Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 21 Oktober 2025 | 18:30 WIB
Kondisi hujan di sekitar wilayah DIY. [Kontributor/Putu]
Baca 10 detik
  • Tercatat ada 11.000 orang di DIY terjangkit ISPA
  • Perubahan cuaca menyebabkan daya tahan tubuh manusia turun
  • Dinkes DIY juga mengimbau penyakit lain yang bisa menyerang warga Jogja

SuaraJogja.id - Cuaca yang tak menentu selama beberapa waktu terakhir di DIY membawa dampak serius terhadap kesehatan masyarakat.

Perubahan suhu ekstrem yang terjadi sejak pertengahan tahun, disertai curah hujan yang tidak teratur, berkontribusi pada lonjakan tajam kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di wilayah ini.

Dinas Kesehatan DIY mencatat, berdasarkan laporan mingguan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) hingga minggu ke-41 tahun 2025, jumlah kasus ISPA telah menembus lebih dari 11.000 kasus.

Angka ini menjadi yang tertinggi dalam dua tahun terakhir dan menandai tren peningkatan signifikan sejak pertengahan tahun.

"Kasus ISPA di DIY tahun 2025 menunjukkan tren peningkatan sejak minggu ke-25, dengan puncak lebih dari sebelas ribu kasus pada minggu ke-41. Kenaikan ini menandakan meningkatnya aktivitas penyakit respiratori yang berkaitan erat dengan perubahan cuaca ekstrem," papar Plt Kepala Dinas Kesehatan DIY, Akhmad Akhadi di Yogyakarta, Selasa (21/10/2025).

Menurutnya, lonjakan kasus mulai terlihat sejak minggu ke-25 dan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada minggu ke-41.

Fluktuasi cuaca yang terjadi saat kurun waktu satu minggu panas terik disusul hujan deras menjadi faktor pemicu menurunnya daya tahan tubuh, terutama pada anak-anak dan lansia.

Kondisi ini membuka peluang lebih besar bagi penularan penyakit pernapasan seperti ISPA dan Pneumonia.

Sebab, perubahan cuaca yang tidak menentu membuat daya tahan tubuh masyarakat menurun.

Baca Juga: 5 Minuman Khas Jogja Pelepas Dahaga saat Lelah Berkeliling Wisata di Cuaca Panas

"Aktivitas di luar ruangan yang tinggi tanpa perlindungan cukup juga mempercepat penyebaran penyakit," jelasnya.

Karenanya Dinkes meminta puskesmas dan rumah sakit di seluruh kabupaten/kota untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap tren kenaikan penyakit respiratori.

Surveilans aktif dilakukan untuk mendeteksi klaster kasus, terutama di lingkungan sekolah dan fasilitas umum.

Analisis mingguan SKDR harus dilakukan secara konsisten.

Hal ini penting untuk mendeteksi pola klaster, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia

"Kabupaten dan kota perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap tren peningkatan ISPA di puskesmas dan rumah sakit," paparnya.

Selain pengawasan medis, pemerintah juga menekankan pentingnya komunikasi risiko kepada masyarakat.

Edukasi mengenai etika batuk, penggunaan masker bagi yang sedang bergejala, serta kebiasaan mencuci tangan dan menjaga kebersihan lingkungan menjadi langkah sederhana yang efektif mencegah penyebaran ISPA.

Sebab selain ISPA, Dinkes DIY juga mencatat peningkatan Penyakit Serupa Influenza (ILI) dan Pneumonia sepanjang tahun 2025.

Meski jumlah kasus ILI lebih rendah dibandingkan dua tahun sebelumnya, data menunjukkan adanya lonjakan aktivitas virus respiratori pada pertengahan tahun.

Puncaknya terjadi 190 kasus pada minggu ke-35 sebelum menurun kembali.

Sementara itu, pneumonia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan di minggu-minggu terakhir.

Meskipun masih berada dalam batas maksimum historis, kasus pneumonia meningkat konsisten menjelang akhir periode pengamatan.

"Kenaikan ini perlu diantisipasi dengan penguatan kewaspadaan dini, surveilans klinis di fasilitas kesehatan, serta edukasi pencegahan melalui imunisasi dan perilaku hidup bersih," ungkapnya.

Selain penyakit pernapasan, Dinkes mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai penyakit lain yang berkaitan dengan musim hujan.

Sebut saja leptospirosis, terutama di daerah rawan banjir dan genangan air.

Gejala penyakit ini sering kali mirip dengan flu. Namun dapat berkembang menjadi kondisi serius dengan gejala demam tinggi, mata kuning, dan gangguan ginjal.

"Surveilans terhadap Leptospirosis perlu diperkuat, termasuk verifikasi cepat terhadap laporan suspek atau kematian dengan gejala klinis kompatibel," ungkapnya.

Dengan meningkatnya berbagai penyakit menular selama 2025, Dinkes mendorong adanya koordinasi lintas sektor.

Mulai dari bidang penyakit tidak menular (PTM), gizi, hingga promosi kesehatan untuk menekan risiko yang dipicu faktor lingkungan dan perilaku masyarakat.

Apalagi perubahan cuaca yang semakin ekstrem perlu diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat terhadap penyakit musiman.

Ia mengimbau masyarakat untuk menjaga daya tahan tubuh dengan pola makan bergizi, istirahat cukup, serta segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan bila mengalami gejala batuk, pilek, atau sesak napas berkepanjangan.

"Cuaca di Yogyakarta belakangan ini sulit diprediksi. kadang panas terik, tiba-tiba hujan deras. Situasi ini memang menuntut kewaspadaan ekstra terhadap penyakit pernapasan. ISPA bisa dicegah bila masyarakat disiplin menjaga kesehatan diri dan lingkungan," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More