Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 15 Oktober 2025 | 15:05 WIB
Sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) menciptakan inovasi digital berupa gim edukatif untuk membantu anak dengan cerebral palsy (CP). [Hiskia/Suarajogja]
Baca 10 detik
  • Mahasiswa UGM menciptakan gim yang bisa merangsang anak dengan cereberal palsy yang mengalami speech delay
  • Terapi wicara sendiri membutuhkan biaya yang tinggi
  • Gim tersebut dikembangkan dari penelitian mahasiswa UGM pada tahun 2024

Jadi selain bisa belajar, anak-anak pun diajak untuk bermain pada gim tersebut.

"Kami menambahkan kartu AR supaya anak ada jeda untuk belajar dan bermain sejenak. Setiap kali menyelesaikan satu level, mereka akan mendapat kartu baru yang bisa dipindai kamera dan menampilkan objek 3D seperti hewan atau buah," ungkapnya.

Gim ini juga terhubung dengan website yang dirancang khusus untuk orang tua.

Di dashboard website akan tampil progres anak, di antaranya akurasi pengucapan, dan statistik hasil latihan.

Selain itu, ada pula analisis data yang dilakukan oleh AI Google Gemini.

Hal tersebut agar orang tua mendapat insight dari hasil terapi digital ini.

Meski memanfaatkan kecerdasan buatan, tim menegaskan gim ini bukan pengganti terapi wicara profesional.

"AI hanya membantu memberikan gambaran sejauh mana anak sudah bisa mengucapkan kata dengan benar. Tetap perlu validasi dari ahli terapi," tegasnya.

Setelah empat bulan diuji coba di WKCP Jogja, hasilnya menunjukkan perkembangan positif.

Baca Juga: Rahasia di Balik Cacing Tanah: Inovasi IoT Mahasiswa UGM Bisa Ubah Sampah Jadi Pupuk Premium

Beberapa anak lainnya juga menunjukkan peningkatan dalam kemampuan mengucapkan kalimat sederhana.

"Ada anak yang awalnya sulit membedakan huruf A, T, D, dan G. Setelah latihan dua jam, akhirnya bisa mengucapkan kata kolam dengan jelas," ungkapnya.

Saat ini, gim Kata Kita sudah digunakan oleh 15 pengguna.

Tim pengembang berharap inovasi ini dapat menjangkau lebih banyak anak dengan kebutuhan khusus.

"Jadi, berdasarkan penelitian, karena game ini kan juga dibuat berdasarkan penelitian ya, itu dari penelitian itu, dicoba di anak dengan cerebral palsy dan anak dengan autisme. Kalau untuk diseleksia sendiri, kebetulan belum pernah dicoba," ujar dia.

Load More