Berbeda dengan perayaan tahun baru Masehi yang penuh gemerlap pesta dan kembang api, Tahun Baru Jawa justru disambut dengan keheningan.
Malam 1 Suro adalah malam prihatin, bukan malam untuk bersenang-senang.
Menggelar pesta, hajatan, atau bahkan pernikahan pada malam ini dianggap tidak menghormati kesakralan waktu dan bisa mengundang petaka.
Energi malam itu adalah untuk kontemplasi, bukan euforia.
3. Dilarang Berkata Kasar, Bergunjing, dan Berpikiran Kotor
Pada malam dengan getaran spiritual yang tinggi, setiap ucapan dan pikiran diyakini memiliki bobot yang lebih besar.
Seorang pemerhati budaya Jawa pernah berkata, "Ucapan adalah doa, apalagi di malam sakral seperti ini. Apa yang keluar dari mulut dan hati bisa menjadi kenyataan"
Oleh karena itu, menjaga lisan dari sumpah serapah, menjaga telinga dari gunjingan, dan menjaga hati dari pikiran negatif adalah sebuah keharusan. Ini adalah laku batin untuk menjaga kesucian diri saat memasuki tahun yang baru.
4. Dilarang Pindah Rumah atau Memulai Usaha Baru
Baca Juga: Peringati Malam 1 Suro, Ribuan Warga Mubeng Beteng Keraton Jogja
Menurut perhitungan primbon Jawa, Malam 1 Suro dianggap sebagai hari yang "berat" dan "tenang", tidak cocok untuk memulai sesuatu yang bersifat jangka panjang seperti pindah rumah, membuka usaha, atau menandatangani kontrak penting.
Memulai sesuatu pada hari yang energinya difokuskan untuk introspeksi dan "berdiam diri" dipercaya akan membuat hal tersebut sulit berkembang atau penuh rintangan. Sebaiknya, tunggulah hari baik lainnya setelah melewati masa transisi tahun baru ini.
5. Dianjurkan Melakukan Laku Prihatin dan Introspeksi
Sebagai ganti dari larangan-larangan di atas, masyarakat justru dianjurkan untuk melakukan berbagai laku spiritual.
Beberapa di antaranya adalah tirakat (menahan hawa nafsu), lek-lekan (tidak tidur semalaman) sambil berdoa atau berzikir, atau melakukan tapa bisu (tidak berbicara) sambil berjalan mengelilingi tempat-tempat yang dianggap sakral seperti keraton atau petilasan.
Bagi masyarakat modern di perkotaan, laku ini bisa diwujudkan dalam bentuk yang lebih sederhana: mematikan gawai sejenak, meditasi, menulis jurnal refleksi, atau sekadar berdiam diri merenungi perjalanan hidup selama setahun ke belakang.
Berita Terkait
Terpopuler
- Shin Tae-yong: Jay Idzes Menolak
- Innalillahi, Komedian Mpok Alpa Meninggal Dunia
- Kata-kata Miliano Jonathans Tolak Timnas Indonesia
- Dulu Dihujat karena Biaya Persalinan Dibantu Raffi Ahmad, Rupanya Mpok Alpa Punya Cerita Memilukan
- Anak Muda Merapat! Ini 4 Mobil Bekas Keren Rp30 Jutaan yang Siap Diajak Keliling Pulau Jawa
Pilihan
-
Debit Manis Shayne Pattynama, Buriram United Menang di Kandang Lamphun Warrior
-
PSIM Yogyakarta Nyaris Kalah, Jean-Paul van Gastel Ungkap Boroknya
-
Cerita Awal Alexander Isak, Zlatan Baru yang Terasingkan di Newcastle United
-
Di Balik Gemerlap Kemerdekaan: Veteran Ini Ungkap Realita Pahit Kehidupan Pejuang yang Terlupakan
-
Daftar 5 HP Android Punya Kamera Setara iPhone, Harga Jauh Lebih Murah
Terkini
-
Gagasan Sekolah Rakyat Prabowo Dikritik, Akademisi: Berisiko Ciptakan Kasta Pendidikan Baru
-
Peringatan 80 Tahun Indonesia Merdeka, Wajah Penindasan Muncul jadi Ancaman Bangsa
-
Wasiat Api Pangeran Diponegoro di Nadi Keturunannya: Refleksi 200 Tahun Perang Jawa
-
Bantul Lawan Arus, Daerah Lain Naikkan PBB, Bantul Justru Beri 'Hadiah' Ini di 2026
-
Simulasi Kredit Motor Agustus 2025: Beat Cicilan Rp700 Ribuan, Mana Paling Murah?