Ia mengkritik keras bagaimana berbagai peristiwa kekerasan itu kerap direduksi.
Menurut Andi, menghapus pengalaman traumatik atau sekadar menuliskannya sebagai catatan administratif formal adalah bentuk pembunuhan kedua terhadap korban.
"Jangan sampai juga nanti ini peristiwa kekerasan perkosaan massal 98 disebut sebagai sebuah ekses dari huru-hara. Itu akan sangat bahaya karena itu akan mematikan atau membunuh dua kali korban yang pernah kita alami," ucap Andi.
"Jadi saya kira ada satu kesadaran etis yang harus kita pegang di dalam proses penulisan kesejarahan ini," tegasnya.
Baca Juga: Museum Muhammadiyah Kesulitan Kumpulkan Koleksi Sejarah, Kemenbud Janji Bantu Lengkapi Artefak
Bagi Andi, sejarah kekerasan terhadap perempuan tidak boleh hanya dijadikan catatan pinggiran saja dalam peristiwa itu.
Apalagi dalam berbagai gejolak politik besar, tubuh perempuan selalu menjadi target baik di Indonesia maupun negara lain.
"Dalam berbagai gejolak politik yang besar di dalam republik ini ya. [Peristiwa] '65, DOM di Aceh, '98, tubuh perempuan jadi target. Ini juga terjadi di dalam sejarah dunia," paparnya.
Ia menilai bahwa para penyusun sejarah nasional cenderung mengabaikan dimensi ini, dan justru menganggapnya sebagai bagian sampingan yang tak penting.
Padahal, kata Andi, ini adalah titik kritis untuk menilai keberpihakan sejarah pada nilai kemanusiaan.
Baca Juga: Jalan-jalan ke Taman Pintar, Fadli Zon Minta Tapak Kaki Prabowo Ikut Ditampilkan di Wahana Presiden
"Tubuh perempuan selalu dijadikan target dalam sebuah krisis politik, dalam peperangan, dalam berbagai peristiwa. Maka kritikal poin kita dalam melihat, misalnya katakanlah mereka tetap jalan, kita akan melihat bagaimana cara mereka menulis sejarah itu," tuturnya.
Pandangan Pribadi Menteri atau Pemerintah?
Dalam kesempatan ini, Andi turut mempertanyakan peran Menbud Fadli Zon dalam menyampaikan berbagai pandangan kontroversial terkait penulisan ulang sejarah ini.
"Dan selalu pada akhirnya saya melihat yang lebih sibuk kan sebenarnya menterinya [Fadli Zon] dibanding para sejarawannya. Menterinya ngomong di mana-mana gitu," tuturnya.
"Jadi apakah ini pandangan pribadi Fadli Zon sebagai menteri kebudayaan atau pandangan resmi pemerintah? Ini yang harus kita nilai juga," imbuhnya.
Jika merupakan pandangan sang menteri pribadi maka, Andi bilang hal ini tak sesuai dengan kapasitasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 1 Detik Jay Idzes Jadi Pemain Udinese Langsung Cetak Sejarah Liga Italia
- Pramono Ajak Anies Nobar Persija di JIS: Sekarang Tuan Rumahnya Saya, Bukan yang Bikin Nggak Nyaman
- Penyerang Rp1,30 Miliar Urus Naturalisasi, Lini Serang Timnas Indonesia Makin Ganas
- 9 Mobil Bekas Merek Xenia Harga di Bawah Rp60 Juta, Cocok Jadi Kendaraan Keluarga
- Tecno Pova Curve 5G Lolos Sertifikasi di Indonesia: HP Murah dengan Layar Elegan
Pilihan
-
Perintah Hemat Prabowo Mulai Longgar, Sri Mulyani Buka Blokir Anggaran Rp129 Triliun Bagi 99 K/L
-
Cukai Minuman Manis Batal Berlaku di 2025
-
Ekonomi Loyo, Pajak Ambles Rp77 Triliun: APBN Mei 2025 Minus!
-
Perang Iran-Israel Bikin Sri Mulyani Was-was, Kenapa?
-
Here We Go! Jaka Pindah ke Leeds United, Jay Idzes Direkrut Udinese?
Terkini
-
Luncurkan SINAR Sleman, Inovasi Digital Pemkab agar Warga Bisa Kontrol Pembangunan Daerah
-
Purnawirawan Desak Gibran Dimakzulkan, DPR Pilih Tunda Pembahasan: Ada Apa dengan Tanggal 20?
-
Trauma Korban '98 Dibunuh Dua Kali? Sejarawan Kecam Pernyataan Fadli Zon Soal Pemerkosaan Massal
-
Perang Iran-Israel Ancam Indonesia, Pakar Perdamaian Minta Prabowo Serukan Gencatan Senjata
-
Pengemudi Diduga Mabuk Tabrak Motor di Sleman: Korban Luka Serius, Polisi Temukan Botol Miras