Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 22 Mei 2025 | 11:06 WIB
Penggugat soal ijazah Jokowi di PN Sleman, Komardin ditemui di PN Sleman, Kamis (22/5/2025). [Hiskia/Suarajogja]

SuaraJogja.id - Pengadilan Negeri (PN) Sleman dijadwalkan menggelar sidang gugatan perdata terkait ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis (22/5/2025) hari ini.

Sidang yang perdana itu digelar atas gugatan yang dilayangkan oleh Ir Komardin.

Adapun dalam gugatan perdata ini, pihak tergugat meliputi Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Wakil Rektor 1, Wakil Rektor 2, Wakil Rektor 3, dan Wakil Rektor 4 UGM.

Kemudian Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan UGM, serta Ir. Kasmudjo yang diketahui sebagai Dosen Pembimbing Akademik Jokowi semasa kuliah.

Baca Juga: Diseret dalam Polemik Ijazah, Kasmudjo Tegaskan Bukan Pembimbing Skripsi Jokowi

Agenda yang merupakan mediasi tersebut akan dipimpin langsung oleh Hakim Ketua Cahyono.

Berdasarkan pantauan SuaraJogja.id di PN Sleman hingga pukul 10.00 WIB persidangan belum dimulai.

"Ini kita ingin membuktikan ijazah yang di diduga palsu," kata Komardin, saat ditemui sebelum persidangan di PN Sleman, Kamis pagi.

Komardin mengatakan semua dokumen itu dimiliki oleh UGM.

Mulai dari data-data calon mahasiswa hingga mahasiswa yang sudah lulus dari Fakultas Kehutanan, serta skripsi dan ijazah.

Baca Juga: UGM Digugat Rp1.069 Triliun Soal Ijazah Jokowi, Rupiah Bisa Jadi Rp20 Ribu?

"Bahkan ijazah daripada rektor, wakil rektor, dekan, kita minta untuk diuji sebagai pembanding. Nanti kan ada alat dihadirkan di sini untuk mengetes kita bandingkan antara jasa yang satu dengan jasa yang lainnya," ucapnya.

Terkait upaya mediasi yang akan ditempuh dulu oleh PN Sleman, Komardin bilang dapat digunakan sebagai percepatan penyelesaian.

Namun hal itu tetap harus disertai dengan pembuktian.

"Dokumennya kan sudah tersedia semuanya. Tinggal dia mau bawa di sini atau tidak," tuturnya.

Secara pribadi, Komardin sendiri tetap berencana untuk menyelesaikan polemik ini sampai dengan pengadilan. Kecuali jika pembuktian bisa dilakukan saat mediasi.

"Bawa saja dokumennya kita periksa. Nah, jadi, kalau mediasi tanpa periksa itu tidak, kita tolak. Ya, harus ada pembuktian. Tetap disidang," tegasnya.

"Oh ya kalau langsung diselesaikan tak usah begini ya enggak bisa. Harus dibuktikan dulu. Iya harus ada pembuktian. Nanti kita wah ini ada apa lagi ini? Kok tiba-tiba berhenti? gitu," imbuunya.

Kegaduhan Rugikan Negara

Komardin menilai Universitas Gadjah Mada (UGM) turut bertanggung jawab atas kegaduhan tersebut.

Dia menuding sikap UGM yang bungkam terhadap permintaan klarifikasi soal ijazah itu.

Hal itu kemudian justru memicu gejolak publik dan memperburuk kondisi ekonomi nasional.

"Dasarnya itu UGM ini termasuk bungkam ya, tidak memberikan informasi yang berdasarkan undang-undang itu ya. Jadi intinya kita minta kepada UGM supaya dia terbuka seterang-terangnya," kata Komardin.

Menurut Komardin, kegaduhan yang tak kunjung diredam melalui klarifikasi secara gamblang dari pihak UGM membuat nilai tukar rupiah terus melemah.

Ia menilai gejolak ini bisa berdampak sistemik pada perekonomian Indonesia jika terus menerus dibiarkan.

"Akibat negara ini menjadi gaduh, ini kan nilai rupiah kita anjlok, kalau ini anjlok semua sektor rusak. Jadi saya tidak ada urusan dengan Jokowi tidak ada urusan dengan apa, pokoknya saya hanya ingin bagaimana supaya situasi kondusif ya," ujarnya.

Komardin mencontohkan pada dua tahun lalu nilai tukar rupiah masih berada pada kisaran Rp15.500 per dolar AS. Sedangkan saat ini sudah menembus Rp16.700.

Menurutnya, selisih itu memicu lonjakan beban pembayaran utang luar negeri Indonesia.

Hal itu pula yang dinilai melatarbelakangi kebijakan efisiensi atau pemotongan anggaran.

"Utang kita bayar akhir tahun itu sekitar 800 triliun 800,33 triliun, dengan asumsi dolar 15.500 yang sekarang sudah 16 ribu artinya ada tambahan makanya anggaran dipotong semua dialihkan ke situ," ucapnya.

Dalam gugatannya, Komardin menggugat UGM sebesar Rp1.000 triliun atas kerugian immateriil yang dinilainya timbul akibat kegaduhan ijazah tersebut.

Masih ditambah pula dengan Rp69 triliun untuk kerugian materiil.

"Makanya saya tuntut itu UGM kerugian materiil itu ada Rp69 triliun, kerugian imateriil itu Rp1.000 triliun," ungkapnya.

Load More