Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 06 Mei 2025 | 18:17 WIB
Kondisi salah satu ruangan SDN Kledokan, Sleman yang ambrol, Senin (5/5/2025). [Hiskia Andika Weadcaksana/Suarajogja.id]

SuaraJogja.id - Cerah memang pagi itu di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kledokan. Namun ada pemandangan tak biasa di salah satu sudut ruang kelas sekolah yang berada di Kalurahan Caturtunggal, Kapanewon Depok, Sleman tersebut.

Meja dan kursi sudah berada di luar, begitu pula berbagai peralatan belajar dan papan informasi yang sebelumnya berada di dalam ruangan.

Pintu kelas terbuka lebar. Namun satu hal yang mencolok adalah tidak ada atap di ruang kelas VI tersebut.

Tepatnya Minggu, 4 Mei 2025 sekira tengah malam, lantai ruang kelas itu berguncang oleh suara runtuh pilu.

Baca Juga: Terungkap, Banyak SD di Sleman Butuh Perbaikan Mendesak Pasca Insiden Atap Ambrol

Atap ruang kelas itu ambruk, seluruhnya. Sementara ini ruang kelas tersebut hanya berpayung langit biru tanpa atap yang menghalangi teriknya sinar matahari.

"Pertama saya dengar [atap ambruk] saya lihat di grup guru jam 5 pagi [Minggu] tapi kejadiannya sudah jam 12 malam. Kemudian setelah saya tahu saya langsung meluncur ke sini," kata Kepala SDN Kledokan, Sulismiyatun saat ditemui di sekolah, Senin (5/5/2025).

Tak ada anak-anak yang tengah belajar atau bermain saat insiden itu. Tidak ada pula tubuh mungil yang tertimpa atau nyawa terenggut dari puing-puing atap yang langsung dibereskan tersebut.

Namun bukan tak berarti tidak ada yang hilang, bukan sekadar atap yang roboh tapi rasa aman pun ikut tergerus. Memunculkan kekhawatiran untuk sekadar duduk di dalam ruang kelas, hak belajar tanpa rasa cemas dan keraguan tentang bangunan sekolah yang aman muncul seiring insiden itu.

Di ruang kelas VI itu tertulis bahwa digunakan sebagai ruang transit asesmen standardisasi pendidikan daerah (ASPD).

Baca Juga: SDN Kledokan: Atap Kelas Ambrol, Siswa Kelas 1-3 Belajar di Rumah, MBG Jalan Terus

Sementara ini ruang kelas V dan IV yang berdekatan dengan ruang kelas VI sementara tidak digunakan terlebih dulu.

Selain itu di sebelah ruang kelas VI juga ada di ruang guru dan di sampingnya ada pula ruang UKS. Dua ruangan itu pun cukup terdampak akibat ambrolnya atap bangunan itu.

"Ini juga terdampak karena yang sebelah atas itu ya otomatis bolong-bolong ya terus kemarin sore itu hujan, ya ini pagi tadi juga basah lantainya tapi alhamdulillah masih aman untuk dokumen-dokumen yang ada di dalam situ," ujarnya.

"Jadi yang terdampak ruang guru sama ruang kelas V kalau yang ruang UKS sana kan kemarin sudah dikasih terpal itu terpalnya dari BPBD. Nah itu aman," imbuhnya.

Sulis sapaan akrab Sulismiyatun, menjelaskan bahwa ruang kelas VI, adalah satu-satunya ruang yang belum tersentuh renovasi sejak sekolah berdiri.

Keterbatasan dana kala itu menjadi alasan fundamental kenapa ruang tersebut tak ikut direnovasi seperti ruang yang lain pada 2012 silam.

"Kalau khusus yang ruang kelas VI itu belum [renovasi], yang pernah direnovasi kelas V ke bawah, khusus kelas VI belum pernah. Jadi ini masih yang paling tua paling lama dari awal berdiri belum pernah direnovasi. Kelas lain renovasi sekitar tahun 2012 Pertimbangan dana, dulu tidak mencukupi," ungkapnya.

Hujan dan rayap. Dua hal yang mungkin terdengar sepele tapi ternyata merupakan kombinasi berbahaya.

