SuaraJogja.id - Pencegahan penyakit kronis di Indonesia dapat dilakukan dengan mengkomunikasikan isu kesehatan secara efektif. Sayangnya, masih banyak kesalahpahaman di masyarakat yang menganggap penyakit sebagai sesuatu yang negatif.
Risang Rimbatmaja, M.Si., Spesialis SBC UNICEF, dalam Conference on Media, Communication, and Sociology (COMICOS) 2024 menjelaskan bahwa kesadaran masyarakat terhadap penyakit penyebab kematian tinggi seperti jantung, TBC, diare, kanker, dan diabetes masih kurang. Sebagai contoh, TBC masih sering dianggap sebagai penyakit mistis atau terkait dengan status ekonomi rendah.
Menurut Risang, persepsi bahwa penyakit adalah takdir yang tidak dapat dihindari mengakibatkan angka kematian yang tinggi.
Ia menekankan pentingnya mengubah pandangan ini, dengan memprioritaskan pendekatan preventif daripada hanya mengandalkan pengobatan kuratif.
"Masyarakat perlu mengambil tindakan pencegahan sebelum penyakit menjadi parah," jelas Risang melalui keterangan tertulisnya dikutip, Minggu (15/9/2024).
Tindakan preventif ini, lanjutnya, dapat diperkuat melalui peran akademisi dan masyarakat dalam menyebarkan informasi kesehatan. Sebagai contoh, survei menunjukkan bahwa 30,9 persen masyarakat Indonesia tidak mengetahui tentang stunting.
Perubahan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit sangat penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Dalam konteks lain, Redempta Tete Bato, S.Sos., Ketua Sumba Hospitality, menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat lokal dalam pembangunan pariwisata.
"Pariwisata yang baik harus melibatkan masyarakat lokal sejak awal," ujarnya.
Baca Juga: Cegah Diabetes, Dinkes Jogja Ajak Masyarakat Terapkan Pola Hidup CERDIK
Di Sumba, sebagian besar tanah sudah dikuasai oleh investor asing, sementara masyarakat lokal sering hanya mendapatkan upah rendah. Redempta menekankan pentingnya pendidikan berstandar internasional bagi masyarakat lokal untuk keberlanjutan pembangunan pariwisata.
COMICOS 2024 adalah forum diskusi yang mempertemukan akademisi, praktisi, dan masyarakat untuk merespons isu-isu penting di Indonesia. Dengan tema "Ekosistem Pembangunan Berkelanjutan: Interelasi dalam Merespons Perubahan", acara ini diharapkan memperkaya wacana terkait pembangunan berkelanjutan.
Sementara, Koordinator Utama, Caecilia Santi Praharsiwi, menekankan pentingnya inklusivitas dalam pembangunan, baik dari segi infrastruktur fisik maupun sosial.
"Membangun masyarakat seharusnya tidak boleh meninggalkan satu orangpun dan perspektifnya tidak hanya infrastruktur fisik tetapi juga dari perspektif sosial," ujar dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik