Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 02 September 2025 | 16:45 WIB
Prosesi gunungan dalam perayaan Sekaten di Masjid Keraton Yogyakarta beberapa waktu lalu. [Kontributor/Putu]
Baca 10 detik
  • Hajad Dalem Sekaten akan digelar Keraton Ngayogyakarta
  • Puncak sekaten akan digelar pada 5 Agustus 2025
  • Sejumlah gunungan akan disiapkan untuk masyarakat
[batas-kesimpulan]

SuaraJogja.id - Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat bersiap menggelar Hajad Dalem Sekaten untuk memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriyah atau 2025.

Rangkaian upacara tradisi yang sarat makna religius dan budaya ini sudah berlangsung beberapa waktu lalu dai Jumat (29/8/2025). Upacara ini akan bergulir selama sebulan ke depan.

Seperti tradisi yang telah berlangsung turun-temurun, Keraton akan mengeluarkan dua perangkat gamelan pusaka, Kanjeng Kiai Gunturmadu dan Kanjeng Kiai Nagawilaga, dari dalam keraton.

Kedua gamelan tersebut akan ditabuh di Pagongan Masjid Gedhe Kauman selama prosesi berlangsung.

Tabuhan gamelan inilah yang dikenal masyarakat dengan sebutan Sekaten.

"Sekaten merupakan salah satu hajad dalem penting, bukan hanya perayaan budaya, tapi juga sarana syiar Islam sejak zaman Wali Sanga. Tradisi ini selalu ditunggu masyarakat, terang KRT Kusumonegoro, koordinator prosesi Garebeg Mulud Dal 1959 di Yogyakarta, Selasa (2/9/2025).

Menurut Kusumongoro, rangkaian Hajad Dalem Sekaten Dal 1959 dimulai dengan prosesi Miyos Gangsa pada Jumat (29/8/2025) malam di Bangsal Pancaniti, Kamandungan Lor.

Prosesi ini ditandai dengan pembagian udhik-udhik oleh utusan dalem sebelum gamelan dikeluarkan menuju Masjid Gedhe.

Selanjutnya Geladi Prajurit di Alun-alun Utara, Numplak Wajik di kompleks Magangan, hingga Mbusanani Pusaka dan Bethak yang bersifat internal.

Baca Juga: Seru! Ribuan Warga Berebut 2 Ton Apem di Acara Puncak Saparan Ki Ageng Wonolelo

Malam sebelum puncak perayaan, Kamis (4/9/2025) akan digelar prosesi Kondur Gangsa yang diawali dengan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW.

Tahun ini prosesi Kondur Gangsa istimewa karena Raja Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB X akan meninggalkan Masjid Gedhe melalui prosesi Jejak Banon atau menjejak tumpukan bata di pintu butulan selatan.

"Prosesi ini melambangkan peristiwa sejarah Pangeran Mangkubumi saat menyelamatkan diri dari kepungan musuh," jelasnya.

Puncak Sekaten akan berlangsung Jumat (5/9/2025) dengan Garebeg Mulud. Keraton akan mengeluarkan enam gunungan: Gunungan Kakung, Estri, Gepak, Dharat, Pawuhan, serta Gunungan Brama yang hanya muncul setiap delapan tahun sekali, bertepatan dengan Tahun Dal.

Gunungan Brama berbentuk silinder dengan puncak berisi anglo tanah liat yang membakar kemenyan, sehingga sepanjang prosesi mengeluarkan asap pekat.

Tidak seperti gunungan lainnya yang dibagikan untuk masyarakat, Gunungan Brama hanya didoakan di Masjid Gedhe lalu dikembalikan ke dalam Kedhaton untuk Sultan, keluarga, dan Sentana Dalem.

"Gunungan Brama adalah tanda khusus Tahun Dal. Kehadirannya menjadi pengingat sekaligus doa bagi raja, keluarga, dan keraton," jelanya.

Garebeg Mulud Dal 1959 juga menghadirkan kirab prajurit yang mengiringi gunungan. Selain 10 bregada utama seperti Wirabraja, Dhaeng, hingga Surakarsa, tahun ini Keraton menampilkan kembali pasukan bersejarah seperti Langenkusuma (korps prajurit perempuan), Sumoatmaja, Jager, dan Suranata.

Kehadiran pasukan-pasukan tersebut bukan sekadar ornamen, melainkan upaya merekonstruksi memori sejarah panjang militer keraton yang lahir sejak abad ke-18.

Selepas Garebeg Mulud, rangkaian upacara akan ditutup dengan Bedhol Songsong pada Jumat malam di Tratag Prabayeksa.

"Prosesi mencabut payung ageng ini menandai berakhirnya seluruh hajad dalem," jelasnya.

Keraton Yogyakarta mengimbau masyarakat untuk tertib selama mengikuti prosesi, terutama saat berebut gunungan.

Warga hanya diperbolehkan mengambil isi gunungan setelah doa selesai dan aba-aba resmi diberikan.

"Keraton juga menetapkan larangan penggunaan drone di kawasan keraton selama prosesi berlangsung, demi menghormati jalannya upacara dan menjaga keamanan arak-arakan," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More