Rayap yang menggigiti kekuatan kayu dari dalam, ditambah hujan yang datang dengan deras, membuat beban penyangga itu akhirnya ambruk juga.

"Sementara itu pas kemarin turunkan itu [kayu] karena lapuk dimakan rayap, kemudian sebelumnya juga ada hujan deras, mungkin itu juga mendorong runtuhnya itu," ujarnya.

Pindah Ruang untuk Ujian

Ruang itu seharusnya menjadi tempat bagi 24 siswa kelas VI untuk melaksanakan ujian Penilaian Sumatif Akhir Semester (PSAS). Ujian itu akan berlangsung selama seminggu ke depan.

Kepala SDN Kledokan, Sulismiyatun memberi keterangan kepada wartawan di sekolah setempat, Senin (5/5/2025). [Hiskia Andika Weadcaksana/Suarajogja.id]

Namun sekolah dan siswa tak mau berlarut-larut, ujian siswa tetap berlangsung. Mereka kini mau tak mau harus menggunakan ruang kelas I dan II untuk ujian.

"Kelas VI kebetulan hari ini mulai PSAS Penilaian Sumatif Akhir Semester. Itu kami tempatkan di ruang kelas I dan II yang jauh dari tempat kejadian. Jadi di sana kami rasa aman," ucap Sulis.

Disampaikan Sulis, dari keseluruhan 144 orang siswa, siswa kelas I dan II sementara diminta belajar dari rumah. Termasuk kelas III yang juga belajar secara daring dari rumah mengingat keterbatasan ruang kelas.

Sulis menyatakan bahwa insiden tersebut tidak terlalu mengganggu kegiatan belajar mengajar. Termasuk psikologis siswa kelas VI yang tengah menjalani ujian pada hari ini.

"Saya rasa tidak [terganggu] karena kemarin itu pas malam-malam hari Minggu kemudian anak-anak enggak ada yang datang ke sekolah," tuturnya.

Salah seorang murid kelas VI, Rafi mengaku cukup sedih terkait ambrolnya atap ruang kelasnya.

Ia tahu kabar itu dari teman-teman lainnya. Kini dia dan 23 orang teman sekelasnya harus menjalani ujian dan pembelajaran sementara di ruang kelas yang ada.

"Sedih sih, ruang kelasnya rusak. Kemarin tahu dikasih tahu teman," kata Rafi di sela jam istirahat.

Tak ada ekspresi kesal atau marah, para siswa pun tetap beraktivitas seperti biasa dengan sederhana. Jauh dari ruangan yang telah atapnya telah ambrol itu.

"Ya tetap semangat, walaupun ujian pindah [ruang]," ucap Kayla malu-malu.

Makan Bergizi Gratis Dibawa Pulang

Kepala sekolah memastikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Kledokan tetap berjalan. Kendati salah satu ruang kelas mengalami kerusakan.

Seorang siswa SDN Kledokan mengambil menu MBG ketika ruang kelasnya ambrol, Senin (5/5/2025). [Hiskia Andika Weadcaksana/Suarajogja.id]

Namun, alih-alih dimakan di tempat, menu MBG bagi sebagian siswa dibawa pulang. Ada tiga kelas bawah yang hari ini belajar di rumah yakni kelas 1-3.

"Kalau [MBG] yang dibawa pulang ya sekarang lagi dari itu kelas bawah, kelas 1, 2, 3," ucapnya.

Sulis menjelaskan, meski sebagian siswa tidak belajar di sekolah, pihaknya tetap meminta mereka datang untuk mengambil jatah MBG.

Nantinya, guru-guru tersebut memberitahu orang tua siswa melalui grup WhatsApp yang ada.

"Untuk MBG tetap kami suruh ngambil. Jadi ketika MBG datang, guru kelasnya langsung memberitahu di grup paguyuban wali murid untuk anak-anak mengambil MBG," tuturnya.

"Jadi anak-anak ke sekolah membawa tempat makan sendiri untuk memindah makanan yang dari ompreng MBG karena memang ompreng yang dari MBG itu harus kembali dalam posisi tidak ada sisa," sambungnya.

Sulis bilang program MBG ini sudah berjalan sejak 17 Maret dan menyasar seluruh siswa dari kelas I hingga kelas VI. Sedangkan untuk total penerima mencapai 144 siswa.

