Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 31 Mei 2025 | 15:57 WIB
Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji di Sleman. [Hiskia/Suarajogja]

SuaraJogja.id - Pondok Pesantren Ora Aji, milik Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah kembali menjadi sorotan publik.

Hal itu usai mencuatnya kasus dugaan penganiayaan yang terjadi antara sesama santri di ponpes tersebut.

Gus Miftah melalui pihak Yayasan Ponpes Ora Aji memberikan tanggapan mengenai dugaan kasus tersebut. Dia disebut telah meminta maaf terkait hal itu.

"Ya pertama tadi sudah disampaikan sama ketua yayasan ya, musibah ini adalah pukulan bagi kami terutama atas nama pondok pesantren ya," kata Adi Susanto, selaku kuasa hukum Yayasan Ponpes Ora Aji, ditemui wartawan, Sabtu (31/5/2025).

Baca Juga: Angkat Bicara, Yayasan Ponpes Ora Aji Bantah Ada Penganiayaan, Begini Kronologi Peristiwanya

"Ini adalah pukulan sehingga atas nama ketua yayasan, beliau [Gus Miftah] sudah menyampaikan permohonan maaf-nya tadi," imbuhnya.

Adi menjelaskan bahwa dalam kapasitasnya, pondok tidak terlibat langsung dalam peristiwa tersebut.

Ponpes hanya berperan sebagai mediator untuk menjembatani komunikasi antara santri yang diduga menjadi korban dan pelaku.

"Kalau ditanya kemudian apa yang dilakukan sekali lagi kapasitas pondok hanya menjadi mediator saja untuk memfasilitasi terjadinya komunikasi antara pelaku dengan korban. Hanya sebatas itu saja, tidak ada yang lain," ungkapnya.

Saat kejadian berlangsung, diungkapkan Adi, Gus Miftah sedang tidak berada di pondok.

Baca Juga: Santri Disiksa di Ponpes Gus Miftah: Diduga Dianiaya 13 Orang, Alami Trauma

Adapun Gus Miftah sedang menjalankan ibadah umrah di luar negeri.

Hal ini menyebabkan Gus Miftah tidak secara langsung mengetahui kronologi awal peristiwa tersebut.

"Mohon izin saat peristiwa terjadi abah [Gus Miftah] sedang umroh. Jadi abah sedang umroh. Abah tidak ada di pondok," ujarnya.

Adi menegaskan bahwa kejadian itu murni persoalan yang muncul antarindividu sesama santri.

"Tidak ada keterkaitannya pondok dengan korbannya. Jadi pure murni antara santri dengan santri," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Ponpes Ora Aji, Dwi Yudha Danu, menambahkan langkah-langkah yang telah diambil pihak yayasan, termasuk mengupayakan mediasi dan pendekatan persuasif kepada pihak keluarga korban.

"Mengenai berita yang sudah tersebar di media massa, kami dari pihak yayasan sudah menempuh langkah-langkah komunikasi persuasif terkait dengan perkara yang sudah tersebar di media. Dari pihak yayasan sudah melakukan mediasi dengan pihak korban untuk mengambil langkah dan solusi-solusi terbaik dari perkara ini," tutur Dwi Yudha.

Namun hingga kini, penyelesaian secara damai belum tercapai. Permintaan kompensasi dari pihak keluarga korban disebut tidak dapat dipenuhi oleh pihak santri yang sebagian besar berasal dari kalangan kurang mampu.

Sebelumnya diberitakan seorang santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji berinisial KDR (23) diduga menjadi korban penganiayaan.

Pelakunya diduga merupakan 13 orang pengurus dan santri lain yang juga berada di ponpes asuhan Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah itu.

Hal itu diungkap oleh Ketua tim kuasa hukum KDR, Heru Lestarianto mengungkapkan dugaan aksi penganiayaan terhadap kliennya itu terjadi pada 15 Februari 2025 lalu.

Disampaikan Heru, tak hanya luka fisik saja yang diderita kliennya. Informasi dari orang tua korban, kini KDR mengalami gangguan mental imbas dari penganiayaan itu.

Mengingat penganiayaan kepada kliennya yang tak hanya dipukuli secara beramai-ramai. Namun juga diduga korban disetrum dan dipukuli menggunakan selang.

Korban sempat melakukan visum usai kejadian itu. Namun saat ini korban sudah dibawa pulang oleh keluarganya ke rumahnya di Kalimantan.

Atas kasus ini, kliennya juga telah membuat laporan polisi di Polsek Kalasan dengan Nomor : STTLP/22/II/2025/SEK KLS/POLRESTA SLM/POLDA DIY tertanggal 16 Februari 2025. Namun kemudian penanganan kasus sudah dialihkan ke Polresta Sleman.

Penjelasan Polisi

Sementara itu, Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setianto Erning Wibowo bilang kasus ini bermula dari KDR yang diduga melakukan beberapa kali aksi pencurian di ponpes hingga akhinya tertangkap oleh santri lain.

"Kemudian emosional, kemudian ada penganiayaan. Kemudian dilaporkan kepada kita. Kita lakukan pemeriksaan," ujar Edy.

Dia mengakui bahwa perkara itu sudah dilaporkan pada 18 Februari 2025 lalu.

Bahkan sudah ada 13 orang yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus ini.

Disampaikan Edy, 13 orang tersangka itu seluruhnya merupakan santri yang ada di ponpes tersebut.

"Ada yang anak-anak ada yang dewasa. 5 orang anak-anak," ucapnya.

Berdasarkan penyidikan yang dilakukan oleh polisi, penganiayaan itu dilakukan menggunakan tangan kosong dan sejumlah alat.

Namun ia tak merinci secara detail proses penganiayaan itu.

"Hasil pemeriksaan ada yang mukul ada pemukulan ada pakai alat, kemudian pakai tangan. Memang di situ ada kita amankan aki sama kabel tapi aki itu sudah tidak ada strumnya, mungkin dipakai untuk nakut-nakutin saja," ungkapnya.

Disampaikan Edy, ada pula empat dari 13 orang tersangka itu yang melaporkan balik korban KDR. Mereka melaporkan atas dugaan pencurian.

"Jadi dari 13 itu ada yang 4 orang yang barangnya pernah diambil oleh korban itu dilaporkan pada kita, pencurian. Sekarang sudah ditangani oleh Polres juga. Awalnya dari pencurian itu," kata dia.

Load More