SuaraJogja.id - Sivitas akademika UGM melalui gerakan 'Kampus Menggugat' kembali bersuara menyoroti pergolakan demokrasi di Indonesia. Bersama sejumlah guru besar, dosen, alumni, mahasiswa dan elemen masyarakat sipil mereka menyoroti etika dan konstitusi yang terkoyak selama lima tahun terakhir.
Pernyataan sikap ini dihadiri sejumlah tokoh tak hanya dari UGM saja tapi juga dari kampus lain. Mulai dari Guru Besar Psikologi UGM, Prof Koentjoro, Warek UGM Arie Sujito, Rektor UII Prof Fathul Wahid, Dosen Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar hingga Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas.
Dalam kesempatan ini, Kampus Menggugat menyatakan sikapnya dengan kondisi demokrasi di Indonesia sekarang. Universitas sebagai benteng etika dinilai tidak boleh tinggal diam dengan persoalan yang ada.
"Inilah momentum kita sebagai warga negara melakukan refleksi dan evaluasi terhadap memburuknya kualitas kelembagaan di Indonesia dan dampaknya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Prof. Budi Setiyadi Daryono dari Fakultas Biologi UGM saat membacakan pernyataan sikap di Balairung UGM, Selasa (12/3/2024).
Disinggung pula reformasi 1998 yang disebut sebagai gerakan rakyat untuk mengembalikan amanah konstitusi. Terlebih setelah saat itu terkoyak oleh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di masa Orde Baru.
Namun, pendulum reformasi dinilai telah berbalik arah sejak 17 Oktober 2019 lalu. Dengan ditandai berbagai revisi aturan termasuk revisi UU KPK dan diikuti pengesahan beberapa UU lain yang dipandang kontroversial yakni UU Minerba, UU Cipta Kerja, dan sebagainya.
Kondisi itu diperparah dengan berbagai pelanggaran etika dan konstitusi jelang Pemilu 2024 sekaligus memperburuk kualitas kelembagaan formal maupun informal. Kemunduran kualitas kelembagaan ini menciptakan kendala pembangunan bagi siapapun presiden Indonesia 2024-2029 dan selanjutnya.
"Konsekuensinya, kita semakin sulit untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045, yang membayang justru adalah Indonesia Cemas," tegasnya.
"Konstitusi memberikan amanah eksplisit kepada kita, warga negara Indonesia, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun peradaban, menjaga keberlanjutan pembangunan, menjaga lingkungan hidup, dan menegakkan demokrasi," imbuhnya.
Maka dari itu adalah tugas akademisi untuk menjalankan tugas konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun peradaban melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tugas ini hanya dapat dilakukan ketika etika dan kebebasan mimbar ditegakkan.
Tidak terkecuali dengan kualitas kelembagaan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Negara-negara yang merdeka dan kemudian berkembang menjadi negara maju adalah negara yang dengan sadar melakukan reformasi untuk memperbaiki kualitas kelembagaannya.
"Pelanggaran etika bernegara oleh para elit politik, akan mudah dicontoh oleh berbagai elemen masyarakat. Hal ini mengancam kelangsungan berbangsa dan bernegara, dan menjauhkan Indonesia sebagai negara hukum," terangnya.
Prof. Wahyudi Kumorotomo dari Fisipol UGM melanjutkan dengan membacakan sejumlah seruan. Pertama yakni universitas sebagai benteng etika menjadi lembaga ilmiah indenpenden yang memiliki kebebasan akademik penuh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menyuarakan kebenaran berbasis fakta, nalar dan penelitian ilmiah.
Kedua, segenap elemen masyarakat sipil harus terus kritis terhadap jalannya pemerintahan dan tak henti memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Mulai dari ormas sosial keagamaan, pers, NGO, CSO itu tidak terkooptasi apalagi menjadi kepanjangan tangan pemerintah.
Kemudian bagi para pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif ditegaskan untuk tetap memegang teguh prinsip-prinsip demokrasi secara substansial. Dengan menjunjung tinggi amanah konstitusi dalam menjalankan kekuasaan demi mewujudkan cita- cita proklamasi dan janji reformasi.
Berita Terkait
-
Refly Harun Gunakan Daftar Alumni UGM Tak Terverifikasi untuk Memancing Kebenaran Ijazah Jokowi?
-
Refly Harun Ungkap Daftar Alumni Kehutanan UGM 1980: Nama Jokowi Tak Ditemukan?
-
Mendadak Rektor UGM Bongkar Semua Dokumen Akademik Jokowi, Ada Apa?
-
UGM Ungkap Alasan Ogah Tunjukkan Ijazah Jokowi ke Roy Suryo cs
-
UGM Balas Isu Ijazah Jokowi di Pasar Pramuka: Jawaban Wakil Rektor Menohok
Terpopuler
- Kata-kata Elkan Baggott Curhat ke Jordi Amat: Saat Ini Kan Saya...
- Kata-kata Ivar Jenner Usai Tak Dipanggil Patrick Kluivert ke Timnas Indonesia
- 3 Pemain Keturunan yang Menunggu Diperkenalkan PSSI usai Mauro Zijlstra
- Usai Kena OTT KPK, Beredar Foto Immanuel Ebenezer Terbaring Dengan Alat Bantu Medis
- Tangis Pecah di TV! Lisa Mariana Mohon Ampun ke Istri RK: Bu Cinta, Maaf, Lisa Juga Seorang Istri...
Pilihan
-
Persib Bandung Siap Hadapi PSIM, Bojan Hodak: Persiapan Kami Bagus
-
5 Fakta Kekalahan Memalukan Manchester City dari Spurs: Rekor 850 Gol Tottenham
-
Rapper Melly Mike Tiba di Riau, Siap Guncang Penutupan Pacu Jalur 2025
-
Hasil Super League: 10 Pemain Persija Jakarta Tahan Malut United 1-1 di JIS
-
7 Rekomendasi HP 2 Jutaan dengan Spesifikasi Premium Pilihan Terbaik Agustus 2025
Terkini
-
Kursi Ketum Golkar Rebutan: Munaslub Bayangi, DIY Kirim Sinyal Ini ke Pusat!
-
Misteri Kematian Diplomat Arya Daru: Ponsel Hilang Mendadak Aktif Kembali, Keluarga Curiga!
-
Misteri Kematian Diplomat Arya Daru: Keluarga Tolak Hasil Penyelidikan, Desak Otopsi Ulang!
-
Sebelum Tewas, Diplomat Arya Daru Panik di Mal GI? Keluarga Tuntut Pengusutan Dua Saksi Kunci!
-
Sambut Liga 2 Musim 2025/2026, PSS Sleman Ditargetkan Kembali ke Kasta Tertinggi