Renovasi Total Secepatnya

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman memastikan renovasi menyeluruh terhadap ruang-ruang kelas di SDN Kledokan. Perbaikan secara keseluruhan itu direncanakan langsung dimulai pada bulan Mei ini.

"Dari diskusi tadi, saya putuskan untuk bulan ini bisa dibangun. Untuk urusan administrasi nanti kita usahakan untuk diselesaikan sehingga betul-betul bulan Mei ini bisa dibangun," kata Bupati Sleman Harda Kiswaya usai meninjau lokasi.

Dia berharap kejadian ambrolnya atap ruang kelas itu menjadi pertama dan terakhir di Sleman.

Oleh sebab itu Harda menegaskan bahwa pembangunan ulang ruang kelas tidak akan ditunda hingga perubahan anggaran dipastikan pada September mendatang.

Namun Harda memerintahkan agar proses administrasi diselesaikan secepatnya. Sehingga pelaksanaan renovasi bisa dimulai segera bulan ini.

Menurutnya, Dinas Pekerjaan Umum sudah menyusun perencanaan teknis terkait ruang-ruang kelas yang akan diperbaiki.

Awalnya memang hanya satu kelas yang atapnya ambrol yang diutamakan. Namun berdasarkan laporan terdapat beberapa ruang kelas lainnya yang juga mengalami kerusakan, sehingga diputuskan untuk direnovasi total.

"Bahkan informasi dari Bu Kepala Sekolah, tidak hanya kelas ini [VI] tapi ada beberapa kelas sehingga saya putuskan semuanya untuk direnovasi, agar nanti tidak terulang," tegasnya.

Terkait biaya, Harda bilang akan segera dikoordinasikan lintas instansi, termasuk kemungkinan menggunakan Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) mengingat kondisi darurat.

Bupati menyebut bahwa langkah cepat ini penting agar kegiatan belajar siswa tidak terganggu lebih lama.

Selama proses pembangunan, ia meminta pihak sekolah melakukan penyesuaian, termasuk untuk jam belajar mengajar.

Diperkirakan Harda, kebutuhan anggaran renovasi itu sekitar Rp400 juta. Menurut dia, dana sudah tersedia, namun dibutuhkan keberanian dalam mengambil terobosan karena secara administratif sistem anggaran daerah tengah tertutup.

"Uangnya itu ada, hanya secara teknis memang harus ada terobosan keberanian. Karena sekarang ini saat ini baru ditutup, SIPD-nya ditutup," ucapnya.

Mengenai teknis renovasi, Harda menyebut kerusakan akan diperbaiki menggunakan konstruksi baja ringan. Mengingat daerah tersebut ternyata diketahui rawan rayap.

"Diganti baja ringan karena katanya informasi ini daerah epidemi rayap. Di sini banyak bangunan yang kena rayap," tuturnya.

Sementara itu target penyelesaian fisik diperkirakan memakan waktu sekitar tiga bulan.

"Kalau fisik mungkin untuk atap, sekedar atap paling ya 3 bulan selesai. Karena baja ringan lebih cepat," tandasnya.

Terapkan Sistem Sif

SDN Kledokan bakal menerapkan sistem sif terkait menyusul satu ruang kelas yang ambrol. Hal itu bakal berlangsung hingga renovasi menyeluruh selesai dilakukan.

"Besok kalau sudah berjalan kan tidak sekaligus dari awal sampai sana di bongkar semua. Bertahap ya, separuh dulu, kemudian nanti anak-anak mungkin bisa belajar di ruang yang tidak direnovasi dulu yang ada," kata Kepala SDN Kledokan, Sulismiyatun.

Sementara ini, usai insiden atap ambrol tersebut praktis hanya tiga ruang kelas saja yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.

"Karena 6 kelas ruangan yang tersedia hanya tiga kelas nanti bisa sif-sifan, sif pagi dan sif siang, nanti bisa kelas bawah sif pagi, kelas atas sif siang," ungkapnya.

40 Persen SD Negeri di Sleman Butuh Perhatian Khusus

Dinas Pendidikan (Disdik) Sleman mencatat ada 30-40 persen sekolah dasar negeri (SDN) di wilayahnya yang memerlukan perhatian serius terkait kondisi bangunan.

