Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 19 Agustus 2024 | 13:13 WIB
Sutradara Nia Dinata menyampaikan pembuatan film dokumenter Raminten Universe di Yogyakarta, Senin (19/8/2024). [kontributor/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Sutradara kawakan Nia Dinata kembali menampilkan karyanya. Alih-alih membuat film fiksi baru, sineas yang menyabet sejumlah penghargaan internasional ini memilih membuat film dokumenter yang lekat dengan Yogyakarta, Raminten Universe.

Bukan tanpa sebab cucu dari pahlawan nasional Otto Iskandarninata memilih membuat film dokumenter Raminten yang mengupas kehidupan Hamzah Sulaeman atau KMT Tanoyo Hamijinindyo, salah satu ikon pariwisata Yogyakarta. Nia mengaku gerah dengan kehidupan Jakarta yang penuh transaksi.

"Jakarta itu terlalu transaksional, karenanya ketika berada di jogja, saya merasa bisa mencari kebahagiaan batin baru lahir," ujar Nia di Yogyakarta, Senin (19/8/2024).

Menurut Nia, proyek non profit yang digawanginya bersama Kalyana Shira Films, Olga Lidya dan Dena Rachman menjadi semacam pemulihan kebahagian batinnya. Dengan yakin, dia mendokumentasikan sosok ikonis Raminten, tokoh asal Jawa berkebaya tradisional lengkap dengan kain batik dan sunggul yang elegan. Tak ketinggalan, menggunakan kacamata  yang menjadi ciri khasnya.

Baca Juga: Sensasi Makan Lukisan Cokelat Tata Surya di Atas Meja Hotel Tentrem Yogyakarta

Raminten yang kemudian berkembang tak hanya sebagai ikon bisnis oleh-oleh dan restoran namun juga daya tari wisata Yogyakarta lewat pertunjukan kabaret membuat Nia, Olga dan Dena tertarik menampilkan sosok Hamzah yang sering disapa Kanjeng dengan Raminten-nya kepada publik. 

Apalagi dalam menjalankan pekerjaannya, Hamzah tak melulu berorientasi pada bisnis. Hal ini terlihat dari beragam latar belakang dan usia orang-orang yang bergelut di Raminten. 

Ada abdi dalem berusia 70 tahun lebih yang menjadi pembatik. Tak kurang pulang Gen Z yang menjadi penari kabaret.

"Filosofi socioprenuership yang menarik saya kemudian ingin merepresentasikan sosok kanjeng dan raminten. Dia sukses tanpa harus merusak atau membuat orang lain menderita. Semua diterima, mencari kebahagiaan batin baru lahir. Ya berkesenian dan berkehidupan. Tidak ada satupun yang merasa terpaksa, namun kebahagiaan. Harapannya film ini bisa menjadi hal penting bagi siapapun yang pernah memiliki cerita dengan Raminten dan Jogja," tandasnya.

Sementara Dena mengaku punya cerita tersendiri dengan Jogja dan Raminten. Desainer yang mulai berkecimpung di industri film ini melihat sosok Raminten yang sangat menginspirasi. Karenanya dia langsung mengiyakan pembuatan film dokumenter tersebut dan langsung membuat riset sejak April 2024 lalu.

Baca Juga: Gojek Dukung Pariwisata dan Lingkungan di Yogyakarta via Inisiatif School Creative Hub

"Melalui film ini, kami berharap dapat menangkap dan menampilkan esensi dari Raminten, tidak hanya sebagai ikon budaya dan bisnis tapi juga sebagai bentuk keragaman ekspresi Yogyakarta yang modern sebagai kota yang mempertemukan tradisi dengan inovasi," paparnya.

Selain mendokumentasikan cerita Raminten, film tersebut juga menjadi ajang mempromosikan Yogyakarta sebagai kota yang tidak hanya kental akan budaya Jawa tradisional, tetapi juga seni modern kontemporer.

"Film itu nantinya mengangkat pesan moral bahwa nilai-nilai kebaikan memiliki dampak nyata terhadap hidup orang banyak tanpa memandang perbedaan," jelasnya.

Hamzah menambahkan, dirinya mengharapkan proses pembuatan film bisa berjalan dengan lancar. Sehingga perjalanan dirinya ke dalam medium film bisa diketahui khalayak.

"Syuting seperti ini saya kira baru pertama kali untuk saya dan sebelumnya tidak ada sebesar ini. Tidak menyangka perjalanan hidup saya dibuat menjadi film," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More