SuaraJogja.id - Pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arya Budi menyebut politik uang atau money politic dalam Pemilu 2024 masih cukup masif. Terutama serangan fajar yang dilakukan oleh para caleg di berbagai daerah.
"Jadi vote buying atau politik uang lebih masif di level caleg dan itu sudah terjadi sejak 2009 ketika dulu legislatif itu dilakukan dengan sistem proporsional terbuka," kata Arya, Jumat (16/2/2024).
Sejak saat itu hingga sekarang gerakan politik uang masih berlangsung dan semakin tinggi. Sistem proporsional terbuka itu yang dimanfaatkan oleh para caleg untuk mengerahkan politik uang.
Di sisi lain, diakui Arya memang serangan fajar ini dapat berimbas cukup efektif dalam perolehan suara. Faktor penting yang tidak bisa dilepaskan akibat dari proporsi pemilih di Indonesia yang masih berada di kelas ekonomi menengah ke bawah.
Baca Juga: Gubernur DIY Sri Sultan HB X dan Keluarga Ikut Nyoblos di TPS 12 Kraton
Berdasarkan data yang pernah dihimpun, tercatat bahwa ada sekitar sepertiga atau 30an persen warga yang pendapatan perbulan hanya di bawah Rp1 juta atau bahkan tidak memiliki pendapatan tetap. Sedangkan untuk pendapatan di bawah Rp2 juta per Rp1 juta sebesar 55 persen.
"Lebih dari separuh kita itu menengah ke bawah, pendapatnya tidak lebih dari Rp2 juta sebulan. Secara teoritik ya dan sudah diuji di beberapa negara, vote buying itu bekerja sangat efektif dengan populasi pemilih yang tingkat pendapatannya sangat rendah," terangnya.
"Karena pemilih-pemilih ini kan bukan memikirkan penegakkan hukum, korupsi dan seterusnya, tetapi anak, sekolah itu bisa atau tidak bulan depan," imbuhnya.
Pihaknya mengaku memang belum memiliki data lengkap terkait praktik politik uang pada Pemilu 2024 kali ini. Namun ia menduga angkanya kurang lebih sama dengan 2019 lalu atau bahkan lebih.
"Kita belum uji dan saya belum punya data tapi dugaan saya sama atau lebih tinggi, kalau lebih rendah tidak," tegasnya.
Selain faktor pendapatan populasi yang berada di level menengah ke bawah. Tidak adanya reformasi kepemiluan terkait vote buying ini juga menjadi faktor penting.
Berita Terkait
-
Guru Besar UGM Dipecat buntut Terlibat Kasus Kekerasan Seksual
-
Kritik Keterlibatan Ketua KPK di Danantara, PUKAT UGM: kalau Terjadi Korupsi Mau Bagaimana?
-
Ramai Soal Ijazah Jokowi, Dokter Tifa Merasa Janggal : Ijazah Keluar Duluan Baru Skripsi?
-
Bantah Dukung 02, Larissa Chou Tegas Tak Pernah Kampanyekan Paslon Mana Pun
-
Hasan Nasbi Beri Saran Teror Kepala Babi ke Tempo Dimasak, Dosen UGM: Pejabat Begini Menyedihkan
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- Baru Sekali Bela Timnas Indonesia, Dean James Dibidik Jawara Liga Champions
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Terungkap, Ini Alasan Ruben Onsu Rayakan Idul Fitri dengan "Keluarga" yang Tak Dikenal
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
Pilihan
-
Pantang Kalah! Ini Potensi Bencana Timnas Indonesia U-17 Jika Kalah Lawan Yaman
-
7 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan RAM 8 GB Terbaik April 2025
-
Kurs Rupiah Selangkah Lagi Rp17.000 per Dolar AS, Donald Trump Biang Keroknya
-
Libur Lebaran Usai, Harga Emas Antam Merosot Rp23.000 Jadi Rp1.758.000/Gram
-
Jadwal Timnas Indonesia U-17 vs Yaman, Link Live Streaming dan Prediksi Susunan Pemain
Terkini
-
Jadi Binaan BRI, UMKM Unici Songket Silungkang Mampu Tingkatkan Skala Bisnis
-
Arus Balik Lebaran 2025: BRI Hadirkan Posko BUMN di Tol dan Bandara untuk Kenyamanan Pemudik
-
Prabowo Didesak Rangkul Pengusaha, Tarif Trump 32 Persen Bisa Picu PHK Massal di Indonesia?
-
Viral, Mobil Digembosi di Jogja Dishub Bertindak Tegas, Ini Alasannya
-
Tanggapi Langkah Tarif Trump, Wali Kota Jogja: Kuatkan Produk Lokal!