SuaraJogja.id - Sebuah unggahan di media sosial baru-baru ini sukses menarik perhatian publik, khususnya kalangan anak muda.
Unggahan tersebut menampilkan potret sekilas kehidupan siswa di salah satu sekolah swasta bergengsi, Al Azhar Yogyakarta.
Bukan sekadar kegiatan belajar mengajar biasa, video itu menyorot sebuah realitas yang bagi sebagian orang terasa seperti dunia lain: siswa belajar tanpa papan tulis, digantikan oleh layar interaktif raksasa, dan gawai yang mereka gunakan bukanlah sembarang gawai, melainkan seri iPhone 13.
Pemandangan ini sontak memicu beragam reaksi dan membuka kembali diskusi lama: seberapa besar pengaruh kemewahan fasilitas terhadap kualitas pendidikan untuk melahirkan generasi bangsa berkualitas?
Sekilas 'Privilege' di Sekolah Al Azhar Jogja
Sekolah Al Azhar Yogyakarta, seperti banyak sekolah Islam swasta premium lainnya, memang dikenal dengan fasilitasnya yang lengkap dan modern.
Namun, potret yang viral di Instagram tersebut memberikan gambaran yang lebih gamblang.
Ketika mayoritas sekolah masih berkutat dengan spidol dan papan tulis, di sini para siswa sudah terbiasa dengan teknologi layar sentuh interaktif untuk menunjang pembelajaran.
Kepemilikan gawai canggih seperti iPhone 13 oleh para siswa seolah menjadi standar tak tertulis, menunjukkan latar belakang ekonomi keluarga mereka yang berada di kelas atas.
Baca Juga: Viral! Karcis Parkir 'Malioboro Rp50.000' Bikin Heboh, 2 Orang Diamankan Polisi
Hal ini menegaskan bahwa sekolah swasta elite tidak hanya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi juga menjadi penanda status sosial tertentu.
Seperti biasa, jari-jari netizen Indonesia tak pernah gagal meramaikan suasana.
Kolom komentar unggahan tersebut dipenuhi berbagai tanggapan, mulai dari yang bernada humor hingga analisis serius.
Beberapa komentar menggelitik yang muncul antara lain:
"Definisi 'sekolah sambil healing', biayanya bisa buat DP rumah KPR," ujar salah satu netizen.
"Pantesan cerdas-cerdas, layarnya segede itu mana mungkin ngantuk di kelas," tambah lainnya.
"Ini sekolah apa kantor start-up unicorn? Keren banget teknologinya!" kata warganet lain.
Namun, di antara komentar jenaka tersebut, terselip pula pandangan yang lebih dalam.
Banyak yang berpendapat bahwa fasilitas adalah bonus, namun bukan penentu utama.
"Fasilitas keren itu bonus, yang penting output siswanya berkualitas dan berakhlak. Kalau dua-duanya dapat, ya luar biasa," kata netizen.
Komentar ini menyimpulkan esensi perdebatan yang lebih besar tentang pendidikan di Indonesia.
Fasilitas vs. Kesempatan: Debat Klasik Sekolah Swasta vs. Negeri
Potret Al Azhar Jogja secara tidak langsung menyeret kita pada perdebatan klasik: mana yang lebih baik, sekolah swasta atau sekolah negeri?
Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan secara objektif.
Sekolah Swasta:
Keunggulan: Umumnya unggul dalam hal fasilitas, teknologi, dan inovasi kurikulum (beberapa menawarkan kurikulum internasional).
Rasio guru dan siswa yang lebih kecil memungkinkan perhatian lebih personal.
Kelemahan: Biaya pendidikan yang tinggi membuatnya tidak terjangkau bagi semua kalangan, berpotensi menciptakan eksklusivitas sosial.
Sekolah Negeri:
Keunggulan: Biaya sangat terjangkau bahkan gratis berkat dana pemerintah (BOS), serta akses yang lebih merata melalui sistem zonasi.
Kurikulum terstandarisasi secara nasional.
Kelemahan: Seringkali menghadapi tantangan keterbatasan anggaran yang berdampak pada fasilitas dan jumlah siswa per kelas yang lebih besar.
Jadi, Mana yang Paling Baik?
Menentukan mana yang "terbaik" adalah hal yang subjektif.
Sekolah swasta mahal dengan fasilitas canggih tidak serta-merta menjamin lulusan yang lebih berkualitas dibandingkan sekolah negeri favorit yang penuh prestasi.
Kualitas pendidikan adalah sebuah ekosistem kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor.
Pada akhirnya, pendidikan merupakan fondasi utama dalam membentuk masa depan bangsa.
Baik di sekolah swasta dengan layar pintarnya maupun di sekolah negeri dengan segala keterbatasannya, faktor penentu utama tetaplah pada:
-Kualitas dan Dedikasi Guru: Kemampuan guru dalam mengajar, memotivasi, dan menjadi teladan.
-Kurikulum yang Adaptif: Kurikulum yang tidak hanya mengejar nilai akademis, tetapi juga membangun karakter, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis.
-Semangat Siswa: Motivasi internal siswa untuk belajar dan berkembang.
-Dukungan Orang Tua: Peran serta orang tua dalam proses pendidikan anak.
Sekolah dengan fasilitas modern memang memberikan keuntungan, namun tanpa semangat belajar dan kualitas pengajaran yang mumpuni, semua itu hanya akan menjadi pajangan mahal.
Berita Terkait
Terpopuler
- Usai Jokowi, Kini Dokter Tifa Ungkit Ijazah SMA Gibran: Cuma Punya Surat Setara SMK?
- Jay Idzes Pakai Jam Tangan Rolex dari Prabowo saat Teken Kontrak Sassuolo
- Cari Bedak Murah yang Mengandung SPF? Cek 5 Rekomendasinya, Mulai Rp20 Ribuan
- 4 Rekomendasi Moisturizer Vitamin C untuk Wajah Cerah Bebas Flek Hitam, Harga Terjangkau
- Belanja Seru di BFF Festival 2025, Tiket Hemat 30% via BRImo
Pilihan
-
Bobotoh Diminta Serbu GBLA! Marc Klok: Di Bandung, Lawan Tidak Akan Dapat Apa-Apa!
-
Dua Raksasa Properti Jepang Kajima & Mitsubishi Dikabarkan Incar Saham Diamond Citra Propertindo
-
Penonton Kecewa! Kelme Telat Kirim, Persib Main Laga Penting Tanpa Jersey Anyar
-
Momen Kapal Tentara China Hancurkan Sekutu Sendiri saat Kejar Pasukan Filipina
-
9 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Memori Besar Terupdate Agustus 2025
Terkini
-
Dorong Deteksi Dini Kesehatan Siswa, Disdikpora Bantul Usulkan Program CKG Langsung di Sekolah
-
Yogyakarta Siaga Kemarau Basah! Waspada Hujan Es dan Angin Kencang
-
Prabowo Subianto Berdarah Sultan HB II? Keluarga Keraton Yogyakarta Ungkap Fakta Mengejutkan
-
Mortir Jumbo Gegerkan Sleman, Bom Terbesar yang Pernah Ditemukan Polda DIY
-
Mortir Jumbo Diledakkan di Sleman, Getaran Dahsyatnya Rusak Rumah Warga