SuaraJogja.id - Tingginya konsumsi garam diidentifikasi sebagai penyebab utama berbagai masalah kesehatan seperti hipertensi, penyakit jantung, dan stroke.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan batas asupan natrium dari garam maksimal 2.000 miligram per hari, tetapi banyak negara melaporkan konsumsi garam yang sering kali melebihi batas tersebut.
Ahli gizi dan peneliti pola makan sehat, Leony Susan mengatakan bahwa penggunaan monosodium glutamate (MSG) kini mulai diperhatikan sebagai solusi efektif menikmati makanan sehat tanpa garam berlebih.
'MSG telah lama digunakan sebagai penambah rasa umami, yang dapat meningkatkan cita rasa makanan tanpa perlu menambah banyak garam," kata Leony dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.
Leony Susan menyampaikan, masalah asupan garam berlebihan semakin menjadi perhatian di masyarakat modern.
Banyak masyarakat tidak menyadari bahwa garam berlebih tidak hanya berasal dari garam yang ditambahkan sendiri, tetapi juga dari makanan olahan dan siap saji.
Oleh karena itu, pengurangan konsumsi garam menjadi langkah penting untuk menjaga kesehatan jangka panjang.
Menurut Leony, rasa umami dari MSG memungkinkan orang untuk mengurangi asupan natrium tanpa mengorbankan kualitas rasa makanan.
Penggunaan MSG dapat mengurangi kebutuhan garam dalam masakan hingga 30 hingga 40 persen karena MSG hanya mengandung sekitar 12 persen natrium, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan garam meja yang mengandung 39 persen natrium.
"Misalnya saat memasak sup, MSG dapat digunakan untuk menggantikan sebagian garam, sehingga rasa tetap enak dengan kandungan natrium yang lebih rendah," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, mengurangi asupan natrium dengan menggunakan MSG tidak hanya berfokus pada rasa, tetapi juga pada kesehatan.
Langkah ini sangat penting, terutama bagi individu yang berisiko terkena hipertensi atau masalah jantung.
Dalam jangka panjang, pengurangan asupan garam dengan bantuan MSG dapat memberikan manfaat kesehatan yang signifikan.
Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa MSG aman digunakan dalam jumlah yang wajar, dan klaim negatif tentang MSG seperti sindrom restoran China, telah dibantah oleh banyak studi ilmiah.
Leony menambahkan, MSG menawarkan solusi konkret untuk membantu masyarakat menikmati makanan yang tetap lezat sekaligus lebih sehat.
Berita Terkait
-
Efektif Cegah Risiko PCOS, Ini Tips Jitu yang Jangan Sampai Disepelekan
-
Sleman City Hall Kembali Hadirkan Tirta Lies Bakmi Festival
-
Keracunan Makanan di Jogja Marak Terjadi, Dinkes DIY Kesulitan Lakukan Pengawasan Penyedia Makanan
-
Niat Hati Kirim Doa, Puluhan Orang malah Keracunan Makanan Usai Acara Sembahyangan di Gunungkidul
Terpopuler
Pilihan
-
Profil Riccardo Calafiori, Bek Arsenal yang Bikin Manchester United Tak Berkutik di Old Trafford
-
Breaking News! Main Buruk di Laga Debut, Kevin Diks Cedera Lagi
-
Debut Brutal Joan Garcia: Kiper Baru Barcelona Langsung Berdarah-darah Lawan Mallorca
-
Debit Manis Shayne Pattynama, Buriram United Menang di Kandang Lamphun Warrior
-
PSIM Yogyakarta Nyaris Kalah, Jean-Paul van Gastel Ungkap Boroknya
Terkini
-
Remisi Kemerdekaan: 144 Napi Gunungkidul Dapat Angin Segar, 7 Langsung Bebas!
-
ITF Niten Digenjot, Mampukah Selamatkan Bantul dari Darurat Sampah?
-
Gagasan Sekolah Rakyat Prabowo Dikritik, Akademisi: Berisiko Ciptakan Kasta Pendidikan Baru
-
Peringatan 80 Tahun Indonesia Merdeka, Wajah Penindasan Muncul jadi Ancaman Bangsa
-
Wasiat Api Pangeran Diponegoro di Nadi Keturunannya: Refleksi 200 Tahun Perang Jawa