SuaraJogja.id - Jumlah kasus Leptospirosis di wilayah Gunungkidul menunjukkan trend penurunan di tahun 2024 ini. Namun demikian, Dinas Kesehatan tetap waspada dengan lonjakan kasus leptospirosis mengingat musim penghujan telah datang.
Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Ismono mengungkapkan jumlah penderita Leptospirosis sejak Januari - November 2024 ada 21 orang. Di mana paling banyak warga yang terserang penyakit Leptospirosis ini ada di Kapanewon Nglipar.
"Kalau lokus Leptospirosis itu ada di Kapanewon Nglipar, Semin, Tanjungsari, Tepus dan Karangmojo," kata dia, Rabu (13/11/2024).
Padahal tahun 2023, ada 84 kasus dengan empat kematian. Sebanyak 17 kasus leptospirosis dengan empat kematian terjadi pada 2021. Jumlah tersebut meningkat pada 2022 di mana terdapat 34 kasus dengan lima kematian.
Baca Juga: Tebing Congor Renggut Nyawa: Kronologi Pemuda Gunungkidul Terseret Gelombang Saat Memancing
Kendati tak sebanyak tahun 2023 yang lalu, namun pihaknya tetap meningkatkan kewaspadaaan karena berkaitan dengan datangnya musim penghujan. Di mana setiap musim hujan ada kecenderungan kasus leptospirosis mengalami peningkatan
Hal tersebut berkaitan dengan banyaknya aktifitas menanam dan panen yang dilakukan oleh petani. Selain itu, musim penghujan ini mengakibatkan banyaknya genangan air sebagai media penyebaran bakteri lepto dari cemaran urine tikus.
"Jadi petani rentan terpapar leptospirosis sekarang. Karena banyak beraktivitas di sawah," tambahnya.
Petani menjadi pihak yang mudah terserang bakteri Leptospirosis karena penyakit leptospirosis terkait dengan media penularan adalah air/genangan air. Dan hewan penularnya yaitu tikus padahal populasi tikus paling banyak disawah atau ladang sehingga resiko lebih banyak di petani
Oleh karenanya, pihaknya berupaya untuk melakukan antisipasi. Di antaranya dengan peningkatan kapasitas petugas kesehatan, PE sebagai antisipasi jika ada penularan dan penyiapan logistik obat dan deteksi dini
Baca Juga: Strategi Jitu Endah-Joko Rebut Hati Warga Gunungkidul, Dari APK hingga Jurkam Andalan
Pihaknya juga meningkatkan edukasi untuk deteksi dini terhadap gejala penyakit ini karena pengobatan secepat mungkin adalah yang terbaik untuk mencegah komplikasi. Di samping memastikan faskes sudah tersedia obat dan rapid test leptospira sebagai penunjang deteksi dini
Berita Terkait
-
Profil John Prasetio, Dubes RI Era SBY dan Jokowi Jadi Komite Manajemen Risiko Danantara!
-
Liburan ke Gunungkidul? Jangan Sampai Salah Pilih Pantai! Ini Dia Daftarnya
-
Waspada! 5 Penyakit Mengintai saat Banjir, Begini Cara Menanganinya
-
Kasus Kanker Payudara Meningkat di 21 Negara Bagian AS, Wanita Muda Paling Berisiko?
-
6 Cara Cegah Dehidrasi Saat Puasa Ramadan 2025 Biar Tetap Produktif
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- Baru Sekali Bela Timnas Indonesia, Dean James Dibidik Jawara Liga Champions
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Terungkap, Ini Alasan Ruben Onsu Rayakan Idul Fitri dengan "Keluarga" yang Tak Dikenal
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
Pilihan
-
Prabowo Percaya Diri Lawan Tarif Trump: Tidak Perlu Ada Rasa Kuatir!
-
Magisnya Syawalan Mangkunegaran: Tradisi yang Mengumpulkan Hati Keluarga dan Masyarakat
-
PT JMTO Bantah Abu Janda Jadi Komisaris, Kementerian BUMN Bungkam
-
Pantang Kalah! Ini Potensi Bencana Timnas Indonesia U-17 Jika Kalah Lawan Yaman
-
7 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan RAM 8 GB Terbaik April 2025
Terkini
-
Petani Jogja Dijamin Untung, Bulog Siap Serap Semua Gabah, Bahkan Setelah Target Tercapai
-
Guru Besar UGM Diduga Lecehkan Mahasiswa, Jabatan Dicopot, Status Kepegawaian Terancam
-
Kualitas dan Quality Control Jadi Andalan UMKM Gelap Ruang Jiwa dalam Sediakan Produk
-
Update Tol Jogja-Solo usai Lebaran: Pilar Tol Mulai 'Nampak', Tapi Pembebasan Lahan Masih Jadi PR
-
Jadi Binaan BRI, UMKM Unici Songket Silungkang Mampu Tingkatkan Skala Bisnis