SuaraJogja.id - Kota Yogyakarta tengah menghadapi lonjakan kasus leptospirosis yang mengkhawatirkan sepanjang semester pertama tahun 2025. Tak hanya jumlah kasus yang meroket nyaris 100 persen, angka kematian akibat penyakit yang sering disebut kencing tikus ini juga sangat tinggi, mencapai 31 persen.
Situasi ini memicu pertanyaan besar: dengan data yang begitu genting, mengapa Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta belum juga menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB)?
Berdasarkan data resmi Dinkes Kota Yogyakarta per 9 Juli 2025, telah tercatat 19 kasus leptospirosis, dengan 6 di antaranya berakhir dengan kematian.
Angka ini menunjukkan peningkatan drastis dibandingkan sepanjang tahun 2024, yang hanya mencatatkan 10 kasus dengan 2 kematian dan case fatality rate (CFR) sebesar 20 persen.
Kepala Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit, Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Dinkes Kota Jogja, Lana Unwanah, mengakui bahwa situasi ini sebenarnya sudah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai KLB dari sisi epidemiologi.
"Kalau secara epidemiologi harusnya iya ya [KLB], nanti kami konsultasikan ke pimpinan," kata Lana saat dikonfirmasi.
Salah satu pertimbangan utama belum ditetapkannya status KLB adalah karena mayoritas kasus kematian disebabkan oleh keterlambatan pasien dalam mengakses layanan kesehatan.
Hal ini sering kali terjadi karena gejala awal leptospirosis yang tidak spesifik dan mirip dengan penyakit infeksi umum lainnya.
"Yang menjadi masalah adalah gejala klinis pada manusia itu relatif tidak spesifik, jadi ada demam, ada nyeri kepala, kemudian ada nyeri otot, dengan keseluruhan yang disebabkan oleh infeksi pada umumnya, infeksi virus maupun infeksi bakteri," terangnya.
Baca Juga: Leptospirosis Renggut 3 Nyawa di Sleman, Dinkes: Segera Periksa Jika Alami Gejala Ini
Akibatnya, banyak pasien tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi bakteri Leptospira yang berbahaya.
"Sehingga di awal memang seringkali kita tidak menjadi, hampir seluruh pasien yang didiagnosis ini juga tidak menyangka bahwa ini tertular leptospirosis," sambung Lana.
"Jadi itu yang harus kita waspadai, sehingga dari beberapa kasus ini memang rata-rata problem akses layanannya itu agak lambat gitu, nggak langsung [ditangani]," ucapnya.
Meskipun belum menetapkan KLB, Pemerintah Kota Yogyakarta telah mengambil langkah kewaspadaan dengan menerbitkan Surat Edaran Wali Kota Nomor 100.3.4 / 2407 Tahun 2025 Tentang Kewaspadaan Kejadian Leptospirosis dan Hantavirus. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari surat edaran Gubernur DIY untuk memperkuat pengendalian penyakit tersebut.
"Ya ini kita berharap jangan sampai kasus di semester dua ini terus bertambah," tandasnya.
Bukan Cuma Petani, Hobi Mancing dan Berkemah Juga Berisiko
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Sehat & Hemat Jadi lebih Mudah dengan Promo Spesial BRI di Signature Partners Groceries
- Sahroni Blak-blakan Ngaku Ngumpet di DPR saat Demo 25 Agustus: Saya Gak Mungkin Menampakan Fisik!
- Baru Sebulan Diterima, Bantuan Traktor untuk Petani Cianjur Malah Dijual Ketua Gapoktan
- Dilakukan Kaesang dan Erina Gudono, Apa Makna Kurungan Ayam dalam Tedak Siten Anak?
- Senang Azizah Salsha Diceraikan, Wanita Ini Gercep Datangi Rumah Pratama Arhan
Pilihan
-
Ledakan Followers! Klub Eropa Raup Jutaan Fans Berkat Pemain Keturunan Indonesia
-
Demo Hari Ini 28 Agustus: DPR WFH, Presiden Prabowo Punya Agenda Lain
-
Dikuasai TikTok, Menaker Sesalkan PHK Massal di Tokopedia
-
Thom Haye Gabung Persib Bandung, Pelatih Persija: Tak Ada yang Salah
-
Bahas Nasib Ivar Jenner, PSSI Sebut Pemain Arema FC
Terkini
-
ITF Bawuran Genjot Kapasitas: Bakar Sampah Lebih Banyak, Biaya Juga Naik?
-
Profil Salsa Erwina, Perempuan Muda dari UGM yang Berani Tantang Debat Ahmad Sahroni
-
Guru Jadi 'Korban' Pertama? Terungkap Alasan Guru SMPN 3 Berbah Ikut Terpapar Keracunan Makanan Gratis
-
Trans Jogja Terancam? Subsidi Dipangkas, Bus Jadi Billboard Berjalan
-
Tragis! Warga Sleman Temukan Mayat Bayi di Bawah Pohon Beringin, Tali Pusar Belum Terpotong