Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 20 Februari 2024 | 09:19 WIB
Ajeng Elsantika Purnawati, satu dari tiga asisten masinis perempuan di Indonesia di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta, Senin (19/2/2024).

SuaraJogja.id - Masinis jadi salah satu profesi yang identik dengan lak-laki. Selama ini bahkan belum ada masinis perempuan di Indonesia, khususnya untuk Kereta Api (KA) non listrik. Padahal masinis laki-laki di 9 Daerah Operasi (Daop) milik PT KAI(Persero) lebih dari seribu orang.

Baru satu tahun terakhir, ada tiga perempuan Indonesia yang terjun menekuni profesi masinis. Adalah Ajeng Elsantika Purnawati, Siti Afioni dan Dheamorita, segelintir Srikandi yang kini menjadi asisten masinis di Daop 6 Yogyakarta.

Bukan hal mudah bagi ketiganya berjuang menjadi masinis KA. Butuh 2.000 jam perjalanan yang harus mereka tempuh untuk bisa mengemudi lokomotif dan mengoperasikan KA serta langsiran.

Belum lagi Ajeng dan 2 karyawan perempuannya menjadi kaum minoritas di bidang masinis. Dia harus bersaing dengan lebih 130 masinis laki-laki di Daop 6 Yogyakarta.

"Saya bahkan awalnya belum pernah naik kereta seumur hidup, tapi kemudian pada 2022 lalu saat ada lowongan di PT KAI, saya ikut daftar. Saya pilih masinis karena berbeda dari lainnya," ungkap Ajeng dikutip, Selasa (20/2/2024).

Perempuan asal Lamongan, Jawa Timur ini mengaku, ketertarikan menjadi masinis. Karenanya saat mengikuti pelatihan, dia merasa antusias belajar mengemudi KA non listrik jarak jauh.

Tantangan luar biasa pun dilibasnya saat berlatih. Termasuk saat dipertanyakan kapasitasnya sebagai calon masinis perempuan. Apalagi dia bertanggungjawab atas keselamatan ratusan penumpang KA.

"Berada di depan [lokomotif], menemani masinis membawa banyak penumpang itu tanggungjawabnya luar biasa besar dan itu jadi tantangan yang ternyata saya sukai," akunya.

Perempuan 22 tahun ini bercerita, dia resmi menjadi karyawan PT KAI pada Februari 2022 lalu. Sebelumnya dia mengikuti sejumlah tes, pelatihan dan ujian. Lolos dari ribuan pendaftar, Ajeng akhirnya menjadi satu dari tiga perempuan yang berhasil lolos mendampingi masinis mengemudikan KA jarak jauh.

Meski sudah diterima di bagian masinis, perjuangan Ajeng dan dua teman perempuannya masih jauh. Selain harus mengikuti 2.000 perjalanan KA Jarak Jauh selama setahun kedepan, dia juga harus mengikuti rangkaian seleksi dan pelatihan, pendidikan hingga praktik lagi untuk bisa jadi masinis.

Selama lima bulan terakhir, Ajeng baru mencapai sekitar 200 jam perjalanan KA Jarak Jauh sebagai asisten masinis. Biasanya dia menjadi asisten untuk KA jurusan Cirebon, Purwokerto, Banjar, Madiun dan Surabaya dari Daop 6 Yogyakarta.

"Ya ganti-ganti setiap perjalanan. Nggak hanya kereta penumpang tapi barang dan kereta BBM," jelasnya.

Ajeng mengaku sempat tidak nyaman saat awal masuk kerja sebagai asisten masinis. Apalagi semua temannya laki-laki dan dia harus menyesuaikan kondisi tersebut. Orang tuanya pun sempat khawatir dengan pilihan profesi itu.

Namun lama-lama dia dan dua teman perempuan yang sempat bertugas di Solo terbiasa. Mereka pun merasa nyaman bekerja diantara para lelaki.

"Ya awalnya diem terus karena semua laki-laki, tapi bisa menyesuaikan diri. Cuek saja, lama-lama terbiasa dan saling menghormati," ujarnya.

Ajeng berharap, keberaniannya untuk terjun dalama profesi yang cukup baru bagi kaum perempuan itu akan menginspirasi para wanita lainnya. Sebab tidak ada yang tak mungkin bila mereka mau berusaha dan bekerja keras.

"Semoga bisa menginspirasi, bisa menyemangati adik-adik di bawah saya, terutama yang perempuan bahwa kita bisa," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More