SuaraJogja.id - Kebijakan pembekuan rekening Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) nampaknya sudah dirasakan warga di Yogyakarta. DPRD DIY saat ini sudah menerima lebih dari sepuluh laporan warga yang mengeluhkan adanya pembekuan rekening secara sepihak oleh PPATK.
"Ini murni curhatan masyarakat yang kami terima langsung," ujar Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, Senin (4/8/2025).
Menurut Eko, dari laporan yang diterimanya, sebagian besar merupakan petani dan ibu-ibu yang harus membeli pupuk dan membayar sekolah anak-anaknya.
Selain itu warga yang tidak bisa membayar biaya kesehatan karena rekeningnya dibekukan mengingat tak adanya transaksi.
Kebijakan PPATK tersebut dinilai sangat merugikan warga. Padahal rekening yang dibekukan itu bukan untuk tindak kejahatan, tapi untuk keperluan sehari-hari.
"Ada yang tabungan pendidikan, ada yang untuk kesehatan, ada juga untuk beli pupuk dan alat pertanian," ujarnya.
Eko menyebut langkah PPATK tersebut telah melampaui kewenangannya dan berpotensi melanggar hak-hak sipil masyarakat.
Padahal pemblokiran atau pembekuan rekening warga oleh PPATK seharusnya dilakukan berdasarkan alasan hukum yang jelas dan bukti yang kuat.
Ia mencontohkan, jika rekening tersebut terkait tindak pidana seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, atau korupsi, maka penindakan pemblokiran bisa dibenarkan.
Baca Juga: Soal Pemblokiran Rekening Pasif oleh PPATK, BRI Angkat Bicara
Namun, jika tidak ditemukan unsur kejahatan, maka tindakan blokir seharusnya tidak dilakukan.
"Ketika melakukan pemblokiran, PPATK harus punya argumentasi hukum. Kalau terlibat kejahatan, silakan diblokir. Tapi jangan generalisasi. Jangan sampai uang masyarakat yang sah malah diblokir tanpa alasan yang jelas," tandasnya.
Eko menambahkan, meski pembekuan sudah dibuka lagi oleh PPATK, permasalahan yang dialami warga belum selesai.
Lamanya proses pencabutan blokir atau pembekuan yang semakin memperburuk situasi.
Banyak warga, lanjut Eko yang tidak bisa mengakses dananya sendiri dalam waktu mendesak. Akibatnya, mereka kesulitan membayar sekolah anak, berobat, bahkan menanam kembali hasil pertaniannya.
"Kami mengajak masyarakat DIY untuk menyuarakan hal ini. Sudah saatnya PPATK menghentikan kebijakan ini dan kembali pada aturan hukum yang menjadi pegangan. Jangan sampai masyarakat tidak bisa menyekolahkan anaknya, atau berobat karena rekeningnya dibekukan begitu saja," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
Terkini
-
Peringatan Keras BMKG: Jangan Dekati Pantai Selatan Jogja, Ombak Ganas 4 Meter Mengintai!
-
Waspada Bencana Hidrometeorologi! Cuaca Ekstrem Intai Yogyakarta Hingga November
-
Sleman Ukir Sejarah, Quattrick Juara Umum Porda DIY, Bonus Atlet Dipastikan Naik
-
WNA Yordania Jadi Tersangka di Yogyakarta: Izin Investasi Fiktif Terbongkar
-
Strategi Jitu Sekda DIY Atasi Kemiskinan: Libatkan Asisten Hingga Mandiri Fiskal