tidak Patut dan Tidak pada Tempatnya
-
Akademisi Yogyakarta Gelar FGD Uji Examinasi Putusan MK Terkait Batas Usia Capres dan Cawapres
-
UGM Raih Skor SINTA Tertinggi Nasional, Bukti Kontribusi Luaran Penelitian Terekognisi
Terpopuler
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Skechers, Tanpa Tali untuk Jalan Kaki Lansia
- 9 Sepatu Puma yang Diskon di Sports Station, Harga Mulai Rp300 Ribuan
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- 5 Mobil Bekas yang Lebih Murah dari Innova dan Fitur Lebih Mewah
Pilihan
-
Daftar Saham IPO Paling Boncos di 2025
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
Terkini
-
Berkinerja Positif, BRI Raih 10 Prestasi Terbaik di Sepanjang Tahun 2025
-
Waspada! Ini 3 Titik Kemacetan Paling Parah di Yogyakarta Saat Malam Tahun Baru
-
Lestarikan Warisan Budaya Jawa, Royal Ambarrukmo Yogyakarta Hadirkan Jampi Pawukon bagi Para Tamu
-
Jogja Jadi Tourist Darling, Pujian Bertebaran di Medsos hingga Kunjungan Destinasi Merata
-
Pasar Beringharjo Diserbu Pengunjung saat Nataru, Belanja Batik dan Cicip Kuliner Jadi Favorit