Budi Arista Romadhoni
Rabu, 31 Desember 2025 | 09:07 WIB
Kemacetan terjadi di kawasan Malioboro pada libur Nataru, Selasa (30/12/2025). [Suara.com/Putu]
Baca 10 detik
  • Yogyakarta menarik 9,3 juta wisatawan saat libur akhir tahun, didukung pujian keramahan dan ketertiban lalu lintas di medsos.
  • Kepala Dinas Pariwisata DIY menyatakan kunjungan wisatawan melampaui estimasi awal, menyebabkan tingkat hunian hotel mencapai 80 persen.
  • Pola kunjungan mulai menunjukkan pemerataan ke wilayah lain, meskipun konsentrasi menginap wisatawan tetap tinggi di Kota Yogyakarta dan Sleman.

SuaraJogja.id - Yogyakarta nampaknya semakin menempatkan posisinya sebagai kota yang selalu dirindukan dan jadi tourist darling atau kesayangan wisatawan. Pada libur akhir tahun ini, Yogyakarta bukan hanya dipadati 9,3 juta wisatawan, tetapi juga dipenuhi puja-puji yang bertebaran di media sosial (medsos). 

Unggahan tentang keramahan warga, kehangatan suasana kota, hingga keindahan destinasi wisata, Jogja seolah menjadi kesayangan warganet yang mencari pengalaman liburan yang lebih bermakna. Belum lagi banyak wisatawan yang terkaget-kaget dengan tertibnya lalulintas di kota ini. 

Tak banyak klakson yang berbunyi meski kemacetan dimana-mana. Pengendara motor tertib di belakang marka jalan. Banyak narasi wisatawan yang menulis  Jogja memberi rasa pulang, bukan sekadar tempat singgah. 

"Narasi semacam inilah yang kemudian ikut mendorong arus kunjungan yang besar ke Yogyakarta sepanjang musim liburan," papar Kepala Dinas Pariwisata (dinpar) DIY, Imam Pratanadi di Yogyakarta, Selasa (30/12/2025).

Imam menyebut, jumlah wisatawan yang datang bahkan melampaui perkiraan awal. Dampaknya terasa nyata pada tingkat hunian hotel yang tinggi, sekaligus pada ramainya destinasi wisata di berbagai wilayah.

Dari laporan Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) DIY, okupansi hotel di DIY rata-rata mencapai 80 persen. Bahkan di Kota Yogyakarta mencapai lebih dari 85 persen.

Meski Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman tetap menjadi magnet utama, khususnya sebagai lokasi menginap, Imam menilai pola kunjungan wisatawan mulai menunjukkan pemerataan. Wisatawan tidak lagi hanya berpusat di Malioboro atau kawasan kota, tetapi juga bergerak ke wilayah lain seperti Bantul, Gunungkidul, hingga Kulon Progo.

"Terkait pemerataan objek wisata yang dikunjungi, secara umum sudah terlihat. Hanya saja saya masih harus mendapatkan data yang pasti dari teman-teman di kabupaten dan kota," jelasnya.

Menurutnya, kecenderungan wisatawan untuk mengeksplorasi destinasi alternatif, mulai dari desa wisata, pantai-pantai di selatan, hingga kawasan perbukitan menjadi penanda bahwa wajah pariwisata Jogja semakin beragam. 

Baca Juga: 4 Wisata Jogja yang Instagramable, Cocok untuk Foto-foto

Wisata tidak lagi dimaknai sebatas kunjungan ke ikon-ikon lama. Namun juga pengalaman yang lebih personal dan dekat dengan kehidupan masyarakat setempat.

Pola kunjungan wisatawan menunjukkan kecenderungan yang lebih tersebar. Namun karena aktivitas menginap berlangsung pada malam hari, konsentrasi wisatawan tetap tampak di Kota Yogyakarta dan Sleman.

"Namun secara garis besar, artinya kunjungan wisatawan tidak terpusat hanya di satu atau dua titik saja. Banyak wisatawan yang kemudian terkumpul di wilayah Kota Yogyakarta dan Sleman, terutama untuk menginap," ungkapnya.

Terkait kondisi lalu lintas, Imam menilai situasi masih relatif terkendali. Belum banyak keluhan yang disampaikan masyarakat maupun wisatawan, meskipun kepadatan lalu lintas terjadi dimana-mana.

"Namun kelancaran lalu lintas tetap menjadi pekerjaan rumah bagi kita bersama," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More