- Industri batik Indonesia menghadapi tantangan serius: lingkungan, kesejahteraan perajin, dan pemaknaan budaya.
- Pelaku budaya mendesak pengembalian arah industri batik ke nilai-nilai budaya dan manusia, bukan hanya ekonomi.
- Gen Z berperan penting dalam pelestarian batik melalui pemahaman makna dan pemanfaatan media sosial untuk edukasi.
SuaraJogja.id - Industri batik Indonesia, sebuah kebanggaan nasional yang telah diakui UNESCO, kini berada di persimpangan jalan.
Di tengah gemerlap kontribusinya terhadap perekonomian, industri ini menghadapi tantangan multidimensional yang mengancam keberlanjutannya: mulai dari isu lingkungan, kesejahteraan perajin, hingga pergeseran pemaknaan sebagai warisan budaya.
Para pelaku budaya menyerukan agar arah industri batik dikembalikan ke akar nilainya, yakni budaya dan manusia, bukan sekadar komoditas ekonomi semata.
Afif Syakur, Ketua Paguyuban Pecinta Batik Indonesia (PPBI) Sekar Jagad Yogyakarta, menegaskan bahwa batik jauh melampaui sekadar kain bermotif.
"Itu (batik) ada jalan hidup kita yang kita tuang di situ, cerminan hidup kita yang kita tuang di situ," ungkap Afif dalam seminar 'Batik Penghubung Cerita dan Nilai Antar Generasi' di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Jumat (31/10/2025).
Baginya, batik adalah refleksi kehidupan pembuatnya, sebuah filosofi yang kini mulai tergerus oleh industrialisasi.
Afif menyoroti pentingnya menjadikan budaya sebagai fondasi perekonomian nasional, dan sebaliknya.
"Budaya menjadi fondasi perekonomian, perekonomian untuk fondasi budaya. Ini tidak boleh dilepaskan," tegasnya.
Namun, ia mengamati bahwa tren industri kini justru condong pada batik pabrikan yang minim melibatkan pelaku usaha kecil menengah (UKM).
Baca Juga: Latih Ratusan KTB, Pemkot Yogyakarta Siap Perkuat Ketahanan Masyarakat Hadapi Bencana
Meskipun tidak menolak perkembangan teknologi seperti digital printing, Afif menekankan urgensi edukasi agar masyarakat memahami perbedaan antara batik tulis, cap, dan printing.
"Beli printing enggak apa-apa. Tapi pada saat kamu masuk ke toko, sadari yang kamu beli ini batik cap, batik tulis, atau printing. Kalau enggak mampu beli batik tulis, enggak apa-apa, tapi tahu bedanya," jelasnya.
Tanpa edukasi ini, keterlibatan UKM dalam industri batik asli akan semakin terpinggirkan.
Suara Gen Z: Jembatan Pelestarian Batik
Dari generasi muda, Marsha Widodo, pelajar Jakarta Intercultural School (JIS) sekaligus penggiat budaya, memberikan perspektif krusial.
Ia menilai bahwa tantangan terbesar pelestarian batik bukan hanya pada produksi, melainkan pada kesadaran generasi muda untuk memahami makna di baliknya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
Terkini
-
Lambat Tangani Korban, Muhammadiyah Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional Sumatera
-
Kasus Korupsi Hibah Pariwisata Sleman, Dakwaan JPU Dinilai Belum Singgung Peran Harda Kiswaya
-
Kocak! Study Tour ke Kantor Polisi, Murid TK Ini Malah Diajarin Bentrok
-
Dakwaan Dugaan Korupsi Dana Hibah Pariwisata Sleman Seret Nama Raudi Akmal
-
Bantuan dari BRI Telah Jangkau Lebih dari 70 Ribu Masyarakat Terdampak di Sumatera