Kondisi di SDN Kledokan, Sleman usai insiden atap ambrol, Senin (5/5/2025). [Hiskia Andika Weadcaksana/Suarajogja.id]

Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Sri Adi Marsanto, menuturkan bahwa prosentase itu diambil dari total 374 SD Negeri yang ada di Bumi Sembada.

Adi bilang informasi terkait kelaikan bangunan sekolah itu dihimpun dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang dilaporkan oleh masing-masing satuan pendidikan.

"SD Negeri total 374, kalau berdasarkan dapodik itu, sebenarnya berharap diisi dengan jujur dan up to date," kata Sri Adi ditemui di SDN Kledokan, Senin (5/5/2025).

Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya keakuratan data dalam sistem Dapodik untuk memotret kondisi riil sekolah-sekolah.

Dijelaskan Adi, bahwa prasarana yang dimaksud mencakup dua aspek utama, yaitu kondisi fisik bangunan serta peralatan atau perabotan di ruang kelas.

"Itu yang ngisi kan nanti dari satuan pendidikan, cuma kalau saya prosentase mungkin ada sekitar 30-40 persen yang memang perlu perhatian khusus secara kondisi bangunan," ungkapnya.

Pihak Disdik Sleman mengaku telah rutin melakukan pemutakhiran data melalui Dapodik. Namun, Adi tak menampik ada keterbatasan dalam mendeteksi kerusakan tersembunyi, seperti di bagian atas plafon atau di bawah atap, yang sulit terjangkau oleh pemeriksaan visual biasa.

"Seperti ini memang secara berkala kita sudah update Dapodik, tapi ada mungkin bagian-bagian tertentu yang mungkin secara detail kita tidak bisa mengkover karena di atas plafon, di bawah genteng," terangnya.

Sebagai langkah tindak lanjut atas insiden ambrolnya atap salah satu kelas di SDN Kledokan itu, Disdik Sleman telah menginstruksikan kepada bidang teknis untuk segera meminta seluruh sekolah memperbarui data kondisi sarana dan prasarana masing-masing.

Adi bilang targetnya, pemutakhiran data itu sudah harus rampung dalam dua minggu ke depan.

Sehingga dapat dipetakan kembali sekolah-sekolah yang diperlukan perbaikan.

"Ke depan, dua minggu ke depan, kami sudah ingatkan ke bidang teknis untuk mengingatkan lagi ke satuan pendidikan untuk mengupdate Dapodik kondisi sarpras, ketersediaan sarpras di satuan pendidikan, dalam dua minggu ke depan selesai," tegasnya.

Adi berharap pembaruan data ini dapat mencegah kejadian serupa terulang di kemudian hari.

Ia menekankan bahwa pencegahan kerusakan bangunan harus dilakukan sejak dini melalui identifikasi kondisi fisik sekolah yang lebih detail dan berkala.

Ditambahkan, Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Mustadi, bahwa langkah evaluasi menyeluruh telah disiapkan sesuai arahan Bupati Sleman.

Ia menyebut telah mengedarkan surat resmi kepada seluruh sekolah untuk mengecek ulang kondisi bangunan.

"Arahan Pak Bupati akan langsung kita ingatkan kembali, kita sudah punya surat edaran kepada semua satuan pendidikan, cek sarana dan prasarana," kata Mustadi.

Mustadi menekankan bahwa secara standar operasional prosedur (SOP) semua sudah terencana dengan baik. Termasuk upaya mitigasi berupa pendataan kondisi bangunan sekolah dan segala sarana prasarana.

"Sudah dilakukan upaya mitigasi bulan September tahun kemarin itu dengan pendataan laporan kondisi bangunan. Serta memantau dari Dapodik. Kalau secara SOP memang sudah ada hanya harus diingatkan lagi. ibaratnya tinggal di rumah ya kita punya tanggung jawab untuk kondisi bangunannya saranannya," tegasnya.

Kesiapsiagaan Satuan Pendidik itu Mutlak

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, Makwan, menekankan pentingnya satuan pendidikan yang tanggap dalam kondisi apa pun, termasuk bencana.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, Makwan saat memberi penjelasan ke wartawan di SDN Kledokan, Sleman, Senin (5/5/2025). [Hiskia Andika Weadcaksana/Suarajogja.id]

Tak melulu soal letusan gunung atau banjir bandang serta puting beliung, tapi rayap, serangga kecil yang bergerak dalam diam pada tiang-tiang kayu pun perlu menjadi perhatian.

