SuaraJogja.id - Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Cahya Purnama, mengungkapkan kekhawatiran serius soal ketersediaan tenaga dokter di wilayahnya.
Jumlah lulusan fakultas kedokteran yang terus meningkat nyatanya tidak sejalan dengan pemenuhan kebutuhan dokter di pelayanan primer atau puskesmas.
Disampaikan Cahya, saat ini, dari total kebutuhan dokter di Sleman, tingkat pemenuhannya baru sekitar 70 persen.
Angka itu mencakup tenaga kesehatan di 25 puskesmas, Dinas Kesehatan, dan rumah sakit.
"Kita kecukupannya baru 70 persen dari rencana kebutuhan. Nah dari 70 persen itu baru 50 persen yang dari PNS atau ASN yang lainnya masih non-ASN. Jadi nanti kalau non-ASN sudah tidak boleh lagi, itu akan lebih berat lagi," kata Cahya, Rabu (4/6/2025).
Cahya bilang bahwa beban kerja dokter di puskesmas saat ini sudah sangat berat. Berdasarkan standar BPJS saja, idealnya satu dokter melayani 5.000 peserta.
"Jadi kalau mereka tadi rata-rata kebutuhan dokter ya bisa tujuh [tiap] puskesmas seharusnya tapi ketersediaan kita masih lima, di bawah lima kadang tapi yang seharusnya tujuh," ungkapnya.
"Kalau dengan kekurangan satu dokter aja ya mungkin menjadi satu banding bisa 8 ribu, bisa 10 ribu," imbuhnya.
Minimnya tenaga dokter di layanan primer ini, kata Cahya bakal berimbas langsung pada kualitas layanan kepada masyarakat.
Baca Juga: Covid-19 Naik Lagi, Ini Kata Dinkes Sleman Soal 'Cita Mas Jajar' dan Vaksinasi
Apalagi, tuntutan pelayanan dari pemerintah pusat justru semakin tinggi, dengan berbagai program mulai dari cek kesehatan gratis dan integrasi layanan primer (ILP).
"Pelayanan ke masyarakat jelas akan terganggu. Kalau ketersediaan dokter ini tidak mencukupi," ucapnya.
Sedikit yang Berminat ke Puskesmas
Diungkapkan Cahya, kondisi ini disebabkan oleh banyak lulusan kedokteran yang kemudian lebih memilih langsung melanjutkan sekolah spesialis begitu menyelesaikan masa internship.
Alhasil, pengabdian di puskesmas menjadi singkat dan tidak berkelanjutan.
"Kalau sementara seperti ini mereka dengan internship hanya 6 bulan di puskesmas kemudian sekolah, nah itu otomatis kita kehilangan banyak dokter. Karena mereka jarang yang mau ke pelayanan primer, jarang mau yang ke puskesmas," ungkap Cahya.
Padahal, puskesmas merupakan garda terdepan dalam layanan pencegahan dan promosi kesehatan masyarakat.
"Maunya langsung sekolah. Nah ini yang cukup kami takutkan ke depan kalau sampai-sampai puskesmas itu tidak memiliki dokter lagi. Nah ini kan ngeri ke depannya," tuturnya.
Kebijakan internship dokter baru yang total hanya selama setahun yakin 6 bulan di rumah sakit dan 6 bulan di puskesmas membuat kondisi itu makin tak ideal.
"Hanya 6 bulan di puskesmas, kemudian bisa langsung sekolah. Padahal yang kita harapkan kan paling tidak 3 tahun lah Sehingga sustainable untuk mereka digantikan terus itu ada kalau 3 tahun tapi kalau 6 bulan kan terlalu cepat. Ya, nyarinya juga sulit," tuturnya.
Dorong Munculkan Lagi Skema PTT
Untuk mengatasi persoalan ini, Cahya mendorong agar pemerintah pusat kembali menerapkan skema Pegawai Tidak Tetap (PTT).
Skema ini dulu mewajibkan dokter mengabdi di puskesmas selama tiga hingga lima tahun sebelum boleh melanjutkan sekolah spesialis.
"Sehingga ini memang butuh sumber daya yang harus segera disiapkan dengan mandatori dari pusat dan sifatnya mewajibkan untuk mengabdi ke pelayanan primer. Mengabdi dulu ke puskesmas baru boleh mereka sekolah," terangnya.
"Kalau sudah seperti itu saya kira nanti ke depan akan tercukupi. Kebutuhan dokter, dokter gigi, kan untuk PTT semua. Kita lihat sekarang itu fakultas kedokteran nambah terus tapi lulusannya juga enggak menambah isinya puskesmas karena pada sekolah," sambungnya.
Dia menilai tak bisa hanya berpikir untuk fokus pada pelayanan sekunder saja.
Melainkan layanan primer juga penting untuk langkah-langkah penguatan pencegahan dan promosi kesehatan.
"Nah ini kalau enggak ada mandatori dari pusat, kami akan kesulitan mencari SDM, dokter," ujarnya.
Jika pola ini terus berlanjut tanpa regulasi baru dari pemerintah pusat, Cahya memperkirakan dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan, puskesmas di Sleman akan mengalami krisis regenerasi dokter.
"Ke depannya, saya mikirnya nanti 5 tahun, 10 tahun ke depan mungkin puskesmas sudah kesulitan karena enggak ada regenerasi," ungkap dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Tanpa Naturalisasi! Pemain Rp 2,1 Miliar Ini Siap Gantikan Posisi Ole Romeny di Ronde 4
- Akal Bulus Dibongkar KPK, Ridwan Kamil Catut Nama Pegawai Demi Samarkan Kepemilikan Kendaraan
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- Bocor! Timnas Indonesia Naturalisasi 3 Pemain Keturunan, Ada dari Luar Eropa
- Thijs Dallinga Keturunan Apa? Striker Bologna Mau Dinaturalisasi Timnas Indonesia untuk Ronde 4
Pilihan
-
4 Rekomendasi HP Murah Infinix dengan NFC, Fitur Lengkap Tak Bikin Dompet Jebol
-
Siap Taklukan Super League, Ini Daftar Lengkap Pemain Bhayangkara Presisi Lampung FC
-
Demi Juara, Pemain Timnas Indonesia U-23 Diminta Pakai Cara 'Keras' Lawan Vietnam
-
Harga Emas Antam Makin Merosot, Hari Ini Jadi Rp 1.906.000 per Gram
-
Mengenal Faskho Sengox, 'Mbah Buyut' Sound Horeg yang Melegenda Jauh Sebelum Edi Sound Viral
Terkini
-
Berlanjut, Kejari Sleman Sita Ponsel dan Dokumen Penting Kasus Korupsi Dana Hibah Pariwisata
-
Kejati DIY Segera Panggil Saksi Baru Kasus Dugaan Korupsi Internet Diskominfo Sleman
-
Sawah Kulon Progo Tergerus Tol: Petani Terancam, Ketahanan Pangan Dipertaruhkan?
-
Bantul Genjot Pariwisata: Mampukah Kejar Target PAD Rp49 Miliar?
-
Walikota Yogyakarta "Turun Tangan": Parkir Valet Solusi Ampuh Atasi Parkir Liar?