SuaraJogja.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim hujan akan datang lebih awal.
Disebutkan bahwa sebagian wilayah Indonesia mulai memasuki musim hujan sejak Agustus dan akan meluas pada September-November.
Pakar hidrologi dan pengelolaan DAS Fakultas Kehutanan UGM, Hatma Suryatmojo menekankan pentingnya kesiapsiagaan semua lapisan masyarakat.
Mitigasi secara struktural penting untuk dilakukan meminimisir dampak potensi bencana.
Infrastruktur pengendali banjir seperti kolam retensi, normalisasi sungai, serta perbaikan drainase kota harus dipercepat.
"Di daerah rawan longsor, pembangunan terasering dan penahan tanah perlu dilakukan. Selain itu, solusi berbasis alam seperti reboisasi hulu DAS dinilai penting untuk jangka panjang," kata Hatma, Selasa (16/9/2025).
Pria yang akrab disapa Mayong itu bilang bahwa musim hujan yang datang lebih awal itu tidak lepas dari adanya El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dalam kondisi netral pada bulan Agustus lalu.Namun Indian Ocean Dipole (IOD) tercatat negatif.
Hal itu membuat Samudra Hindia menyuplai uap air ekstra ke wilayah Indonesia bagian barat.
Ditambah suhu muka laut lebih hangat sekitar 0,42 derajat celcius di atas rata-rata sehingga memicu pembentukan awan hujan lebih intens.
Baca Juga: Prakiraan Cuaca 16 September 2025, Jogja Diguyur Hujan, Kulon Progo Diprediksi Mendung Berawan
Masih ditambah pula perubahan iklim secara global. Data menunjukkan 294 zona musim atau sekitar 42 persen wilayah Indonesia mengalami awal musim hujan yang maju dari normalnya.
Menurutnya, tantangan terbesar dari musim hujan yang lebih awal adalah meningkatnya risiko banjir bandang dan tanah longsor.
Hal itu dipicu oleh dampak deforestasi dan degradasi lahan di banyak DAS membuat banjir dan longsor lebih parah.
"Secara alami, hutan dan vegetasi menyerap air hujan dan mengurangi erosi, namun jika tutupan hutan berkurang, air hujan langsung terbuang sebagai aliran permukaan," ucapnya.
Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) oleh BMKG untuk meningkatkan akurasi prakiraan musim hujan hingga level kabupaten dinilai sebagai langkah positif.
Dikolaborasikan dengan peta kerentanan berbasis GIS juga dapat membantu pemerintah daerah dalam mengenali titik kritis bencana.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Konser "Jogja Hanyengkuyung Sumatra": Kunto Aji hingga Shaggydog Ikut Turun Gunung
-
Danantara dan BP BUMN Siagakan 1.000 Relawan untuk Tanggap Darurat
-
Bantu Korban Sumatera, BRI Juga Berperan Aktif Dukung Proses Pemulihan Pascabencana
-
Anak Mantan Bupati Sleman Ikut Terseret Kasus Korupsi, Kejaksaan Buka Suara Soal Peran Raudi Akmal
-
Imbas Jembatan Kewek Ditutup, Polisi Siapkan Skema Dua Arah di Sekitar Gramedia-Bethesda