"Rayap ini. Ternyata ada kelemahan, sekolah, tidak punya kemampuan melihat risiko ambrolnya atap karena ada rayap, karena ada plafon, tidak terlihat. Ternyata di atas kropos," ujar Makwan.

Dia lantas menyoroti status Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Program yang seharusnya menjadi standar di semua sekolah.

Di Sleman sendiri, kata Makwan baru sebagian kecil saja satuan pendidikan yang mengantongi SPAB.

Berdasarkan data dari https://datapendidikan.slemankab.go.id/ tercatat ada sebanyak 1.896 sekolah di Sleman dengan peserta didik 194.498 dan guru 1.779 serta tendik 17.683 orang.

Namun, Makwan mengungkap sekolah yang sudah memiliki verifikasi SPAB hanya sekitar 107 sekolah saja sampai saat ini.

Itu berarti masih ada ribuan sekolah lain yang belum masuk dalam kategori tersebut dan lebih penting, belum mengantongi sistem serta kesadaran yang cukup untuk menilai risiko.

Padahal dalam SPAB, satuan pendidikan diajak untuk bersama-sama untuk lebih tanggap dan siaga dengan kondisi sekitar.

Tidak hanya tanggung jawab kepala sekolah tapi juga tentang kemampuan semua warga sekolah termasuk siswa untuk menilai risiko yang mungkin terjadi apabila ancaman itu datang.

Makwan berkaca pada peristiwa kebakaran di SDN Delegan 1, Prambanan, Sleman pada 2022 silam.

Insiden itu menjadi pengalaman berharga. Ditambah pula dengan insiden atap ambrol di SDN Kledokan.

Setiap komponen sekolah harus tahu ketika kayu mulai lapuk, jika kabel listrik mulai membahayakan, jika drainase air buruk, ataupun saat pohon di halaman sudah tumbuh terlalu besar.

"Itu semua guru dan semua anak-anak harus tahu, terus bagaimana menyelamatkan diri. Kita pernah punya pengalaman kebakaran [SDN] di Prambanan. Paling tidak di HP kepala sekolah ada nomor pemadam kebakaran. Bisa minta tolong. Kemampuan menilai risiko, kemampuan melakukan penyelamatan kalau ada kondisi kedaruratan," tegasnya.

Belum lagi berbicara soal potensi bencana alam yang lain, mulai dari angin kencang hingga potensi kekeringan yang menyebabkan krisis air bersih di musim kemarau, maupun banjir ketika hujan deras mengguyur.

"Misalnya berkaitan dengan air. Dia harus punya kemampuan jangan sampai sekolah ini kebanjiran. Jadi harus dipastikan drainasenya. Ada kasus SD saat musim kemarau kekurangan air, minta dropping air, itu ada beberapa di wilayah barat. Ketika hujan sekolah itu melakukan apa? Punya tidak sumur resapan?" ujarnya.

"Aturannya setiap 60 meter persegi itu satu sumur resapan. Kalau 600 meter persegi berarti harus ada 10 sumur resapan dengan kedalaman masing-masing 3 meter. Itu aturan DLH," tambahnya.

Pembicaraan tentang hak anak tentu berkutat pada hak untuk belajar, hak anak untuk sehat ataupun hak anak untuk bermain.

Namun sebelum masuk pada semua itu, ada hak mendasar anak yang perlu dipastikan dulu: hak untuk selamat.

Selamat dan aman di mana pun mereka berada, terutama di lingkungan pendidikan.

Tidak seharusnya anak-anak harus khawatir ketika belajar untuk masa depan mereka.

Anak-anak membutuhkan bukan hanya sosok keluarga dan guru yang mendidik tiap langkahnya tetapi juga melindungi.

Bangunan sekolah mungkin boleh tua namun kesadaran dan sistem untuk menciptakan satu ruang aman bagi anak-anak seharusnya tidak boleh usang.

Tak cukup dilakukan saat atau sesudah bencana datang tapi sudah harus dimulai jauh sebelum genting pertama jatuh ke lantai.

Load More